Muhasabah

“Reislamisasi”

Akun saya dicuri si dungu,” ungkap Rocky Gerung dalam video yang dia unggah (19/10/2019).  Dalam kesempatan lain dia mengatakan, “Dia memilih mencuri hak saya untuk berbicara. Dia mengkorupsi kebebasan berpendapat.”

“Jadi saya merasa pemerintah gagal mengedukasi publik tentang kemerdekaan untuk berbicara melalui sosial media,” tambahnya.

Kata-kata ‘dungu’ yang dia gunakan seakan menggambarkan kegeramannya. Selama ini Gerung diketahui masyarakat sebagai orang yang kritis terhadap penguasa.  Bahkan tidak lama ini dia pun memproklamirkan diri sebagai oposisi bagi Prabowo yang makin mesra dengan rezim.  Kata-kata ‘oposisi’ yang sebelumnya sangat nyaring terdengar, kini tidak lagi.

“Karena di Indonesia gak ada oposisi, bisa dikatakan baik, mesra,” jawab Prabowo saat ditanya wartawan.

Prabowo mengatakan, “Saya berpendapat, kita harus bersatu. Jadi saya sampaikan ke beliau, apabila kami diperlukan kami siap untuk membantu.” (11/10/2019).

Pelarangan pun seakan tiada akhir.  Sebut saja acara Muslim United yang akan digelar 11, 12, dan 13 Oktober 2019.  Sedianya diselenggarakan di Masjid Gedhe Kauman, namun batal digelar di sana.   Sebabnya, Kagungan Dalem selaku pemilik Masjid Gedhe katanya tidak berkenan masjid tersebut dipergunakan. Padahal, sejak awal takmir dan masyarakat sekitar tidak mempermasalahkan. Hastag #jogjacintadamai dan #jogjatoleran yang beredar jelang acara seakan menunjukkan bahwa alasan pelarangan tersebut adalah acara tersebut dianggap melahirkan atau diadakan oleh kalangan intoleran yang tidak cinta damai.  Hal ini tidak mengherankan, sebab salah satu pengisinya adalah Ustadz Abdul Shomad alias UAS yang selama ini dicap negatif oleh kalangan pembencinya sebagai orang radikal dan intoleran.  Bahkan bulan ini beredar postingan upaya pengumpulan suara untuk mengajukan pelarangan ceramah UAS di Jerman, Belanda dan Negara Eropa lain.  Beruntung Masjid Jogokaryan, Yogjakarta, bersedia memberikan tempat hingga acara Muslim United itu tetap dapat terlaksana.

Fakta berbicara, kebebasan berpendapat yang dielu-elukan selama ini pun tidak ada di sini.  Tudingan intoleran dan radikal terhadap kalangan Islam yang kritis terhadap penguasa seakan cukup menjadi dalih pembungkaman pendapat.  “Jargon kebebasan berpendapat itu hanya untuk mereka.  Sementara, bagi orang-orang yang hendak menegakkan Islam dan amar ma’ruf nahi munkar tidak ada.  Omong kosong.  Hoax,” ujar Pak Haji Amin geram.

Hak orang untuk berkumpul dan berpendapat pun disikapi nyinyir.  Sekadar contoh, pada kuliah umum Tantangan Ketahanan Nasional Masa Kini di Universitas Indonesia (17/10/2019), Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyatakan, “Mengapa harus ada apa itu Front Pembela Islam? Apa yang dibela? Ya sorry ya, aku langsung ngomong blak-blakan saja kan gitu. Memangnya Islam sedang dijajah oleh orang lain apa? Apalagi itu dibela? Tuhan kok dibela? Ngapain? Dia enggak perlu pembelaan,” yang disambut tepuk tangan peserta.

Sontak saja Sekretaris FPI Munarman menilai, “Ringan saja, dia mesti belajar ngaji yang bener, jangan jadi burung beo” (17/10/2019).

Dia menambahkan, “Mengulang-ulang ucapan dari orang yang anti-Islam.”

Memang ungkapan ‘Tuhan tidak perlu dibela’, ‘Islam tidak perlu dibela’, atau ‘Nabi dibela atau tidak tetap mulia’ merupakan slogan yang seakan benar, padahal dimaksudkan untuk kebatilan.  Meminjam istilah ulama ‘kalimatu haqqin yuradu biha al-bathil’.   Padahal, di dalam al-Quran ditegaskan (yang artinya): Tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah. Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.” (TQS Ali Imran [3]: 52).

Bahkan al-Quran memerintahkan orang-orang beriman untuk menolong (agama) Allah SWT dalam firman-Nya (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada para pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Para pengikut yang setia itu berkata, “Kamilah para penolong agama Allah.” (TQS  ash-Shaf []:14).

Jelaslah, sikap itu tidak lebih dari upaya menghalang-halangi kebebasan berpendapat baik secara pribadi maupun kelompok.  Ironisnya, pada saat yang sama orang bebas saja mengungkapkan pandangannya yang bertentangan dengan Islam.  Alasannya, itu adalah toleransi.  Misal saja, kini ramai kasus cross hijaber, laki-laki yang merasa sebagai perempuan lalu mengenakan jilbab bahkan bercadar.  Mereka menyebut dirinya cder“Satu prinsip aku, kalau kita pede sama dandanan kita, berarti gak ada yang harus ditakutin lagi. Yakin aja kalau kita itu cewek, karena kalau kalian sendiri udah pede sama outfit, orang lain juga ngira kamu cewek,” ungkap seorang cder.

Terkait hal ini, Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR al-Bukhâri, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Namun, mereka diam.  Toleran, dalihnya.  Lebih celakanya, dia masuk WC perempuan dan tempat lain yang khusus perempuan.  Mereka yang selama ini melarang kalangan Islam berbicara tentang Islam diam seribu bahasa terhadap mereka yang berbicara dan bersikap menentang Islam.

Mengapa ini terjadi?  Akibat deislamisasi.  Benar apa yang disampaikan oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid (20/10/2019), “Puncak deislamisasi Republik ini dilakukan selama 5 tahun terakhir melalui narasi rezim yang makin islamophobic yang menjadikan Islam dan Muslim sebagai ancaman atas Pancasila dan NKRI. Padahal ini hanya kedok untuk mengamankan proses nekolimik ini bagi kepentingan asing dan para pendukungnya. Untuk menyelamatkan negeri ini, umat Islam perlu melakukan reislamisasi melalui reposisi atas peran ekonomi-politiknya sebagai pemilik sah Republik ini yang kemerdekaannya telah dibayar  dengan darah, keringat dan airmata ulama dan santri.” [Muhammad Rahmat Kurnia]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × 4 =

Back to top button