Afkar

Jalan Perubahan Hakiki

Hari ini umat sedang melalui fase penting. apakah memilih opsi keluar dari kekuasaan rezim represif dengan kepala tegak, dan mengubah realitas krisis hari ini untuk perubahan nyata? Ataukah jalan mundur kembali menjadi negara yang mereproduksi rezim yang sama, hingga menghambat suara Islam untuk jangka waktu yang lama?

Pemilu 2019 di Indonesia telah digelar. Sebuah pesta yang sama dan retorika yang sama. Dengan banyak janji dan harapan dan reproduksi kebijakan dan solusi yang gagal. Begitulah demokrasi.

Banyaknya indikasi kecurangan Pemilu secara brutal kali ini telah menunjukkan kepada kita betapa rusaknya sistem politik Indonesia serta betapa terpecah-belahnya masyarakat di negeri ini. Tentu Indonesia bukan sekadar Jokowi atau Prabowo. Masalahnya adalah sistemnya, yang beroperasi sesuai dengan sistem kapitalis selama bertahun-tahun. Sistem dan lembaga-lembaga inilah yang menghasilkan para politisi yang tidak memiliki kelayakan untuk mengelola negara.

Pemilu ini lebih merupakan bukti bahwa kapitalisme adalah ‘orang sakit’ yang masih memiliki kemampuan untuk menyakiti hak-hak masyarakat. Fakta menyedihkan dari masalah ini adalah masyarakat telah kecewa melihat demokrasi sekular dan kapitalisme menghasilkan penguasa yang memiliki wacana politik dangkal, yang mencerminkan pemikiran dangkal.

 

Delusif

Benar, Reformasi ‘98 merupakan perubahan monumental di Indonesia, ditandai tumbangnya rezim Orba. Rezim Soeharto dikritik oleh masyarakat karena maraknya tindak represif, korupsi, kolusi, mafia peradilan, kemiskinan, dll. Ironisnya, semua itu justru kembali berulang saat ini. Dalam beberapa hal bahkan lebih parah. Kehidupan ekonomi rakyat pun tidak lantas membaik pasca Reformasi. Era Reformasi justru melahirkan kebijakan ekonomi kapitalisme neo liberal anti rakyat seperti privatisasi, pengurangan bahkan pencabutan subsidi, MEA, kerjasama proyek OBOR China dll.

Berbagai masalah muncul di era demokrasi liberal dan sering tudingan diarahkan kepada pemerintah yang lemah dalam menangani berbagai masalah. Masyarakat menuduh rezim hari ini menghancurkan ekonomi Indonesia dengan berbagai kebijakan neoliberal.

Sementara itu, tren gerakan ganti sistem ganti rezim di Indonesia termasuk di negara-negara Muslim menunjukkan tentang kesadaran ideologis dalam Dunia Islam.

Suasana politik di Indonesia hari ini didominasi oleh ‘politik dinasti’, korporat hitam serta kelompok dan individu oportunis. Tujuan tunggal mereka adalah untuk mendapatkan kekuatan dan memperkaya diri mereka sendiri. Ketika berkuasa mereka membuat undang-undang untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan mereka sendiri. Pemilu menjadi sarana pendukung politisi busuk. Inilah alasan mengapa bahkan seorang individu yang tulus pun tidak akan mampu membawa perubahan .

Terkait problem penyakit oligopoli, ini bukan hanya menjangkiti Indonesia. Semua yang disebut demokrasi Barat sebenarnya adalah oligopoli yang dikendalikan oleh partai-partai politik yang mapan. Teori demokrasi sebenarnya adalah fiksi politik tidak berharga. Ini diadopsi oleh Barat hanya demi menutupi kekuasaan elit mereka pada saat mereka menghadapi kerusuhan massa yang dipicu oleh gerakan sosialis dan komunis.

Demokrasi menjadi sarana penting bagi oknum-oknum koruptor dan penguasa komparador. Mereka berebut untuk bertengger di atas kursi kekuasaan seperti lebah berkerumun di atas madu. Mereka lalu menjaga kelangsungan demokrasi dengan menempatkan akal sebagai penentu dalam pembuatan produk hukum dan kebijakan; dalam memutuskan yang benar dan salah, yang halal dan yang haram. Inilah sebabnya kita melihat para politisi menyapa masyarakat melalui berbagai media kampanye secara aktif sebelum pemilihan, menghabiskan banyak uang untuk meraup suara rakyat. Lalu masyarakat menonton mereka ketika mereka berjalan menuju panggung Demokrasi, untuk mendapatkan keuntungan finansial besar dari uang yang mereka habiskan. Ironis.

