Dunia Islam

Di Balik KTT Arab-Cina di Riyadh

Pada 9 Desember 2022, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengadakan KTT Tiongkok-Arab di Riyadh. KTT dihadiri 30 pemimpin negara dan organisasi internasional. Tampaknya Cina sedang berusaha memperkuat kehadiran internasionalnya untuk menjadi negara yang berpengaruh secara global. Cina juga berusaha meningkatkan perdagangannya. Ini karena pertukaran perdagangan dengan negara-negara Arab mencapai 330 miliar dolar pada tahun 2021. Jika kita menambahkan negeri-negeri Islam maka jumlahnya akan berlipat ganda. Ini membuat Cina tidak lagi membutuhkan Barat. Cina ingin mempertahankan masalah internalnya dan memastikan rezim Arab tetap diam terhadap tindakan sewenang-wenangnya terhadap Muslim Uighur.

Oleh karena itu, pernyataan bersama dari KTT tersebut mengungkap hal-hal sebagai berikut:

Pertama, memperkuat kemitraan strategis antara negara-negara Arab dan Tiongkok; bekerja untuk memperdalam kerjasama Arab-Tiongkok di berbagai bidang; menghormati kedaulatan negara; tidak menggunakan kekerasan atau ancaman; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara; bekerja untuk menjaga hubungan internasional-ketertiban berdasarkan hukum internasional; memperkuat prinsip-prinsip kerjasama, solidaritas dan keadilan internasional.

Negara-negara Arab berkomitmen terhadap prinsip satu Cina dan mendukung upaya Cina untuk menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya, bahwa Taiwan adalah bagian integral darinya. Negara-negara Arab juga mendukung Cina dalam masalah Hong Kong dan pertahankan keamanan nasionalnya, juga menghargai upaya penting yang dilakukan untuk menjaga kelompok minoritas di pihak Arab dan Cina.

Di sini Cina menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ia ingin negara-negara Arab mendukung dirinya dalam masalah-masalah internalnya, juga dalam penghancurannya terhadap kaum Muslim, yang dimasukkan atas nama (minoritas). Dengan itu Cina mendapat dukungan negara-negara Arab atas tindakan sewenang-wenangnya terhadap kaum Muslim. Cina menyamakan subjek etnis yang tertindas di dalamnya, khususnya kaum Muslim, dengan apa yang ada di negara-negara Arab. Padahal kita semua tahu bahwa tidak ada masalah etnis di negara-negara Arab. Mereka tidak ada yang dianiaya karena mereka adalah bagian dari umat Islam.

Dengan demikian Cina menjadikan kemitraan strategis dan kerjasama dengan negara-negara Arab sebagai dalih untuk memastikan diamnya mereka. Saat yang sama, Cina terus menganiaya kaum Muslim. Cina pun terus berusaha memperkuat kehadiran internasionalnya.

Kedua, menekankan sentralitas masalah Palestina ke Timur Tengah; menemukan solusi yang adil dan abadi berdasarkan solusi dua negara; serta upaya regional dan internasional bersama untuk menemukan solusi politik atas krisis regional sesuai dengan legitimasi internasional, terutama di Suriah, Libya dan Yaman; juga perlunya tindakan bersama untuk menghadapi organisasi teroris dan ekstremis yang beroperasi di wilayahnya, termasuk mendukung upaya Libanon, Somalia dan Sudan dalam melakukan upaya untuk mencapai keamanan, stabilitas, pembangunan dan kemakmuran, serta memerangi terorisme.

Dalam hal ini, Cina sebenarnya tampak jelas ingin memainkan peran dalam masalah Kawasan. Karena itu ketika mengatakan legitimasi internasional, ia menerima solusi Barat dan tidak mengusulkan solusi lain. Cina berbicara tentang solusi dua negara Amerika, yang seolah-olah Cina dapat melakukan sesuatu untuk mencapai itu. Ini karena Cina ingin memasuki garis untuk menjadi negara berpengaruh dengan dalih mencari solusi politik untuk krisis kawasan. Cina berfokus pada upaya memerangi terorisme dan gerakan ekstremis di lebih dari satu poin dalam pernyataan itu. Artinya, Cina memerangi Islam dan kelompok Islam. Ini kemudian itu dijadikan alasan oleh Cina untuk memerangi kaum Muslim Uyghur. Dengan demikian negara-negara Arab ikut terlibat dalam hal itu, sebab mereka tidak peduli dengan Islam dan kaum Muslim.

Ketiga, bekerja dengan segala upaya untuk membangun masyarakat Arab-Cina demi masa depan bersama menuju era baru, dan mendukung terwujudnya kebangkitan bangsa mereka masing-masing.

Apakah mungkin membangun masyarakat Arab-Cina, sementara sistem, pemikiran dan perasaannya berbeda, dan masyarakat Arab hampir semuanya Muslim?! Kebangkitan umat Islam hanya dapat dicapai dengan penerapan ideologi Islam yang diyakini dalam sebuah negara. Sebaliknya, Cina menerapkan Komunismenya dalam pemerintahan dan politik dalam negerinya. Rakyatnya yang non-komunis diperintah dengan besi dan api (penganiayaan dan penekanan), tetapi dalam ekonomi dan kebijakan luar negerinya, Cina berjalan sesuai Kapitalisme.

