Dari Redaksi

Al-Quran: Landasan Konstitusi Bernegara

Bulan Ramadhan memang sudah berlalu. Namun, ada keberkahan yang sangat penting dan tak boleh kita lupakan. Pada bulan Ramadhan Allah SWT menurunkan al-Quran. Ini pulalah yang membuat bulan Ramadhan makin istimewa.

Al-Quran menjadi istimewa dan berkah bagi kita. Ini karena al-Quran diturunkan Allah SWT untuk menjadi pedoman hidup manusia (hudallinnaas) dan pembeda antara yang haq dan yang batil (alFurqaan). Tentu ia menjadi pedoman hidup dalam seluruh aspek kehidupan kita, individu, keluarga, masyarakat, hingga bernegara. Inilah yang disebut ketakwaan totalitas yang dituntut dalam Islam, yakni ketaatan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bernegara.

Pentingnya negara tidak lagi diragukan. Negaralah yang punya otoritas (kekuasaan)  untuk menerapkan hukum. Negara adalah institusi politik legal untuk menerapkan hukum. Dalam Islam, negara juga sangat dibutuhkan. Islam dan negara tidak bisa dipisahkan. Bagaikan saudara kembar. Al-Quran ini memerlukan kembaran (pasangan) agar dapat teramalkan sebagai petunjuk bagi manusia, yaitu kekuasaan (as-sulthaan). Inilah pengertian kekuasaan (as-sulthan) atau pemerintahan (al-hukmu/al-mulku). Demikian sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Abdul Qadim Zallum:  “(Kata) al-hukmu, al-mulku dan as-sulthân mempunyai pengertian yang sama (kekuasaan/pemerintahan). Maknanya adalah otoritas (kewenangan) untuk melaksanakan hukum (peraturan) atau merupakan aktivitas kepemimpinan yang diwajibkan oleh syariah atas kaum Muslim.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fii al-Islâm).

Hubungan erat kekuasaan (negara) dengan al-Quran (agama) telah dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Al-Iqtishâd fi al-Itiqâd, “Agama dan kekuasaan seperti dua saudara kembar. Agama adalah asas dan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak mempunyai asas akan runtuh. Apa saja yang tidak mempunyai penjaga akan hilang.” (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fii al-Itiqâd, hlm. 292-293).

Rasulullah saw. tentu tahu persis tentang pentingnya kekuasaan ini. Maka dari itu, sebelum hijrah beliau pernah berdoa kepada Allah SWT agar diberi kekuasaan yang menolong agama Islam (sulthânan nashîrâ). Allah SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad), Tuhanku, masukkan aku (ke tempat dan keadaan apa saja) dengan cara yang benar, keluarkan (pula) aku dengan cara yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong (sulthânan nashîrâ). (QS al-Isra` [17]: 80).

Pentingnya kekuasaan yang menolong ini (sulthânan nashîrâ), sebagaimana dinukil dalam kitab Tafsiir Ibnu Katsiir, dinyatakan oleh Imam Qatadah berkata, “Nabiyullah saw. telah memahami bahwa beliau tidak mempunyai kemampuan menegakkan urusan ini (agama Islam) kecuali dengan kekuasaan (yang menolong). Karena itu beliau kemudian memohon kepada Allah kekuasaan yang menolong itu, yakni yang menolong Kitabullah, hudûd-Nya dan penegakan agama-Nya.” (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Quraan al-Azhiim, 9/67).

Dengan kekuasaan (as-sulthaan) akan dapat dicegah apa yang tidak dapat dicegah oleh al-Quran. Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan ra. (w. 35 H/656 M) telah berkata, “Sungguh Allah bisa mencegah dengan kekuasaan apa yang tidak bisa dicegah dengan al-Quran.” (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Quraan al-Azhiim, 9/67).

Sebagai contoh, ada orang yang tercegah dari zina dengan al-Quran (karena imannya). Namun, ada yang tidak tercegah dengan al-Quran, melainkan dengan kekuasaan Islam yang menerapkan hukuman cambuk bagi pezina ghayru muhshan atau hukuman rajam pagi pezina muhshan.

