Hiwar

Ust. Ismail Yusanto: Islam Akan Kembali Memimpin

Pengantar Redaksi:

Pandemi Corona benar-benar mengacaukan tatanan dunia yang dipimpin Kapitalisme global saat ini. Dampaknya secara ekonomi, sosial dan politik begitu dahsyat. Secara ekonomi, kerugian secara kumulatif terhadap PDB global selama tahun 2020 dan 2021 diperkirakan mencapai 9 triliun dolar AS. Sangat besar. Secara politik, kegagalan rejim kapitalis dalam menangani krisis demikian telanjang. AS, yang notabene negara nomor satu saat ini, justru menjadi salah satu negara yang penduduknya terinfeksi dengan jumlah sangat besar. Penanganannya pun dipandang lambat. Akibatnya, secara sosial, banyak warga dunia mempertanyakan kembali efektivitas rezim Kapitalisme dalam mengatasi krisis ini.

Pertanyaannya: Apakah benar akan muncul krisis ekonomi global yang lebih dahsyat dari sebelumnya? Apakah benar akan muncul tatanan dunia baru pasca pandemi Corona? Bagaimana peluang Islam dan kaum Muslim di tengah kegagalan Kapitalisme global yang sebetulnya telah tampak nyata jauh sebelum pandemi Corona?

Itulah di antara pertanyaan yang diajukan oleh Redaksi kepada Ustadz M. Ismail Yusanto dalam rubrik Hiwar kali ini. Berikut paparannya.

 

Saat ini dunia masih dilanda Pandemi Corona. Menurut Ustadz, mungkinkah pandemi ini bakal mengakibatkan resesi dunia?

 Ini wabah atau pandemi memang luar biasa dahsyat. Ditimbulkan oleh makhluk yang amat kecil. Jangan lagi dengan mata telanjang, dengan perbesaran 1000 kali di bawah mikroskop pun virus Corona itu tetap belum terlihat. Katanya, ukuran diameternya adalah 125 nano mikron. Satu nano mikron itu sama dengan satu milimeter dibagi sejuta. Kecil sekali.

Meski virus ini tak terlihat, dampak fisikalnya sangatlah nyata. Saat tulisan ini dibuat,  lebih dari 3,7 juta orang di lebih dari 200 negara telah terinfeksi. Hampir 300 ribu di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia, lebih dari 13000 orang terinfeksi. Hampir 1000 di antaranya  meninggal dunia. Untuk menghambat laju penyebarannya, saat ini lebih dari 3 miliar manusia di muka bumi ini terpaksa atau dipaksa tinggal dirumah. Akibatnya, hampir seluruh moda transportasi dunia lumpuh karena  yang bepergian menurun drastis. Ini memberikan dampak ikutan yang sangat besar.  Puluhan atau bahkan mungkin ratusan juta orang yang berkerja di sektor transportasi, pariwisata dan sektor terkait sudah atau bakal kehilangan pekerjaan. Bila wabah ini tidak  segera teratasi, dampak ikutannya pasti akan makin membesar. Bukan tidak mungkin dunia akan jatuh ke dalam jurang multi krisis yang sangat dahsyat.

Berapa kerugian global yang ditimbulkan akibat wabah virus Corona ini? Menurut Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, sebagaimana diberitakan oleh CNBC, akhir April lalu, kerugian secara kumulatif terhadap PDB global selama tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi ini diperkirakan  mencapai 9 triliun dolar. Sangat besar. Lebih besar dari ekonomi Jepang dan Jerman jika digabungkan.

Selama pandemi ini, kegiatan ekonomi global menurun tajam. Menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Di AS, sebagai pusat ekonomi terbesar di dunia, tak kurang dari 30 juta pekerjaan hilang selama lima minggu terakhir. Berdasarkan Biro Statistik Tenaga Kerja, tingkat pengangguran AS pada bulan Maret sebesar 4,4%. Tertinggi sejak Agustus 2017. Bukan hanya AS, Australia, Korea Selatan dan banyak negara lain juga mencatat kenaikan tingkat pengangguran yang sangat tajam. Di Indonesia, menurut Kadin, lebih dari 15 juta orang kehilangan pekerjaan. Pengangguran juga dipicu oleh menurunnya penjualan ritel akibat kebijakan lockdown selama pandemi yang memaksa banyak toko tutup dan membuat konsumen tetap di rumah, serta dipicu oleh menurunnya industri manufaktur

Akibat kebijakan lockdown, perusahaan manufaktur terpuruk. Beberapa terpaksa ditutup. Yang tetap terbuka menghadapi pembatasan dalam mendapatkan pasokan barang dan bahan setengah jadi. Selain itu, adanya penurunan permintaan barang turut memperburuk keadaan. Akibatnya, pabrik-pabrik di seluruh dunia, utamanya di AS, Eropa dan Asia mengalami penurunan output selama sebulan terakhir.

