Dari Redaksi

Idul Fitri Tanpa Khilafah

AlhamdulilLâhir Rabbil ‘âlamîn. Kita baru saja selesai melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan. Setelah itu kita berbahagia menyambut Idul Fitri 1440 H. TaqabbalalLâhu minnâ wa minkum shiyâmana wa shiyâmakum.

Idul Fitri tentu membahagiakan kita. Namun, tak berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, nasib umat Islam masih saja menyedihkan. Apa penyebabnya? Karena kita mengabaikan firman  Allah SWT (yang artinya): Jika kalian berselisih tentang suatu perkara, hendaklah kalian mengembalikan perkara itu kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir (TQS an-Nisa’ [4]: 59).

Sebagian besar ulama tafsir, seperti Imam ath-Thabari, menjelaskan makna kembali kepada Allah dan Rasul adalah kembali pada al-Quran dan as-Sunnah. Imam Ibnu Katsir rahimahulLâh bahkan menegaskan bahwa siapa saja yang tidak berhukum pada al-Quran dan as-Sunnah pada hakikatnya dia bukanlah orang yang benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir.

Untuk menerapkan al-Quran dan as-Sunnah ini, kaum Muslim membutuhkan keberadaan institusi politik Islam. Itulah Khilafah Islam yang menerapkan seluruh syariah Islam. Tanpa Khilafah umat Islam mustahil secara kâffah (totalitas) menerapkan seluruh syariah Islam. Sekali lagi, inilah pangkal utama masalah umat Islam, yaitu ketiadaan Khilafah Islam di tengah-tengah umat.

Tanpa Khilafah, umat Islam pun tidak memiliki pelindung. Pasalnya, salah satu kewajiban utama Khalifah adalah melindungi umat. Nabi saw. pernah bersabda, “Sungguh Imam (Khalifah) itu adalah perisai. Umat diperangi dengan berlindung belakangnya dan akan dijaga oleh dirinya.” (HR Muslim).

Lihatlah, tanpa Khilafah sebagai pelindung, darah umat Islam yang mulia ini terus tertumpah di mana-mana. Nyawa umat Islam demikian murah di hadapan musuh-musuh Allah. Jerit-tangis anak-anak dan para ibu masih terdengar menyayat hati; di Suriah, Palestina, Irak, Pakistan, Myanmar dan tempat-tempat lain. Jeritan kesedihan karena ditinggal orang-orang yang mereka cintai. Jeritan harapan agar ada penolong yang menyelamatkan diri mereka yang dizalimi. Namun, tak ada yang menolong. Tanpa Khilafah, pada bulan Ramadhan yang penuh berkah, Zionis Yahudi kembali menyerang Jalur Gaza dengan jet-jet tempurnya. Serangan itu meluluhlantakkan gedung-gedung serta melukai dan membunuh umat Islam. Mereka sebelumnya juga menculik dan membakar para pemuda Palestina.

Idul Fitri tanpa Khilafah, kebahagian umat Islam tidak sempurna. Tanpa Khilafah tak ada yang melindungi akidah umat dari serangan musuh-musuh Islam. Mereka secara sistematis dan gencar menyerang akidah anak-anak kita. Lewat kurikulum pendidikan, media massa dan sarana hiburan, mereka menanamkan pada diri anak-anak umat ini doktrin-doktrin kufur seperti sekularisme, liberalisme (kebebasan) dan pluralisme. Tujuannya adalah menyesatkan umat Islam dan menjauhkan dari Islam. Alih-alih menjadi pelindung, penguasa sekular justru mempermudah serangan ini.

Tanpa Khilafah kehormatan umat dan agama ini tak ada yang melindungi. Penghinaan terhadap ajaran Islam terus berulang.  Tanpa Khilafah umat Islam tak bisa benar-benar mewujudkan ketakwaannya secara totalitas. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk berhukum hanya pada syariah-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.

Tanpa Khilafah, kita hidup tanpa pemimpin yang adil. Tanpa Khilafah, pemimpin yang terpilih melalui sistem demokrasi adalah pemimpin yang berhukum pada hukum jahiliah. Tidak menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem sekular hanya akan memunculkan pemimpin yang suka berdusta bahkan mengancam kehidupan rakyat. Abu Hisyam as-Silmi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, tetapi pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, membenarkan kebohongan mereka dan memberi mereka hak yang mereka senangi.” (HR ath-Thabarani).

Tanpa Khilafah pemimpin yang muncul di tengah umat Islam adalah pemimpin ruwaybi-dhah; pemimpin pengkhianat dan bodoh yang berbicara tentang urusan umat. Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan; pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR Ibnu Majah).

Tanpa Khilafah, kezaliman terhadap umat akan terus berulang. Ini berarti, hanya dengan Khilafah kezaliman ini bisa dihentikan. Khilafah akan menggerakkan tentara-tentara Islam—bersama-sama umat Islam—dari berbagai kawasan negeri Islam untuk membebaskan al-Quds dari zionis Israel.

Setelah melihat apa yang menimpa umat ini, sudah seharusnya kita berpikir untuk bersungguh-sungguh memperjuangkan Khilafah Islam. Khilafah yang akan sungguh-sungguh memperhatikan, melindungi dan menjaga umat dengan menerapkan syariah Islam.  Khilafah tak akan membiarkan darah umat Islam tertumpah walaupun setetes. Dengan kekuatan politik dan militer yang dimiliki, musuh-musuh Allah SWT tak akan lagi berani menganiaya umat Islam. Hal ini bukan perkara omong-kosong. Secara historis terbukti, lebih dari 1300 tahun Khilafah amat disegani dan ditakuti oleh musuh-musuh Islam.

Saat Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau mampu menghinakan Yahudi Bani Qainuqa dengan mengepung dan mengusir mereka dari Madinah. Pasalnya, bangsa Yahudi ini telah melecehkan seorang Muslimah dan membunuh Muslim yang membela dia. Rasulullah juga menghukum mati laki-laki yang sudah balig dari kalangan Yahudi Bani Quraizhah. Lagi-lagi karena mereka berkhianat saat bekerjasama dengan pasukan koalisi kafir menyerang negara Islam.

Tindakan tegas Rasullullah saw. ini diikuti oleh Khalifah al-Mu’tashim Billah saat membebaskan Muslimah yang dinodai pasukan adidaya Romawi di daerah Amuriyah.

Peristiwa ini diikuti oleh Panglima Perang Saifuddin Qutuz saat mengalahkan pasukan Tartar dalam Perang ‘Ain Jalut pada bulan Ramadhan 658 H. Mereka mengalahkan pasukan bengis yang dalam invasinya telah membunuh lebih dari 1,5 juta umat Islam.

Hal yang sama dilakukan Muhammad bin Qasim saat membebaskan wanita yang ditawan Raja Sindh. Berdasarkan mandat Khalifah, Muhammad bin Qasim mengirim tentara kaum Muslim. Tentara Islam ini mengguncang tahta Raja Sindh, membebaskan para perempuan yang ditahan, menaklukkan Sindh dan India serta menyinari negeri itu dengan Islam. Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eleven + 5 =

Back to top button