Namun, Rasulullah saw. mengingingatkan kepada kita, bahwa satu saat kekuasaan itu bisa terpisah dari al-Quran. Sabda beliau, Perhatikanlah, sungguh al-Kitab (al-Quran) dan kekuasaan akan berpisah. Karena itu (jika itu terjadi) janganlah kalian berpisah dari al-Quran. (HR ath-Thabarani, Al-Mujam al-Kabîr, 20/90; Al-Mujam ash-Shaghîr, 2/42; Musnad Syâmiyyîn, 1/379).

Dalam kondisi seperti ini kita tetap diperintahkan untuk berpegang teguh dengan al-Quran.  Inilah realita pahit yang sekarang ini sedang dihadapi oleh umat. Kekuasaan yang ada di negeri-negeri Islam tidak lagi digunakan untuk menerapkan Islam, menjaga agama dan mengurus urusan rakyat dengan syariah. Kekuasaan telah tersekulerisasi, dijadikan untuk menerapkan hukum-hukum kufur. Puncak terpisahnya kekuasaan ini dari al-Quran adalah saat Mustafa Kamal bekerjasama dengan Inggris membubarkan Khilafah Islamiyah pada tahun 1924.

Sejak saat itu penderitaan di tengah-tengah umat semakin bertambah-tambah. Negeri-negeri Islam yang tadinya merupakan negara yang satu, kokoh bahkan menjadi negara adidaya dunia dengan sistem Khilafah alaa Minhaj an-nubuwwah, kemudian terpecah-belah di atas konsepsi nation-state (negara-bangsa) yang direkayasa dan dipaksakan oleh Barat. Jadilah umat Islam menjadi lemah. Ditambah lagi dengan kendali kuat Barat kafir penjajah atas para penguasa negeri-negeri Islam yang menghamba kepada Barat, kekayaan negeri Islam dirampok. Tragis. Negeri Islam yang kaya, namun penduduknya banyak yang melarat.

Tidak hanya itu, nyawa kaum Muslim pun menjadi sangat murah, tak berharga. Seperti yang dipertontonkan Barat dengan gamblang dengan dukungan mereka terhadap genosida umat Islam di Palestina. Lebih dari 30 ribu yang terbunuh syahid fi sabilillah. Yang lainnya hidup dalam kondisi yang sangat menyedihkan, kelaparan dan terancam nyawanya. Sementara itu, para penguasa negeri Islam, tidak melakukan tindakan nyata yang bisa menghentikan kekejaman entitas penjajah Yahudi ini.

Namun demikian, semua ini tidak boleh membuat umat Islam putus asa akan pertolongan Allah SWT. Kekejaman yang dilakukan negara kafir imperialis dengan bantuan pengkhianatan para penguasa negeri Islam, sungguh menjadi pertanda akan semakin dekatnya kejatuhan mereka. Umat Islam dengan gamblang melihat bagaimana pengkhianatan penguasa mereka; juga bagaimana kebiadaban Barat dengan sistem internasional mereka yang penuh dengan kepalsuan. Umat juga semakin sadar, keterpecahbelahan mereka menjadi negara-bangsa telah melemahkan umat ini. Muncul keinginan yang kuat untuk bersatu di bawah naungan Khilafah alaa minhaaj an-Nubuwwah.

Ini tidak akan bisa dibendung oleh siapapun karena merupakan janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah saw. akan kembalinya Khilafah alaa minhaaj an-Nubuwwah. Khilafah inilah yang akan kembali mempersatukan al-Quran dan Negara atau al-Quran dan kekuasaan. Dengan itu al-Quran benar-benar menjadi pedoman hidup dan landasan bernegara. Negara Khilafah alaa minhaaj an-Nubuwwah inilah yang akan menjadi junnah (perisai) umat, membebaskan negeri-negeri Islam yang ditindas, termasuk Palestina. [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − four =

Back to top button