Perdagangan global, yang sudah melambat pada tahun 2019, ikut terdampak. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dalam perkiraan terbarunya bulan ini, mengatakan volume perdagangan global bisa anjlok sebesar 12,9% sampai 31,9% tahun ini.

Keadaan akan semakin memburuk bila dunia tak mampu segera mengakhiri wabah ini. Ekonomi dunia di semua sektor baik industri, jasa, retil maupun perdagangan akan semakin menyusut. Pengangguran tentu akan makin membesar. Jumlah orang yang jatuh miskin juga akan semakin besar. Bank Dunia memperkirakan setengah miliar manusia akan jatuh ke jurang kemiskinan akibat pandemi ini.

 

Mungkinkah krisis akibat pandemi itu menimbulkan dampak sistemik secara politik, ekonomi, sosial dan budaya dunia?

Iya. Tentu saja. Angka-angka dari jumlah orang terinfeksi atau yang meninggal terus membesar. Yang terkena PHK dan jumlah pengangguran meningkat. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga terus membesar. Semua ini tentu akan menimbulkan tekanan psikologis dan ekonomi  yang sangat berat bagi semua lapis masyarakat di seluruh dunia. Apalagi bagi sebagian kalangan masyarakat bawah ditambah dengan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Semua itu  bisa memicu problem sosial, bahkan krisis sosial. Ketika pemerintah di manapun tidak bisa menanggulangi masalah ini dengan baik, pandemi ini bisa berujung pada krisis politik baik dalam skala lokal, regional maupun global.

 

Mungkinkah ada peluang terjadi perubahan besar dunia?

Sangat mungkin. Mantan Menlu AS, Henry Kissinger, memprediksi kemungkinan pandemi Corona ini merupakan awal dari perubahan besar. Sebagaimana dikutip oleh Kantor Berita Al-Jazeera (4/4/2020) dalam sebuah artikel di Wall Street Journal, ia menyatakan bahwa pandemi Corona akan mengubah sistem global selamanya. Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona mungkin bersifat sementara. Akan tetapi, dampaknya berupa kekacauan politik dan ekonomi dapat berlanjut selama beberapa generasi.

Ibnu Khaldun dalam masterpiece-nya Al-Muqaddimah, menyebut ada lima faktor yang menjadi pangkal keruntuhan peradaban. Pertama, ketidakadilan marak. jarak antara si miskin dan si kaya terlalu lebar. Kedua, penindasan dari kelompok kuat kepada kelompok lemah merajalela. Ketiga, keruntuhan moralitas para pemimpin negara. Keempat, pemimpin yang bersifat tertutup. Tidak mau dikritik dan diberi nasihat. Kelima,  ketika terjadi bencana besar atau peperangan.

Dari lima faktor tersebut, kiranya faktor yang kelima—terjadi bencana besar  akibat virus Corona—sangat relevan dengan kondisi saat ini. Artinya, kemungkinan ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Kissinger bahwa akibat dari pandemi Corona akan memunculkan tatanan dunia baru.

 

Mungkinkah kepemimpinan Amerika Serikat tergeser?

Sangat mungkin. Henry Kissinger pula yang membuka kemungkinan itu. Hal itu tampak dari sederet sarannya yang harus dilakukan oleh Pemerintah AS. Di antaranya, selain terkait usaha untuk  meningkatkan kemampuan  dalam memerangi penyakit menular, kata Kissinger, Pemerintah AS juga harus melakukan usaha tanpa henti untuk mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh ekonomi global akibat pandemi yang belum pernah dialami manusia sebelumnya dalam hal kecepatan dan luasnya cakupan. Ia pun mendesak Pemerintah AS untuk melindungi prinsip-prinsip sistem liberal global. Kissinger mengingatkan, krisis pandemi Corona telah menciptakan kasus baru, yang tercermin dalam besarnya penolakan publik terhadap sistem kapitalis. Faktanya, semua kebijakan penyelamatan ekonomi berakhir dengan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.  Akhirnya, ia mewanti-wanti, kegagalan dalam menghadapi krisis dan membangun masa depan benar-benar dapat mengobarkan dunia. Jika saran-saran itu gagal dilakukan, perubahan besar sangat mungkin terjadi.