Demokrasi menjadi jalan bagi korupsi di Indonesia tumbuh subur selama 7 dekade dan bisa akan terus berlanjut 7 dekade lagi jika sistem ini dipertahankan. Panama Papers mengungkapkan bahwa demokrasi memastikan korupsi di seluruh dunia, dari Rusia hingga Amerika Selatan. Tidak hanya di Pakistan dan Indonesia.

Selama beberapa dekade, demokrasi memastikan bahwa penguasa yang korup dapat menyembunyikan keuntungan buruk mereka di perusahaan-perusahaan tanpa deteksi dan investigasi, persidangan, dan pengadilan. Karena Demokrasilah, di seluruh dunia negara-negara superpower telah menindas negara lemah tetapi sangat kaya penguasa yang korup. Jelas, mencari jalan untuk menghentikan korupsi melalui demokrasi sama sia-sianya dengan mencari penyembuhan melalui penyakit itu sendiri.

Indonesia pada masa lalu telah mencoba sistem pemerintahan multipartai, sistem presidensial dan parlementer, dan kediktatoran. Namun, tidak ada satu pun yang berhasil memecahkan masalah kita. Anehnya, berbagai wacana dan solusi masih berkutat pada solusi yang gagal ini.

 

Kemana Umat Bergerak?

Presiden datang dan pergi. Kebijakan diamandemen berulangkali. Namun, tidak akan ada perubahan nyata dengan perubahan besar. Masyarakat jelas butuh perubahan. Namun, perubahan yang diridhai Allah tidak dapat datang dari satu individu, juga tidak akan pernah datang dari partai politik. Tidak juga dari negara atau pemerintah mana pun yang menyerukan, menerapkan atau meniru sistem kapitalis yang gagal ini, yang melakukan eksploitasi pihak lain.

Perubahan menuju kehidupan lebih baik hanya bisa terjadi ketika dunia Muslim menerjemahkan keyakinannya pada Islam menjadi keyakinan pada ide-ide politik Islam dan mengembalikan sistem pemerintahan Islam, di bawah Khilafah. Khilafah adalah sistem yang bertanggung jawab, adil, yang menutup semua pintu manipulasi. Khilafah menempatkan orang miskin dan yang membutuhkan menjadi prioritas program ekonominya. Khilafah memiliki kapasitas untuk menyatukan rakyatnya sebagai warga negara yang setara terlepas dari ras, bahkan membuat non-Muslim merasa aman. Khilafah akan mempertahankan tanahnya dari penjajahan dan eksploitasi negara-negara imperialis modern.

Perubahan dan pergantian rezim saja tidak cukup. Pangkal masalahnya bukanlah sosok rezim. Pangkal masalahnya adalah sistem sekular demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan oleh rezim-rezim itu. Bahkan perubahan sebatas rezim tanpa disertai dengan perubahan sistem akhirnya kembali mendudukkan “penumpang gelap,” yang menjadi kaki tangan poros imperialis. Rezim diktator jatuh, diganti oleh rezim baru yang masih pro Barat baik Amerika, Inggris atau Prancis. Menerapkan sistem yang sama. Persoalan yang sama akan muncul berulang kembali.

Sangat dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak hanya menuntut sekadar pergantian orang, tetapi juga sistem. Rakyat akhirnya menyadari bahwa pergantian orang tidak banyak membawa perubahan berarti, tanpa perubahan sistem. Bagi kaum Muslim apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. wajib diteladani karena ia adalah panutan terbaik dalam segala hal (QS al-Ahzab [33]: 21). Termasuk dalam menyampaikan perubahan masyarakat. Allah SWT berfirman (yang artinya):  Katakanlah, “Inilah jalanku, aku menyeru dengan penuh kejelasan bersama orang-orang yang mengikutiku.” (TQS Yusuf [12]: 108).

Menurut asy-Syaukani, ayat ini merupakan dalil atas kewajiban bagi pengikut rasul untuk meneladani beliau dalam berdakwah, mengesakan Allah dan beramal sebagaimana yang telah disyariatkan.

Berikut ini adalah gambaran umum metode perubahan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. dalam mengubah masyarakat Arab dari masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam. Untuk itu ada beberapa hal penting harus diwujudkan:

Pertama, sistem alternatif harus disiapkan. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam dengan syariahnya yang telah diturunkan oleh Allah SWT, Zat yang Mahatahu, Mahaadil lagi Mahabijaksana. Allah SWT menyindir kita jika kita benar-benar orang yang yakin: Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

Ibarat kita akan membangun bangunan baru, menggantikan bangunan lama yang sudah bobrok, maka desain bangunan baru itu harus dirancang dan digambarkan. Begitu pula mewujudkan perubahan hakiki menuju sistem Islam. Sistem Islam yang termaktub di dalam al-Quran dan as-Sunnah itu harus digambarkan desainnya. Ini sangat penting karena tanpa gambar desain itu bisa jadi akan salah bangun dan tak akan terwujud bangunan yang diidamkan.

