Terus Suarakan Pembebasan Palestina!
Hari-hari terakhir dalam kehidupan Yazan Kafarneh begitu memilukan. Anak usia sepuluh tahun penderita cerebal palsy itu bak kerangka hidup. Lekukan tulang tengkoraknya begitu terlihat jelas dalam balutan kulit putihnya yang pucat. Daging di sekujur tubuhnya telah mengecil dan menyusut. Berminggu-minggu tak ada asupan gizi yang layak bagi anak itu untuk mempertahankan tubuhnya. Bocah malang itu akhirnya tak berumur panjang. Ia meninggal dalam kelaparan yang menyiksa.
Foto-foto Yazan Kafarneh sebelum meninggal segera tersebar di banyak akun media sosial dari seluruh dunia. Para pemilik akun itu ingin menunjukkan derita warga Gaza. Khususnya kondisi anak-anak Gaza akibat blokade bantuan pangan dan obat-obatan. Netizen ingin menggedor pintu negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman yang masih terus men-support tindakan negara zionis melakukan genosida di Jalur Gaza. Netizen meminta mereka untuk menghentikan bantuan pada entitas Yahudi di Palestina dan menghukum negara zionis tersebut.
Banyak orang di seluruh dunia sudah muak dengan kekejaman zionis Yahudi. Warga di Amerika marah karena merasa pajak mereka disalahgunakan pemerintah Biden untuk membayar operasi kejam genosida di Gaza. Sejumlah aktivisi kemanusiaan menghadang para anggota Kongres, terutama yang dikenal dekat dengan AIPAC (American Israel Public Affairs Committee/Komite Urusan Publik Israel Amerika. AIPAC adalah organisasi lobi yang mengadvokasi kebijakan-kebijakan pro-Israel pada cabang-cabang legislatif dan eksekutif AS. AIPAC menggambarkan dirinya sebagai organisasi bipartisan. Rancangan undang-undang yang dilobi di Kongres selalu disponsori bersama oleh Partai Demokrat dan Partai Republik.
Nazisme dan Genosida
Para pendukung zionis Yahudi sering menjadikan cerita holocaust sebagai cara menarik simpati dunia untuk terus mendukung mereka. Mereka memunculkan opini antisemitisme atau kebencian terhadap kaum Yahudi. Kaum zionis ingin dunia terus merasa kasihan atas derita sejarah yang dialami kaum Yahudi. Cara itu juga mereka pakai untuk membenarkan agresi militer terhadap penduduk Palestina. Frase ’self defends’ dari serangan kaum teroris dan kelompok antisemit menjadi jualan kaum zionis terhadap dunia.
Namun, hari ini dunia melihat tindakan entitas Yahudi mengimitasi holocaust ala Nazi Hitler terhadap warga Palestina, khususnya di Jalur Gaza. Memang, tidak ada kamar gas yang mematikan. Namun, serangan bom yang brutal dari berbagai artileri adalah holocaust nyata buatan zionis Yahudi.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan dalam waktu lima bulan sejak aksi Hamas pada tanggal 7 Oktober tahun lalu. Jumlah korban tewas dari pihak Palestina sudah tembus angka di atas 30 ribu jiwa. Angka ini bisa terus bertambah karena banyak korban masih terkubur reruntuhan.
Siapapun yang masih berakal sehat akan melihat taktik yang digunakan zionis Yahudi terhadap penduduk Gaza mengarah pada genosida alias pemusnakan massal, atau juga ethnic cleansing (pembersihan etnis). Entitas Yahudi mengarahkan serangan militernya untuk membersihkan Jalur Gaza dari penduduk asli.
Negara-negara Barat seperti Presiden AS Joe Biden atau PM Kanada Justin Trudeau menolak tuduhan bahwa telah terjadi tindakan genosida oleh pihak zionis. Namun, banyak bukti kuat menunjukkan bahwa yang terjadi di Gaza adalah tindakan pemusnahan massal penduduknya.
Pertama: Ada seruan dari para rabi Yahudi dan sejumlah pejabat pemerintahan zionis untuk melakukan pembunuhan terhadp setiap warga Gaza, termasuk ibu-ibu dan anak-anak. Pada bulan Maret Kepala Lembaga Keagamaan Yeshiva “Shirat Moshe” di Jaffa, Rabbi Eliyahu Mali, meminta murid-muridnya yang bertugas di Pasukan Pendudukan Israel (IDF) untuk membunuh semua orang di Gaza. Ia menyatakan, “Menurut hukum Yahudi, semua penduduk Gaza harus dibunuh. Pembunuhan massal warga Palestina di Jalur Gaza diizinkan berdasarkan prinsip halakhic (Halakha),” tambahnya. Mali juga menjawab tidak pandang apakah korban itu bayi dan lansia sama saja.
Kedua: Militer Yahudi membunuhi siapa saja dari kalangan penduduk Gaza; anak-anak dan kaum perempuan, lansia. Sejumlah video yang terekam memperlihatkan seorang ibu dan anaknya yang masih kecil menjadi sasaran sniper zionis. Dalam video lain empat orang anak muda yang sedang berjalan dan terlihat tanpa senjata menemui ajal dengan cara dibombardir oleh militer zionis.