Artinya, Kissinger mewanti-wanti Pemerintah AS, jika gagal dalam menghadapi pandemi dan segala dampak ikutannya, bersiaplah menghadapi kemungkinan kepemimpinan global AS berakhir. Bahkan juga era liberalisme berakhir.

Persoalannya, bila benar bakal lahir tatanan dunia baru pasca pandemi Corona ini, lantas kira-kira siapa atau apa penggantinya?

Menjawab ini, teringat kita pada prediksi yang dibuat oleh NIC (National Intelligence Council) dalam The Future Global Mapping. Dinyatakan, ada 4 kemungkinan yang bakal terjadi pada tahun 2020. Pertama, dunia di bawah apa yang disebut Davod World. Di sini Cina dan India akan menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Kedua, dunia tetap di bawah kepemimpinan AS dengan Pax Americana-nya. Ketiga, muncul lingkaran ketakutan atau Cycle of Fear. Di dalam skenario ini, menurut NIC, respon agresif pada ancaman teroris mengarah pada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku. Akibatnya, akan lahir dunia Orwellian ketika pada masa depan manusia menjadi budak bagi satu dari tiga negara otoriter. Keempat, berdiri kembali Khilafah Islam. Sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global. Tegaknya Khilafah adalah pertanda dari kebangkitan dan kemenangan kekuatan Islam akan segera terwujud.

Dari empat skenario tersebut, mana yang mungkin akan terwujud? India, apalagi Cina, diakui kini telah menjelma menjadi raksasa dalam banyak hal. Raksasa jumlah penduduk. Raksasa juga dalam produksi dan size ekonomi. Termasuk dalam hal likuiditas keuangan. Keduanya punya potensi besar menggantikan AS. Rival utamanya tentu adalah AS dengan sekutunya. Mereka telah lebih dari setengah abad memimpin dunia dengan segala dinamikanya. Adakah pandemi Corona itu ini benar-benar akan menenggelamkan Pax Americana dan memunculkan Davod World dengan Cina dan India sebagai intinya? Waktulah yang akan menjawab.

 

Dalam catatan Ustadz, adakah sejarah tentang pandemi yang mengubah tatanan politik regional/dunia?

Dulu ada wabah flu Spanyol yang mengakibatkan lebih dari 50 juta orang tewas. Namun, skalanya hanya Eropa atau sebagian Eropa. Tidak seperti sekarang. Meski jumlah yang tewas tidak sebesar flu Spanyol, area terpapar virus Corona itu seluas bumi. Jadi efek sosial, ekonomi dan politiknya sangat berbeda. Wabah kali ini jauh lebih dahsyat dampaknya.

 

Bagaimana peluang umat Islam pasca pandemi Corona ini?

Seperti telah dijelaskan di atas, umat Islam juga memiliki peluang untuk kembali memimpin dunia. Tentu peluangnya tidaklah sebesar Cina, India atau Rusia, yang secara faktual saat ini telah menjadi sebuah negara yang memang kuat.  Secara demografis, dengan jumlah umat Islam saat ini sekitar 1,7 miliar adalah terbesar dibanding komunitas beragama lain. Namun, satu kelemahan mendasarnya adalah saat ini umat Islam, utamanya secara politik, tidaklah dalam keadaan terkonsolidasi dengan baik. Mereka saat ini hidup di lebih dari 50 entitas politik dengan penguasa yang berkuasa semata untuk kekuasaan dirinya. Bukan untuk kepentingan  Islam. Bahkan sebagiannya justru bekerja untuk kepentingan tuan asing maupun aseng. Tak peduli hal itu merugikan Islam dan umatnya.

 

Jadi, mungkinkah Islam memimpin Dunia?