Bicara konsep alternatif kita diingatkan oleh gerakan Hizbut Tahrir yang telah berupaya menggambarkan desain sistem Islam itu baik Sistem Pemerintahannya, Struktur Pemerintahan dan Admistrasi, Sistem Ekonomi Islam, Sistem Pergaulan Islam, Keuangan di Negara Khilafah, Sistem Pidana dan Sanksi, Hukum-hukum Pembuktian, dsb sehigga siap pakai dan siap bangun.

Kedua, partai politik. Untuk membumikan sebuah ideologi tentu bukan perkara mudah yang dapat dijalankan seorang diri. Rasulullah saw. tidak hanya mengajak satu demi satu masyarakat Arab untuk meyakini ideologi yang beliau sampaikan. Namun lebih dari itu, mereka yang beriman kemudian diorganisir dan digerakkan secara sistematis yang berpusat di rumah Arqam bin Abu al-Arqam. Beberapa ayat Makkiyah menjadi bukti bahwa Rasulullah saw. berdakwah dalam bentuk jamaah (lihat QS asy-Syuara’ [26]: 215; QS Yusuf [12]: 183). Model kelompok yang berbasis pemikiran yang diyakini oleh anggotanya serta berupaya diwujudkan di tengah kehidupan tidak lain merupakan definisi partai politik. Dengan demikian kelompok Rasul saat itu adalah berbentuk partai politik.

Ketiga, perubahan yang berbasis ideologi. Rasulullah saw. telah mendapatkan wahyu dari Allah SWT yang mengatur semua perkara. Wahyu tersebut sekaligus menjadi pedoman hidup yang wajib diamalkan oleh kaum Muslim. Jika dicermati, wahyu juga merupakan ideologi karena terdiri dari ide dasar (akidah) dan berbagai sistem kehidupan yang bersumber dari ide dasar tersebut (syariah). Selain itu ideologi tersebut berisi konsep dan metode untuk membumikan ideologi tersebut. Metode untuk mewujudkan ideologi tersebut adalah negara. Inilah tujuan perubahan yang diusung oleh Rasul dan para sahabat: membumikan ideologi tersebut di tengah-tengah masyarakat dengan jalan menegakkan syariah Islam.

Keempat, desain bangunan sistem Islam harus terus dikomunikasikan dan dipahamkan kepada umat, terutama para ulama, tokoh, militer dan ahlul quwwah. Upaya ini harus dilakukan secara massif dan simultan. Dengan itu umat, termasuk tokoh, ulama dan ahlul quwwah paham akan kebaikan sistem Islam. Mereka paham bahwa penerapan sistem Islam dengan syariahnya di dalam bingkai Khilafah merupakan konsekuensi keimanan.

Kelima, terus dikomunikasikan secara masif kebobrokan bangunan sistem ideologi sekular kapitalisme dan sistem politik demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, dsb. Dengan itu umat paham bahwa tidak ada gunanya lagi sistem bobrok dan usang itu dipertahankan dan terus diterapkan.

Keenam, mencari dukungan kekuasaan (thalab an-nushrah) dari para pemimpin masyarakat. Rasulullah saw. tidak sekadar membatasi diri untuk mensosialisasikan idenya kepada masyarakat. Pada saat yang sama beliau juga secara aktif melakukan berbagai pendekatan kepada para penguasa Arab pada masa itu. Rasulullah SAW senantiasa mengajak pembesar Qurays memeluk Islam. Rasul juga secara aktif mendakwahi kabilah-kabilah lainnya, khususnya ketika musim haji tiba. Catatan Ibnu Saad menunjukkan setidaknya Rasulullah menyambangi 15 kabilah Arab meski tak satu pun dari mereka yang bersedia beriman dan mendukung beliau. Mereka antara lain: Bani Amir bin Sha’shaah, Bani Nadhir, Bani Hanifah dan Bani Baqa. Meski demikian beliau terus bergerak hingga Allah mempertemukan beliau dengan suku Auz dan Khazaj.

Menurut Ibnu Khalil (2003: 21) metode thalab an-nushrah yang dilakukan Rasulullah saw. secara konsisten meski menghadapi berbagai kesulitan menunjukkan wajibnya perbuatan tersebut .