Keempat, melanjutkan konsultasi politik dan dukungan antara kedua belah pihak mengenai isu-isu yang terkait dengan kepentingan inti mereka; memperkuat solidaritas di antara mereka di forum internasional tentang isu-isu yang menjadi perhatian bersama; dan berpartisipasi dalam implementasi Belt and Road Initiative.

Jadi, Cina sedang berusaha menyeret negara-negara Arab agar berjalan bersama dirinya atas nama konsultasi dan solidaritas, untuk mencapai proyek-proyeknya seperti Belt and Road Initiative (BRI), agar Cina menjadi negara yang berpengaruh secara global.

Kelima, mendedikasikan nilai-nilai bersama kemanusiaan yang diwujudkan dalam perdamaian, pembangunan, keadilan, demokrasi dan kebebasan;  menghormati hak rakyat dalam memilih cara mereka sendiri untuk mengembangkan demokrasi sesuai dengan kondisi nasional mereka; menolak campur tangan dalam urusan negara dengan dalih melestarikan demokrasi; bekerja sama di bidang hak asasi manusia atas dasar kesetaraan dan saling menghormati; serta menolak mempolitisasi masalah hak asasi manusia dan menggunakannya sebagai alat untuk menekan negara dan mencampuri urusan dalam negerinya.

Sungguh, ini bukan nilai-nilai bersama, tetapi ide-ide Barat, yang kemudian digunakan untuk mengintervensi dan memaksakan hegemoninya. Para penguasa Arab tengah kehilangan nilai-nilai Islam dalam pikiran mereka sehingga tidak ada keinginan untuk menyebarkannya sertamenyeru Cina dan dunia agar mengadopsinya.

Keenam, mendukung upaya untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan senjata pemusnah massal, serta pentingnya membebaskan Timur Tengah dari senjata pemusnah massal.

Cina, seperti halnya Amerika dan negara nuklir lainnya, percaya bahwa mereka memiliki hak untuk memiliki senjata nuklir dan senjata pemusnah massal, sedangkan negara-negara Arab tidak memiliki hak untuk memilikinya, yang dalam pernyataannya mereka mengakui kesewenang-wenangan tersebut.

Ketujuh, memperkuat dialog antar peradaban; menghormati budaya yang berbeda; menolak konflik peradaban, serta menekankan bahwa peradaban Arab dan Cina telah memberikan kontribusi yang tiada duanya bagi kemajuan peradaban manusia.

Dalam hal ini, Cina bertujuan untuk melawan peradaban dan budaya Barat yang menyerangnya dan mengancam rezim komunisnya. Cina selalu mengangkat isu ini, sebab Cina ingin memperkuat posisinya dengan negara-negara Arab yang sejauh ini tidak melawan peradaban dan budaya Barat, melainkan tunduk padanya, dan sama sekali tidak berusaha untuk melindungi peradaban dan budaya Islam.

Kedelapan, tidak menyisihkan sumber-sumber energi utama dan mengabaikan investasi di dalamnya, yang menyebabkan tantangan bagi negara berkembang.

Masalah ini menjadi perhatian Cina. Barat pada berbagai KTT Iklim yang menipu fokus dengan menyisihkan minyak, batubara dan gas metana dengan dalih melindungi lingkungan, yang telah dihancurkan di pabrik-pabriknya selama 250 tahun, sebagaimana yang diakuinya, untuk membatasi produksi industri Cina, dan mencegah yang lain dari berkemajuan industri.

Begitulah. Cina tengah berusaha untuk memperkuat posisinya dalam banyak masalah demi melindungi dirinya sendiri, dan demi menjadi negara yang berpengaruh secara global, Sebaliknya, rezim-rezim Arab dijadikan obyek, bukan subyek; pasif, tidak aktif. Mereka menyetujui itu agar mendapatkan bantuan. Mereka juga setuju dengan Cina dalam masalah memerangi Islam serta apa yang dilakukan Cina dalam penganiayaannya terhadap kaum Muslim Uyghur.

Dengan demikian, rezim-rezim Arab ini layak untuk digulingkan lalu mendirikan bangunan Negara Islam untuk menebar kebaikan dengan supremasi peradaban, budaya dan nilai-nilai Islam, serta untuk memuliakan umat Islam, hingga salah satu pemimpinnya berkata, “Saya akan menginjak tanah Cina, menstempel raja-rajanya dan mengambil jizyah darinya.”

Kemudian, raja Cina datang dalam keadaan tunduk dan mempersembahkan tanah dari Cina untuk diinjak-injak, serta memberikan jizyah dalam keadaan tunduk, dan mengirim anak-anaknya untuk distempel oleh para pemimpin Muslim. [Asad Mansour]

Sumber: www.alraiah.net, 14/12/2022.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × two =

Back to top button