Sangat mungkin. Bukankah umat Islam pernah melakukan itu berabad lamanya pada masa lalu? Genetisnya, umat Islam itu pemimpin dunia. Bila faktanya sekarang umat Islam tidak memimpin, tetapi dipimpin, adalah keadaan yang tidak sesuai dengan nature umat ini. Kedepan, hanya ada dua kemungkinan. Pertama,  keadaan buruk ini  terus berlangsung. Artinya, umat terus tertidur, melupakan ajaran dan sejarahnya. Kedua, umat bangkit, merengkuh kembali ajaran-ajaran agamanya yang agung itu, dan ingin mewujudkan kembali kegemilangan sejarahnya.

Dari dua kemungkinan itu, saya kok melihat kemungkinan kedualah yang saat ini tengah berjalan. Umat tengah berproses menuju ke puncak kejayaannya kembali. Itu memang perlu waktu, karena sesuatu yang sudah lama ambruk, diperlukan waktu yang lama pula untuk membangkitkannya kembali.

 

Faktor-faktor apa saja yang menjadi potensi umat Islam memimpin dunia pasca pandemi?

Secara faktual saat ini sesungguhnya potensi Dunia Islam secara geopolitik, geoekonomi maupun geostrategi untuk memimpin dunia sangatlah besar. Hanya saja saat ini, seperti sudah disinggung di atas, Dunia Islam terus disibukkan oleh berbagai persoalan internal umat. Baik yang timbul karena faktor internal itu sendiri maupun oleh karena campur tangan pihak ekternal umat. Selain itu, ada usaha sangat keras, utamanya dari negara-negara Barat untuk membendung kemungkinan tegaknya kembali raksasa dunia Islam ini. Berbagai langkah dan strategi dibuat dan sudah dijalankan.

Namun, bagi umat Islam, sekuat apapun rekayasa untuk mengganggu Dunia Islam dan membendung kebangkitan Khilafah tak akan benar-benar mampu mematikan bara semangat dan optimisme umat. Kebangkitan itu memang sejauh ini berhasil dihambat atau dibendung. Namun, hambatan itu akan terhenti dengan sendirinya ketika bendungan itu jebol. Mungkinkah? Mengapa tidak? Salah satunya ya, akibat pandemi Corona ini.

 

Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam?

Pertama, umat Islam harus bisa melakukan recovery pasca pandemi ini dengan cepat. Kemampuan recovery ini sangat ditentukan oleh 4 kekuatan, yakni kekuatan fisik, kekuatan ekonomi, kekuatan mental spiritual dan kekuatan pemikiran dan ideologi.

Secara fisik, penting umat memastikan tidak ikut terpapar oleh virus Corona ini. Oleh karena itu, segala ikhtiar untuk menghindar—mulai dari SAH (stay at home), PD (physical distancing) dan ikhtiar lain—harus secara disiplin dilakukan agar tiba saat pandemi berakhir, umat dalam tetap keadaan bugar dan siap melakukan kegiatan seperti sedia kala. Apalagi secara mental spiritual, umat Islam mestinya tidak terlalu terpukul oleh pandemi ini. Pasalnya, umat memiliki perspektif yang kokoh terhadap femonena ini, bahwa musibah ini adalah qadha’ Allah yang harus diterima dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Hal ini membuat mental umat Islam mestinya tetap dalam keadaan sehat. Apalagi selama Ramadhan sebulan penuh ditempa ketaatan dan kesabarannya.

Memang pada sisi kekuatan ekonomi yang tampaknya bakal menjadi problem besar. Apalagi mengingat secara umum umat Islam di negeri ini hidup pada level menengah ke bawah. Namun, dengan kesabaran dan keuletan serta ta’awun atau kerjasama di antara umat yang saat ini tengah terus digencarkan, insya Allah problem ini bisa diatasi dengan baik. Apalagi ditambah dengan kekuatan pemikiran dan ideologi, insya Allah umat akan tetap tangguh meski digempur oleh musibah yang memang bukan alang kepalang dahsyatnya ini.

Kedua, selepas pandemik, umat harus segera melakukan konsolidasi secara politik dan pemikiran untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Hanya mereka yang siap dan siaga saja yang bisa mengambil keuntungan dari durian yang runtuh pasca pandemi ini. Di sinilah pentingnya gerak-gerak dakwah dan komunikasi dantara para pengemban dakwah yang sudah dilakukan selama ini terus dilakukan, agar pada saat nanti jalinan ini memudahkan konsolidasi yang dimaksud. Insya Allah. []

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × three =

Back to top button