Ketujuh, menerapkan ideologi Islam dalam pemerintahan. Setelah mendapatkan dukungan dari pemuka Auz dan Khazraj Rasulullah saw. kemudian mengutus Mus’ab untuk mengawal proses penyiapan masyarakat Madinah. Setelah masyarakat Madinah dianggap siap maka beliau dan kaum Muslim Makkah hijrah ke Madinah yang sekaligus menjadi awal tegaknya Negara Islam. Islam kemudian diterapkan secara menyeluruh dan tidak lagi sebatas wacana. Dakwah dan jihad ke seluruh jazirah Arab pun digencarkan secara agresif termasuk ke Mekkah.

Karena itu saat ini yang harus kita lakukan adalah ambil bagian bergabung dalam perjuangan ini. Kita pun harus mengintensifkan proses menjelaskan dan memahamkan sistem Islam kepada segenap komponen umat, terutama para tokoh, ulama dan ahlul quwwah. Revolusi Tunisia dan Mesir memberi pelajaran berharga bahwa jika umat telah menghendaki dan mendesak suatu perubahan maka tidak akan terbendung. Sebagian tokoh dan militer pun pada akhirnya akan berpihak kepada umat karena mereka adalah anak-anak umat ini dan tentu tidak akan bisa berhadapan dengan umat yang melahirkan dan mengasuh mereka.

 

Jalan Perubahan Hakiki

Ketika demokrasi mencapai puncaknya, ia menghasilkan pilihan antara Trump dan Clinton ataupun Jokowi dan Prabowo. Ketika Islam mencapai puncaknya, menghasilkan para pemimpin dunia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Ali, Umar bin Abdul Aziz, Shalahudin al Ayubi, Muhammad al Fatih dan Sulaiman al-Qanuni, dll.

Dalam sebuah perspektif, demokrasi sendiri gagal menjamin rakyat menuju kondisi yang baik. Tidak ada jaminan tabiat pilihan masyarakat dalam tatanan sekularistik-kapitalis akan bisa menjadi pemimpin yang penuhi hak-hak asasi rakyatnya. Karakter sistemnya eksploitatif dan hanya memihak kelompok korporasi pemegang modal besar yang selalu menjadi pilar tegaknya sistem ini. Hal itu menunjukkan bahwa demokrasi hakikatnya memang bukan sistem yang baik dan bukan sistem yang menawarkan perubahan lebih baik secara hakiki.

Namun demikian, jaringan media mainstream yang mengidap Islamophobia serta media sekuler barat dengan penuh semangat menutupi fakta ini.

Di sisi lain, dampak dari Global War on Terrorism (GWOT) yang dimainkan Barat membuat sebagian Muslim takut dicap sebagai radikalis maupun ekstremis. Mereka telah berusaha keras untuk mengecilkan semangat Islam, sementara media Barat telah bekerja untuk menaikan tren demokrasi yang telah dikalahkan kesadaran umat untuk memilih sistem Islam sebagai jalan hidup. Kaum Muslim telah bangkit, dengan iman yang tertanam kuat di dalam hati mereka. Di banyak negara, mereka mempertaruhkan nyawa menghadapi tank, jet, artileri, senapan mesin dan penembak jitu, satu suara dan satu sikap bahwa mereka menginginkan kejatuhan rezim korup dan khianat.  Mereka menginginkan hak-hak mereka setelah dirampas penguasa mereka.

Alhasil, kaum Muslim harus menolak ide-ide politik Barat seperti demokrasi dan kembali ke pemikiran politik Islam yang memberi kita pendekatan khusus untuk negara dan masyarakat yang sepenuhnya sesuai dengan fitrah manusia.

Sistem Khilafah Islam bukanlah demokrasi atau kediktatoran, bukan teokrasi atau oligopoli. Sistem Islam menghantarkan seorang penguasa laki-laki yang adil yang dipilih oleh umat Islam dan berjanji untuk menerapkan Islam dan mendakwahkannya ke seluruh dunia, menolak kompromi dan tunduk pada kepentingan pribadi atau elit.

Saat ini, Indonesia membutuhkan solusi sistem Khilafah untuk memulihkan stabilitas, pemerintahan yang baik dan implementasi Islam yang sesungguhnya. Penghapusan sistem sekular yang korup, yang didukung kolonialis perlu diberlakukan secara permanen. Dengan itu Indonesia dan dunia Muslim dapat menghapus kebijakan kolonial Barat dan kolonial Timur yang melumpuhkan negara-negara Muslim. Setelah ini, dunia Muslim akan memulai proses penyatuan alami di bawah sistem Islam dan sekali lagi menjadi pemimpin dunia seperti selama berabad-abad. [Umar Syarifudin]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 + 14 =

Back to top button