Serangan artileri juga sengaja diarahkan pada kerumunan warga seperti yang sedang antri makanan di toko roti, menunggu bantuan truk makanan, dan sebagainya. Ini menandakan bahwa zionis Yahudi menargetkan ethnic cleansing, pembersihan Jalur Gaza dari penduduknya.
Ketiga: Militer zionis juga menggunakan senjata berat bahkan terlarang dalam berbagai serangan ke Jalur Gaza. Dengan begitu jumlah korban yang jatuh menjadi masif dan memberikan daya rusak berat pada berbagai bangunan di kawasan Gaza. Di bagian utara Jalur Gaza hanya tersisa 25 persen bangunan dan membuat ribuan warganya mengungsi.
Dilansir oleh Kantor Berita Anadolu Ajans yang bermarkas di Turki, sejumlah pihak Tentara Israel telah menjatuhkan 18.000 ton bom di Jalur Gaza sejak 7 Oktober. Bom-bom itu disebut lebih dahsyat dibandingkan dengan ’Bom Hirosima’. Seorang pejabat di kantong yang dikepung menyebut bom yang dijatukan sekitar 1,5 kali lipat kekuatan ledakan bom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada Perang Dunia II. Militer zionis juga menggunakan bom fosfor putih yang sebenarnya telah dilarang penggunaannya oleh PBB karena efek merusak korban yang mengerikan.
Keempat: Target pemusnahan massal makin terlihat dengan taktik zionis menghancurkan fasilitas kesehatan, seperti klinik dan rumah sakit, termasuk membunuhi dokter dan tenaga medis. PBB melaporkan pasukan Yahudi telah menghantam 94 fasilitas kesehatan, termasuk 79 ambulan, serta menghancurkan 26 dari 36 rumah sakit di Gaza. MER-C Indonesia melaporkan hanya 10% fasilitas kesehatan yang masih bisa beroperasi di sana. Sejumlah pasien meninggal karena ketiadaan faskes dan obat-obatan. Beberapa operasi dilakukan tanpa anestesi.
Kelima: Zionis menggunakan taktik menciptakan kelaparan massal di kawasan Gaza. Mereka memblokade dan menyerang berbagai kiriman bantuan ke Gaza. Akibatnya, warga Gaza kehilangan akses listrik, air bersih, makanan dan obat-obatan. Beberapa akun media sosial melaporkan bahwa tidak sedikit warga terpaksa mengkonsumsi rumput untuk bertahan hidup. Cara ini akan membunuh warga Gaza secara perlahan. Sekarang ada 800 ribu warga Gaza terancam kelaparan. Sudah ada 30 anak yang meninggal karena kelaparan hebat.
Apa yang dilakukan zionis Yahudi adalah praktik Nazisme. Memusnahkan satu kaum dengan cara barbar. Tidak ada bedanya Netanyahu dengan Hitler. Para rabi beserta komandan IDF adalah perwira-perwira SS yang mengeksekusi warga Gaza tanpa belas kasihan.
Berharap Pada Barat?
Krisis yang terjadi di Gaza membuat sebagian besar Muslim ambigu dalam bersikap. Di satu sisi mereka begitu marah kepada entitas Yahudi dan iba luar biasa pada warga Gaza. Namun, di sisi lain ada sebagian dari umat masih berharap negara-negara Barat, juga institusi internasional seperti PBB dan International Court of Justice (ICJ), bisa menghentikan kekejaman zionis Yahudi. Ada juga sebagian dari mereka yang masih berharap para penguasa Arab dan Dunia Islam bisa turun tangan menghentikan agresi brutal terhadap Muslim Gaza.
Sikap ambigu ini muncul karena ketidakjernihan melihat krisis Gaza dan Palestina. Terlihat dari masih adanya seruan pengakuan dua negara dalam satu wilayah (two states solution). Juga ketidakcermatan dalam melihat posisi negara-negara Barat serta semua institusi internasional bentukan Barat. Yang paling pokok adalah kekeliruan memandang krisis Gaza dari sudut pandang hukum syariah.
Seharusnya krisis besar di Gaza, bahkan sejak pendudukan Palestina oleh entitas Yahudi, menyadarkan umat bahwa semua telah dirancang dengan detil oleh Barat. Inggris sebagai bidan yang melahirkan negara zionis dan meruntuhkan perisai pelindung umat, Khilafah Islamiyah, telah meninggalkan serangkaian rancangan politik yang busuk di Dunia Islam.
Krisis ini harusnya membangunkan umat dari tidur mereka bahwa tidak mungkin—bahkan haram hukumnya—menyandarkan nasib mereka pada negara-negara Barat. Faktanya, negara-negara Barat adalah pihak yang mensponsori pembantaian Muslim Gaza. Agresi brutal zionis didanai oleh mereka dan dipersenjatai oleh senjata buatan mereka. Di tengah genosida yang begitu vulgar di depan mata, pemerintah AS menyetujui bantuan militer sebesar Rp 225 T untuk negara zionis. Militer Yahudi juga terbukti menggunakan bom berjenis Joint Direct Attack Munitions (JDAM) buatan perusahaan senjata Boeing asal AS.
