Afkar

Penunjuk dan Penentu Kebaikan Umat (2)

Islam sangat mendorong kita untuk mencari dan memiliki ilmu agar semua urusan dunia dan akhirat menjadi baik dan lurus. Tanpa ilmu, rusaklah seisi dunia sebab tidak terurus. Bahkan Allah SWT menjadikan ilmu sebagai ukuran ketakwaan, kemuliaan dan keutamaan. Sebab ilmu, Allah SWT mengutamakan anak cucu Adam atas seluruh isi alam semesta, memuliakan mereka atas semua makhluk-Nya seperti jin, malaikat dan setan. Karena itu Allah SWT mengagungkan dan memuliakan ulama di dalam sejumlah firman-Nya. Di antaranya:

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلۡعِلۡمِ قَآئِمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ  ١٨

Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS Ali Imran [3]: 18).

 

Di dalam ayat yang mulia ini, Allah SWT menyandingkan kesaksian ulama dengan kesaksian-Nya dan kesaksian para malaikat-Nya. Ini saja sudah cukup untuk menunjukkan keutamaan dan keistimewaan ulama daripada orang yang awam.

 

Peran dan Tangggung Jawab Besar Ulama 

Pertama: Memahami dan menghukumi realita berdasarkan hukum Allah, terlepas apakah hukum ini memuaskan atau membuat marah penguasa atau rakyat. Sebab semua itu untuk mencari kebaikannya, bukan kesengsaraannya; untuk kebangkitannya, bukan kemerosotannya. Hanya dengan syariah umat akan bangkit. Tanpa itu umat akan merosot.

Kedua: Menyampaikan nasihat dan mengatakan yang hak kepada para penguasa. Keberanian dan ketegasannya, serta tidak bergantung pada penguasa, akan mencegah ulama dari fitnah. Semua disampaikan dengan tujuan membimbing penguasa dengan hukum Islam. Jauh dari tujuan mencari muka dan menjilat. Senantiasa mengoreksi penguasa atas setiap pelanggaran terhadap hukum Islam, mengabaikan atau lengah terhadap hak-hak rakyat, atau membuat undang-undang yang membahayakan mereka dan rakyat. Ulama wajib berjuang menghilangkan dan memerangi semua bahaya, apakah itu karena ada keluhan dari rakyat atau tidak. Al-Quran telah memperingatkan para ulama yang meninggalkan peran besar mereka, dan mengikuti setan, hawa nafsu, dan bisikan (Lihat: QS al-A’raf [7]: 175).

Ketiga: Menyadarkan umat tentang hukum Islam dan membuat pasukan ulama yang dengan itu umat menjadi perkasa, tidak binasa. Mereka yang mengendalikan sikap dan peristiwa menghadapi setiap bencana yang menimpa diri mereka. Mereka adalah orang-orang yang dengannya fakta-fakta menjadi terang, dan persekongkolan menjadi terungkap. Mereka adalah para pengembala yang sadar akan tanggung jawabnya kepada umat. Dengan mereka digali hukum syariah yang sesuai dengan isu-isu baru, yang membuat umat terbimbing pada setiap kebaikan dan hukum-hukum Allah sehingga mereka memperoleh ridha-Nya. Itu semua tidak akan sempurna kecuali dengan menyadarkan umat melalui ceramah, pelajaran dan diskusi serta melakukan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Ulama merupakan lokomotif dan mesin utama untuk setiap perubahan pemikiran.

Keempat: Senantiasa mendorong penguasa kepada dakwah dan jihad. Keduanya akan mewujudkan tujuan besar dari risalah Islam  (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 143). Hal yang sama juga diserukan kepada masyarakat. Melawan rumor-rumor berbahaya dan ide-ide yang bertentangan dengan hukum Islam. Juga mendorong masyarakat dan tentara. Meyakinkan mereka untuk berdakwah dan berjihad dengan mengobarkan semangatnya.

Kelima: Berpegang pada perjanjian dan kesepakatan yang ditetapkan antara para ulama dan Allah seperti: menjelaskan hukum-hukum Allah dan menyebarkannya, tidak menyembunyikannya dan menolaknya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 42; QS al-Baqarah [2]: 79).

Keenam: Memahami realita politik, bangsa dan negara, juga kebijakannya, negara-negara yang bertikai dan memiliki perjanjian. Berusaha untuk mengungkap konspirasi dan intrik yang sedang dibuat untuk melawan umat dan berusaha untuk mengeksposnya. Tujuannya untuk menghancurkan proyek-proyek kaum kafir Barat serta membentengi umat dengan mengajarkan pemikiran, konsep, insiden dan analisis politik agar umat sadar dan tidak lengah.

