Nafsiyah

Dua Perkara Yang Dikhawatirkan Rasulullah saw

Rasulullah saw. Sangat mengkha-watirkan umatnya, sebagaimana firman Allah SWT:

لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ  ١٢٨

Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. Berat terasa oleh dirinya penderitaan kalian. Dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Dia amat belas kasihan lagi penyayang kepada kaum Mukmin (QS at-Taubah [9]: 128).

 

Ayat yang agung ini menggambarkan karakter Baginda Rasulullah saw., bahwa di antara perkara yang memberatkan beliau adalah penderitaan umatnya, yakni adanya kesulitan, hal yang dibenci dan adanya beragam gangguan. Beliau pun menaruh perhatian besar terhadap segala hal yang menunjuki umatnya pada kebaikan, selamat dari kesesatan, tobat dan kembalinya mereka kepada kebenaran. Demikian sebagaimana ditegaskan Al-Hafizh ath-Thabari dalam tafsirnya (XIV/584).

Di antara sekian banyak perkara, ada dua perkara yang dikhawatirkan Rasulullah saw. Atas umatnya yang akan muncul di akhir zaman. Pertama: Munculnya fenomena kaum yang melakukan praktik liwaath dan kaum munafik yang pandai bersilat lidah. Hal itu terbukti dengan munculnya kaum munafik liberalis yang sesat-menyesatkan dengan menjustifikasi dan mendukung LGBT.

 

  1. Fenomena LGBT.

Terkait fenomena liwâth, yakni praktik homoseksual (LGBT), Rasulullah saw. Bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ

Sungguh yang paling aku takutkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth (HR Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah).

 

Hadis ini menginformasikan dengan penegasan huruf inna (al-khabar al-mu’akkad). Ini  menunjukkan kekhawatiran Rasulullah saw. Atas umatnya. Lafal akhwaf merupakan bentuk tafdhîl (superlatif), menujukkan tingginya kekhawatiran Rasulullah saw. Atas perbuatan liwath secara mutlak tanpa pembatasan (ghayr muqayyad). Ini relevan dengan penyifatan perbuatan terlaknat ini dalam al-Quran:

Pertama, Perbuatan Keji (al-Fâhisyah). Allah menyifati perbuatan kaum Luth sebagai perbuatan al-fâhisyah (keji dan jahat):

وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ٢٨

(Ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Sungguh kalian ini benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kalian (QS al-’Ankabut [29]: 28).

 

Banyak pelajaran yang terkandung dalam ayat ini:

  1. Kalimat (إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَة) menunjukkan perbuatan liwâth (homoseksual) adalah perbuatan sangat keji (al-fâhisyah);
  2. Kalimat (مَا سَبَقَكُمْ بها مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ) menunjukkan perbuatan homoseksual merupakan penyimpangan yang pertama kali dibuat-buat di masa kaum Luth.

 

Kedua, Perbuatan Melampaui Batas (Al-Isrâf). Dalam ayat lainnya, kaum Luth pun divonis sebagai kaum yang melampaui batas:

إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ مُّسۡرِفُونَ  ٨١

Sungguh kalian mendatangi laki-laki untuk melampiaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada perempuan, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui batas (QS al-A’raf [7]: 81).

 

Kalimat (بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ) menunjukkan celaan atas perbuatan homoseksual, yakni perbuatan melampaui batas atau perbuatan zalim yang menyalahi fitrah manusia. Bahkan dikabarkan  bahwa  Nabi Luth as.  pun memohon pertolongan kepada Allah dari kerusakan kaumnya ini, dalam ayat: [قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ]  (Luth berkata, “Tuhanku, tolonglah aku dari kaum pembuat kerusakan.”).

Ketiga, Perbuatan Tidak Berakal. Bahkan perbuatan tersebut disifati sebagai perbuatan orang yang tidak berakal, berdasarkan petunjuk dari ayat:

قَالَ يَٰقَوۡمِ هَٰٓؤُلَآءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطۡهَرُ لَكُمۡۖ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُخۡزُونِ فِي ضَيۡفِيٓۖ أَلَيۡسَ مِنكُمۡ رَجُلٞ رَّشِيدٞ  ٧٨

Luth berkata, “Hai kaumku, Inilah putri-putriku. Mereka lebih suci bagi kalian. Bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mencemarkan (nama)-ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antara kalian seorang yang berakal?” (QS Hud [11]: 78).

