Ibrah

Janji

Menabur janji.  Menebar harapan. Demikian yang biasa dilakukan para calon penguasa dan wakil rakyat di setiap Pemilu dalam sistem demokrasi. Janji-janji begitu ringan diucapkan. Harapan-harapan demikian enteng dinyatakan. Tentu demi meraih suara dan kepercayaan rakyat. Tak jarang, itu dipropagandakan dengan penuh kepercayaan diri. Tak merasa ada beban. Meski janji-janji sebelumnya kepada rakyat tidak tertunaikan.

Padahal janji adalah hutang. Hutang wajib dibayar. Allah SWT menegaskan: Penuhilah janji kalian. Sungguh janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban  (TQS al-Isra‘ [17]: 34).

Para rasul adalah orang-orang yang biasa menepati janji. Salah satunya Ibrahim as. Allah SWT berfirman: Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (TQS an-Najm [53]: 37).

Allah SWT pun berfirman tentang Ismail as.: Sungguh ia adalah seorang yang benar janjinya (TQS Maryam [19]: 54).

Tatkala Ismail as. berjanji untuk sabar jika disembelih oleh bapaknya—karena perintah Allah SWT—ia pun menepati janjinya dengan menyerahkan dirinya pada perintah Allah SWT (As-Saadi, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, hlm. 822).

Tentu demikian pula Rasulullah Muhammad saw. Bahkan sebelum diutus oleh Allah, beliau telah dijuluki sebagai orang jujur dan terpercaya. Apalagi setelah beliau menjadi nabi (Lihat: Zâd al-Ma’âd, 3/262).

Hal yang sama diteladani oleh para sahabat Nabi saw. Contohnya Anas bin an-Nadhr ra. Dia pernah amat menyesal karena tidak ikut dalam Perang Badar bersama Rasulullah saw. Lalu dia berjanji: jika Allah SWT memperlihatkan kepada dia medan pertempuran bersama Rasulullah saw., niscaya Allah SWT akan melihat pengorbanan yang dia lakukan. Ketika berkobar Perang Uhud, dia berangkat bersama Rasulullah saw. ke medan perang. Dalam perang ini kaum Muslim terpukul mundur. Sebagian lari dari medan pertempuran. Di sinilah Anas bin Nadhr membuktikan janjinya. Dia terus maju dengan gagah berani menerobos barisan musuh hingga terbunuh. Ketika perang telah usai dan kaum Muslim mencari para syuhada Uhud, didapati pada tubuh Anas bin an-Nadhr ada 80 lebih tusukan pedang, tombak dan panah. Akibatnya, tidak ada yang bisa mengenali jenazahnya, kecuali saudarinya. Lalu turunlah ayat al-Quran: Di antara orang-orang Mukmin itu ada yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. Mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya) (TQS al-Ahzab [33]: 23) (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, 3/484).

Demikianlah usaha keras para Sahabat Nabi saw. dalam menepati janji. Mereka melakukan demikian karena yakin bahwa setiap janji mereka akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah SWT.

Hal ini sangat kontras dengan sikap banyak orang saat ini. Khususnya penguasa/pejabat dan para calon penguasa/pejabat. Mereka begitu ringan mengumbar janji-janji manis tanpa pernah takut tak dapat mewujudkan janji-janji itu. Berkali-kali mereka menebar janji. Berkali-kali pula mereka ingkar janji. Begitulah akhlak Iblis.

Sebagaimana kita ketahui, sejak terusir dari surga, Iblis menyimpan dendam kepada Adam as. Sejak itu dia bertekad untuk menggelincirkan Adam as. Lalu dia menyiapkan perangkap. Salah satunya janji-janji manis yang sebetulnya palsu kepada Adam as. Adam as. pun terpedaya hingga melakukan pelanggaran terhadap larangan Allah SWT. Allah SWT lalu mengusir Adam as. dari surga. Sukseslah Iblis dengan janji-janji dustanya.

Karena itu siapapun yang gemar menebar janji dan gemar pula melanggarnya, dia sungguh sedang mempraktikkan akhlak Iblis. Dia adalah orang munafik. Sebab sabda Nabi saw., “Tanda-tanda kaum munafik itu ada tiga: jika berbicara, biasa dusta;  jika berjanji, biasa ingkar; jika diberi amanah, biasa berkhianat.” (HR Muslim).

*****

Tak hanya manusia, Allah SWT dan Rasul-Nya pun banyak berjanji kepada manusia. Allah SWT, misalnya, berfirman: Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menunjukki dia  jalan keluar dari kesusahan, dan memberi dia rezeki dari jalan yang tidak dia sangka-sangka. Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya (TQS at-Thalaq [65]: 2-3).

Allah SWT pun berjanji: Bersabarlah kamu. Sungguh janji Allah adalah benar. Sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu (TQS ar Rum [30]: 60).

Tentu masih banyak janji Allah SWT yang lain. Tentang semua janji-Nya, Allah SWT menegaskan: Sungguh Allah tidak menyalahi janji (TQS Ali Imran [3]: 9).

Demikian pula Rasulullah saw. beliau banyak berjanji kepada kita. Sebagian janjinya benar-benar telah terbukti, antara lain, “Kalian akan memerangi jazirah Arab lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian akan memerangi Romawi lalu Allah menaklukannya.” (HR Muslim).

Beliau pun berjanji, “Sungguh Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukkan kota itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkan kota itu.” (HR Ahmad).

Adapun janji Rasulullah saw. yang belum terbukti, tetapi pasti akan terbukti antara lain sebagaimana yang beliau sabdakan, “…Setelah itu akan muncul kembali Khilafah yang tegak atas manhaj kenabian.” (HR Ahmad).

*****

Ada pihak yang berjanji. Ada pula pihak yang diberi janji. Terkait itu, akhir-akhir ini di negeri ini banyak orang percaya dan terbuai dengan janji-janji pasangan calon yang berlaga di Pilpres 2019. Dengan itu mereka berusaha memilih, mendukung dan bertekad kuat dengan segala cara dan pengorbanan yang luar biasa untuk memenangkan calon pasangan Capres-Cawapres yang mereka yakini dan mereka percayai janji-janjinya. Padahal tak ada sedikit pun jaminan bahwa janji-janji mereka bakal terwujud nanti. Apalagi sudah terbukti ada yang biasa berdusta, tanpa sedikit pun merasa berdosa.

Pertanyaannya: Lalu bagaimana dengan janji-janji Allah SWT dan Rasul-Nya di dalam al-Quran dan as-Sunnah? Percaya dan yakinkah mereka? Lebih dari itu, sanggupkah mereka berjuang dengan sungguh-sungguh, total dan mengorbankan apa saja demi mewujudkan janji Allah SWT dan Rasul-Nya? Di antaranya mewujudkan kembali Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah, yang akan menerapkan syariah secara kâffah, yang pastinya dengan itu Allah SWT akan mendatangkan aneka berkah dari langit dan bumi sebagaimana janji-Nya (QS al-‘A’raf [7]: 96)?

Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh! [Arief B. Iskandar]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × five =

Check Also
Close
Back to top button