Ketujuh: Berjuang untuk menyatukan umat pada proyek yang akan menyelamatkan mereka. Itulah proyek Khilafah Rasyidah. Tentu dengan menjelaskan ayat-ayat dan hadis yang menunjukkan kepada mereks beserta tafsir dan syarah-nya, serta membentuk opini umum yang berasal dari kesadaran umum. Dengan itu kesadaran ini akan memberikan tekanan pada negara ketika melanggar atau menyimpang dari proyek umat. Sebab kesadaran mereka merupakan katup pengaman negara dari terjatuh pada yang dilarang.

Umat, dengan berbagai partai, kelompok dan individunya, telah mencoba semua cara yang mereka yakini bisa membangkitkan dari setiap kemerosotan. Mencoba sistem demokrasi justru semakin merosot. Mencoba menjauhi politik, hanya fokus ibadah di masjid, dan menjauhi semua urusan kehidupan, juga gagal. Mencoba cara kekerasan dan aktivitas fisik, ini pun tidak berhasil. Mencoba konsentrasi dengan perkara sunnah hingga meninggalkan kewajiban besar, seperti penerapan Islam dan menegakkan Khilafah, sama sekali tidak mengubah keadaan. Mencoba sektarianisme justru jadi alat eksploitasi Barat untuk menghancurkan umat. Akibatnya, umat pecah jadi Sunni dan Syi’ah. Benarlah firman Allah SWT: Katakanlah: Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah. Aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik (TQS Yusuf [12]: 108. Lihat juga QS Thaha [20]: 124).

Dengan demikian tidak ada cara lain bagi partai, kelompok dan ulama kecuali kembali pada metode Nabi saw. dalam melakukan perubahan, konsisten dan berpegang teguh dengannya. Hanya itulah jalan keberhasilan.

Rasulullah saw. dan para Sahabatnya mendirikan kelompok dan partai.  Tidak cukup hanya mengubah para individunya. Bahkan partai ini bagaikan hati dan pikiran bagi tubuh. Keduanya saling membutuhkan. Dalam kelompok pola pikir (‘aqliyah)-nya dididik dengan tsaqafah Islam. Pola sikap (nafsiyah)-nya dikuatkan dengan ketaatan dan berbagai ibadah lainnya. Dengan itu lahirlah pribadi-pribadi Muslim unggulan dengan ‘aqliyah dan nafsiyah Islam, agar mereka mengemban agama ini kepada yang lainnya. Setelah mereka benar-benar berhasil mengemban dan menyebarkan Islam, maka Rasulullah meminta bantuan ahlul quwwah untuk memberikan perlindungan, yakni melindungi para sahabat dan partainya yang lemah dari penindasan kaum kafir, termasuk juga perlindungan atas penyampaian dakwah pada masyarakat. Jelas penyebaran Islam tidak dapat tanpa kekuatan ini. Kedua perkara terus berlanjut hingga berdiri negara yang menerapkan Islam. Negara ini membentuk entitas politik eksekutif terhadap hukum-hukum Islam, menerapkannya di dalam negeri, dan menyebarkannya ke luar negeri.

Jika Rasulullah saw. yang didukung dari langit saja masih mendirikan partai untuk menguatkan dakwahnya, maka bagaimana dengan para ulama yang ingin menyebarkan Islam, membongkar fakta dan konspirasi, menyerang akidah kufur yang kotor, dan mendorong umat untuk berjihad, mengatakan kebenaran, dan berjuang untuk membangkitkan umat, padahal itu aktivitas yang membuat umat diperangi oleh para penguasa antek, dan orang-orang bayarannya.

Untuk itu, para ulama wajib masuk atau mendirikan partai yang berusaha untuk mengubah dunia yang mengalami kemunduran dan diselimuti berbagai bencana dan musibah, sesuai syariah, dan berusaha membangkitkan-nya. Terutama kondisi kita saat ini, yang tidak ubahnya domba tersesat hingga mudah diterkam oleh serigala Barat kapan saja.

Karena alasan-alasan tersebut di atas, ilmu ini harus diwariskan kepada para ulama baru yang akan memperbaiki umat ini, menegakkan agamanya, memperbarui perjanjiannya dengan Allah, dan menyelesaikan misi para ulama pendahulunya. Dengan ilmu ini umat akan bangkit. Kebangkitan ini akan tetap bertahan dengan keberadaan para ulama.Sebaliknya, tanpa ulama kebangkitan tinggal angan saja.

Para nabi tidak mewarisi dirham dan dinar, melainkan ilmu, yang diwariskan oleh ulama ke ulama hingga kiamat. Sungguh, ilmu dan ulama ini yang menjamin kebangkitan umat serta mewujudkan proyek besarnya, yaitu tegaknya Khilafah Islam. Dengan tegaknya Khilafah ini umat akan kembali perkasa dan berjaya, yang menjamin keamanan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Para ulama bagaikan bintang-bintang yang memberi petunjuk dalam gelapnya malam. Tergelincirnya mereka adalah malapetaka. Lengah dan lalainya mereka adalah musibah. Sebab umat berjalan sesuai dengan mereka, baik melalui jalan lurus atau bengkok. Mereka sama halnya dengan kompas yang mengarahkan umat, bisa pada penyimpangan, pembantaian atau pembebasan.