 

Kalimat (أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ) yang berbentuk istifhâm inkari (kalimat retoris; kalimat tanya yang mengandung pengingkaran keras), menunjukkan bahwa Nabi Luth as. mengkritik perbuatan kaumnya yang homoseksual sebagai perbuatan kaum yang tidak berakal. Ini dipertegas oleh sabda Rasulullah saw:

لاَ يَنْظُرُ الله إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوِ امْرَأَة فِي دُبُرِهَا

Allah tidak akan memandang kepada laki-laki yang mendatangi laki-laki lainnya atau mendatangi perempuan pada duburnya (HR Ibn Hibban dan al-Tirmidzi).

 

Al-Mulla Ali al-Qari’ (w. 1041 H) dalam Mirqât al-Mafâtîh (VI/2351) menjelaskan bahwa pandangan tersebut adalah pandangan rahmat dan pemeliharaan.

Kehamaran liwath merupakan perkara yang tidak boleh diperdebatkan lagi. Tidak ada ruang ijtihad dalam persoalan ini. Al-Imam ash-Shan’ani (w. 1182 H) dalam Subul al-Salâm (III/138) menegaskan bahwa dalam masalah ini tidak ada ruang ijtihad di dalamnya. Rasulullah saw bersabda:

لَعَنَ الله مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ الله مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ الله مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

Allah telah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth (HR Ahmad dan Ibn Hibban).

 

Kecaman Rasulullah saw. diulang sebanyak tiga kali. Ini merupakan penekanan (tawkîd) atas kecaman tersebut sekaligus menafikan keraguan atas kebenaran informasi adanya kecaman tersebut. Imam al-Raghib al-Ashfahani dalam Al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân (II/581) menyatakan bahwa orang yang terlaknat itu terhempas dan terjauhkan; ia masuk ke dalam jalan kemurkaan, laknat dari Allah berupa siksa di akhirat, dan di dunia terputus dari rahmat dan taufik-Nya. Semua ini menjadi indikasi bahwa ia termasuk dosa besar.

Al-Qadhi ’Iyadh (w. 544 H)  dalam Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id Muslim (IV/486) menjelaskan: “Sungguh para ulama telah berdalil bahwa hal-hal yang disertai dengan kata laknat adalah termasuk dosa besar.”

Pelaku homoseksual (liwaath), baik subjek maupun objeknya,  wajib dikenai sanksi hukuman di dunia. Sanksi ini wajib ditegakkan oleh penguasa (Khalifah) dan menjadi kewenangannya. Ini berdasarkan dalil:

مَنْ وَجَدْتُمُوه يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاِعَلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Siapa saja di antara kalian menemukan seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka hukum matilah subjek dan objeknya (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim).

 

Dalam ilmu ushul fiqih dalil-dalil di atas jelas mengandung menegaskan keharaman liwâth. Demikian sebagaimana penjelasan Syaikhul Ushul ’Atha bin Khalil Abu al-Rasytah dalam Taysîr al-Wushûl ilâ al-Ushûl (hlm. 20).

 

  1. Fenomena Kaum Munafik yang Pandai Bersilat Lidah.

Tentang mereka, Rasulullah saw. bersabda:

إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ

Sungguh yang paling dikhawatirkan di antara perkara apa saja yang aku khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang pandai bersilat lidah (HR Ahmad dan al-Bazzar).

 

Hadis ini mengandung peringatan tegas atas kaum munafik yang pandai bersilat lidah, ikut menjustifikasi dan mendukung disorientasi seksual ala LGBT, termasuk praktik homoseksual. Padahal semua itu merupakan perkara yang secara qath’i diharamkan Islam. Karena itu tidak ada Muslim yang mendukung kemungkaran tersebut dengan retorikanya melainkan ia adalah munafik yang pandai bersilat lidah.

Karena itu pula hendaklah setiap Muslim waspada, sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَذَكِّرۡ فَإِنَّ ٱلذِّكۡرَىٰ تَنفَعُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ  ٥٥

Tetaplah engkau (Muhammad) memberikan peringatan. Sungguh peringatan itu bermanfaat bagi kaum Mukmin (QS adz-Dzariyat [51]: 55).

 

WalLaahu a’lam. [Irfan Abu Naveed; (Penulis Buku LGBT: Ilusi Kaum Liberal VS Solusi Kaum Intelektual)]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twelve − two =

Back to top button