Kekejaman di Gaza juga semakin membuka sikap hipokrit negara-negara Barat. Mereka merespon keras serangan Rusia ke Ukraina. Mereka bahkan menggelontorkan bantuan uang, senjata dan pasukan untuk Zelensky. Semua itu dengan alasan untuk membela diri. Namun, mereka membiarkan warga Gaza dihancurkan oleh mesin perang yang justru datang dari Barat.
Sejumlah negara Barat seperti AS, Inggris dan Kanada—setidaknya 18 negara bersama Uni Eropa—menyetop bantuan keuangan untuk Badan Bantuan PBB untuk pengungsi Palestina atau United Nations Relief and Work Agency for Palestine Refugees in Near East (UNRWA). Negara donatur itu menerima begitu saja tuduhan militer zionis bahwa sejumlah staf UNWRA terlibat kelompok ‘teroris’ Hamas. Tudingan ini tentu tidak masuk akal.
PBB, melalui Sekjen Antonio Guterres, sudah angkat tangan. Ia menyatakan PBB tidak sanggup menghentikan agresi entitas Yahudi dan menyerukan kepada mereka “yang berkuasa untuk melakukan hal itu.”
Sementara itu, para penguasa Arab dan Dunia Islam hanyalah macan podium. Bahkan sebagian terang-terangan menempatkan diri mereka sebagai anjing-anjing penjaga kepentingan AS dan negara zionis. Sejumlah penguasa Muslim masih terus menjalin kerjasama dan hubungan perdagangan dengan negara Yahudi. Erdogan, yang sering dihormati sebagai pemimpin Muslim berintegritas, faktanya tidak pernah menghentikan kebijakan perdagangan negaranya dengan negara Yahudi. Bahkan menurut data dari Turkish Statistical Insitute (TUIK) pada bulan Januari 2024, Turki menjual persenjataan ke negara zionis seperti; mesiu, bahan peledak, zat-zat mudah terbakar, amunisi, persenjataan dan suku cadangnya. Bukankah ini juga pengkhianatan besar terhadap Muslim Gaza?
Militer dan Khilafah
Tidak ada solusi yang tepat dan selaras dengan hukum syariah untuk menyelesaikan krisis Gaza melainkan dengan mengirimkan pasukan militer untuk mengenyahkan agresi kaum zionis. Hukum syariah tentang hal ini telah jelas. Gaza membutuhkan operasi militer, bukan sekadar bantuan logistik, termasuk pangan dan obat-obatan. Serangan militer tidak bisa dilawan dengan gandum dan minyak samin, tetapi harus dengan kekuatan militer pula. Allah SWT telah berfirman:
وَقَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ ١٩٠
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS al-Baqarah [2]: 190).
Selain itu, semua bentuk kerjasama dengan negara zionis harus dihentikan. Termasuk menghadang jalur udara, darat dan laut yang menjadi jalur transportasi menuju dan dari negara Yahudi tersebut. Faktanya, negara zionis adalah negara lemah yang amat bergantung pada pasokan dari negara-negara tetangganya. Memutus semua bentuk hubungan perdagangan dan jalur transportasi akan mengisolasi negara zionis dan membuat mereka kehilangan pasokan pendukungnya.
Akan tetapi, semua itu tidak mungkin bisa dilakukan oleh tangan kotor para penguasa Muslim hari ini yang berlumuran darah umat. Tidak mungkin para penguasa boneka itu melawan dalang yang menggerakkan dan yang memberi mereka kekuasaan. Para penguasa itu berdiri di atas kekuasaan semu tanpa dukungan rakyat.
Umat membutuhkan institusi yang bersih dari intervensi asing. Itulah institusi dan kepemimpinan yang berkhidmat pada umat atas titah Allah SWT dengan melaksanakan hukum syariah. Itulah Khilafah Islamiyah yang wajib ditegakkan oleh umat. Eksistensi Khilafah, bahkan pada masa kemundurannya, terbukti masih mampu melindungi tanah dan warga Palestina. Apalagi jika berdiri dengan kekuatan penuh, Khilafah akan menjadi perisai yang kuat sebagai pelindung umat.
Ketika sebagian Muslim skeptis dengan Khilafah, justru umat harus semakin terbuka dan tersadarkan bahwa seluruh krisis yang terjadi pangkalnya adalah karena hilangnya pelindung umat ini. Tidak ada kepemimpinan dan institusi yang sanggup melawan dan mengusir berbagai agresi militer terhadap negeri-negeri Muslim selain Khilafah.
Negara zionis bisa eksis karena dilindungi oleh negara-negara Barat. Umat pun butuh pelindung yang jauh lebih kuat dan sudah ditetapkan oleh syariah. Tidak ada alasan mencari solusi krisis Gaza pada negara-negara Barat, PBB, ataupun para pemimpin Arab dan Dunia Islam. Umat harus independen dengan kekuasaan yang sah secara hukum syariah. Itulah Khilafah.
WalLaahu ta’ala a’lam bi ash-shawaab. [Iwan Januar]