Dengan para ulama ini umat menjadi lurus dan semua masalah menjadi baik. Sebaliknya, tanpa mereka umat akan binasa. Jika di tengah umat tiada ulama, maka dari mana umat mendapatkan petunjuk untuk berjalan? Tengoklah perkataan ulama agung Ahmad bin Hanbal ketika murid-muridnya meminta untuk melakukan taqiyah, beliau menolak keras dan berkata: “Jika ulama melakukan pembelaan dengan taqiyah, kapan kebenaran akan terungkap?!

Ulama yang benar tahu bahayanya tidak mengatakan kebenaran pada waktunya, dan tahu bahwa itu akan mencelakakan umat, dan mengebiri agama. Sebab hal itu akan membawa umat pada kesesatan dan hilangnya kebenaran. Sebaliknya, kerusakan akan menyebar, yang mengarah pada hilangnya hukum-hukum Allah.

Dengan para ulama yang memiliki dedikasi ini, pemikiran Islam yang lurus menyebar, dan konsep yang benar berlaku, sementara yang buruk dan salah hilang. Sungguh, dengan para ulama yang seperti ini, umat bergerak menuju pencapaian perubahan Islam dan menuju kebangkitan. Dengan itu umat didominasi oleh pemikiran dan opini umum tentang Islam yang berasal dari kesadaran umum. Mereka kemudian menuntut perubahan realitas, perubahan negara dengan semua komponennya, juga perubahan konstitusi yang berlaku. Lalu semua ini menjadi tekanan umum kepada otoritas penguasa yang tidak dapat mereka lawan. Sebab selain itu ada kesadaran ahlul quwwah dari kalangan militer dan suku-suku, yang terdorong untuk menolong agama dan umatnya, karena mereka telah puas dan yakin.

Ya, Sirah Nabi saw. yang harum semerbak menunjukkan bahwa agar Khilafah itu tegak perlu ada opini umum yang berasal dari kesadaran akan kekuasaan Islam. Perlu juga adanya ahlul quwwah. Bahkan setelah Khilafah tegak, serta Islam diterapkan dalam berbagai urusan kehidupan dan dalam semua aspeknya—dalam pemerintahan, ekonomi, peradilan, dan pendidikan, dll—masih juga dibutuhkan ilmu para ulama ini, nasihatnya kepada para penguasa, dan tugasnya terhadap perintah Allah. Oleh karena itu, wajib bagi para ulama yang ingin melahirkan kebangkitan, hal-hal berikut:

  1. Meluruskan niat dan ikhlas hanya karena Allah semata. Berkomitmen pada perjanjian (dengan Allah), sebab perjanjian pasti diminta pertanggungjawabannya.
  2. Menyebarkan pemikiran Islam. Mendidik umat dengan akidah Islam serta pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam yang terkait dengannya melalui kajian, ceramah, diskusi, seminar, dan majelis-majelis pertemuan. Menanamkan akidah tentang ajal, rezeki, qadha’ dan qadar yang semuanya dari Allah, dalam jiwa dan pikiran umat. Dengan itu ‘aqliyah (pola pikir) mereka tidak berdasarkan kepentingan, melainkan berdasarkan pada syariah semata.
  3. Menasihati para penguasa dan mendesak mereka agar berada dalam kebenaran, fokus pada penerapan Islam, penegakan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah, proyek konstitusi Khilafah yang diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Melawan penguasa yang zalim, agar aktivitasnya menjadi jihad terbesar.
  4. Mengungkap dan tidak diam dengan setiap konspirasi dan intrik yang datang dari Barat dan para anteknya, yang sengaja dirancang untuk melawan umat.
  5. Menyeru ahlul quwwah dari kalangan militer dan suku-suku, dan meminta mereka untuk berdiri bersama umat dan kebenaran, agar mendukung dan mengambilnya dengan kuat, serta mendorongnya agar meneladani Sa’ad bin Mu’adz, yang kematianya membuat arasy Allah SWT berguncang. Mendorong mereka untuk menyingkirkan para penguasa, lalu menggantinya dengan mendirikan Negara Islam, dan mengangkat khalifah yang akan memerintah berdasarkan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sungguh umat sangat merindukan kembalinya Islam dan menolongnya.
  6. Mencetak para ulama dan mewariskan ilmu kepada mereka sehingga mereka dapat membantu menyebarkan Islam.
  7. Memasukkan para ulama yang mukhlis ke dalam jamaah Islam, yang telah mendedikasikan dirinya untuk menegakkan agama sesuai metode Rasulullah saw. Sebab menegakkan agama hanya bisa dengan partai atau jamaah dan para ulama berada di dalamnya.

 

[Muhammad Bajuri – Abdurrahman al-Amiry, Al-Waie Arab, edisi: 398, Tahun XXXIV, Shafar 1441 H./November 2019 M.]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine + nine =

Back to top button