Waspadai Pemimpin Yang Menyerukan Kesesatan!
Tsauban ra. berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
Sungguh yang semata-mata aku khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin yang (sesat) menyesatkan (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).
Inilah intisari pesan agung Rasulullah saw. yang memperingatkan umatnya dari para pemimpin yang sesat dan menyesatkan (dhall[un] mudhill[un]), yang menyimpangkan umat dari jalan Islam. Peringatan Rasulullah saw. dalam hadits ini bahkan ditegaskan dengan pengkhususan dan penegasan. Ini ditandai dengan lafal innamâ yang berfungsi al-qashr li al-takhshîsh wa al-ta’kîd (mengkhususkan dan menegaskan) kekhawatiran Rasulullah saw. atas pemimpin dengan sifat al-mudhillîn. Lafal al-a’immah adalah jamak dari al-imâm. Imam Ali al-Qari (w. 1014 H) dalam Syarh Misykât al-Mashâbîh (VIII/3389) mendefinisikan: yakni panutan kaumnya dan pemimpin mereka serta siapa saja yang menyeru mereka mengikuti suatu perkataan, perbuatan maupun keyakinannya.
Jelasnya, perkataan, perbuatan maupun keyakinan yang menyimpang dari akidah dan syariah Islam. Ini karena lafal al-mudhillîn (dalam bentuk kata benda subjek [ism al-fâ’il]) merupakan sifat yang melekat pada al-a’immah itu sendiri. Mereka adalah orang-orang yang melekat pada diri mereka kesesatan sekaligus penyesatan. Mereka adalah para pemimpin yang menyerukan perkara-perkara menyim-pang dari Islam (al-dhalâlah). Hal ini didefinisikan dalam Mu’jam Lughat al-Fuqahâ’ (hlm. 284, 335) sebagai perbuatan menyim-pang dari ajaran Allah (al-inhirâf ’an syar’ilLâh) dan tidak mengambil petunjuk kebenaran (’adam al-ihtidâ’ ilâ al-haqq). Di antara karakteristiknya adalah:
- Pemimpin yang Berhukum bukan dengan Hukum Allah (Syariah Islam).
Karakteristik ini tersirat dalam celaan Allah kepada mereka yang berhukum dengan hukum jâhiliyyah dalam firman-Nya:
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ٥٠
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm (III/131) menjelaskan bahwa Allah mengingkari siapa saja yang keluar dari hukum Allah yang jelas mencakup seluruh kebaikan, mencegah dari segala keburukan, serta mengandung keadilan dari segala hal selain al-Quran; berupa pandangan-pandangan pribadi, hawa nafsu serta istilah-istilah yang dibuat-buat manusia tanpa mengaitkannya dengan syariah Allah. Ini sebagaimana kaum jahiliyah dulu yang berhukum dengan kesesatan-kesesatan dan kejahilan-kejahilan.
Ziyad bin Hudair ra. berkata: Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata kepadaku, “Tahukah engkau apa yang menghancurkan Islam?” Aku menjawab, “Tidak tahu.” Kemudian Umar ra. berkata:
يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ، وَجِدَالُ الْمُنَافِق بِالْكِتَابِ وَحُكْمُ الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ
Yang menghancurkan Islam adalah penyimpangan orang berilmu, bantahan orang munafik terhadap al-Quran dan keputusan para pemimpin yang menyesatkan (HR ad-Darimi)
Ini memperjelas petunjuk tersurat dalam hadis dari ‘Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ، وَيَتَخَيَّرُوْا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ، إِلَّا جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيَنَهُمْ
Selama para pemimpin mereka tidak berpegang pada Kitabullah ‘Azza wa Jalla dan tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka Allah jadikan keburukan berada di antara mereka (HR Ibn Majah).
- Pemimpin yang mempersekusi dakwah Islam.
Karakteristik pemimpin sesat adalah pemimpin yang mempersekusi dakwah Islam. Hal ini telah disematkan kepada model Fir’aun:
وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ لَا يُنصَرُونَ ٤١
Kami telah menjadikan mereka para emimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada Hari Kiamat mereka tidak akan ditolong (QS al-Qashash [28]: 41).
Yang dimaksud mereka dalam ayat ini adalah Fir’aun dan sekutunya (Lihat: QS al-Qashash [28]: 40). Mereka memiliki karakteristik buruk: aktif mempersekusi dakwah Nabi Musa as. (Lihat: QS al-Qashash [28]: 38).
- Pemimpin yang memecah-belah umat Islam.
Karakteristik ini mencakup pemimpin yang menyerukan ’ashabiyyah (fanatisme golongan). Mereka memecah-belah persatuan umat Islam. Hal ini tersirat sebagai sifat dari para penyeru ke pintu-pintu Jahanam (du’ât ’alâ abwâb Jahannam). Mereka merupakan kebalikan dari al-Jamâ’ah dan al-Imâm yang menjadi kiasan bagi persatuan umat Islam dalam naungan Khilafah di atas manhaj kenabian dan satu komando Khalifah.
Tergambar dalam dialog Hudzaifah bin Yaman ra. dan Rasulullah saw., bahwa pada akhir zaman kelak ada keburukan. Keburukan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
نَعَمْ، دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
Ya, kaum yang menyeru ke pintu-pintu Jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka akan terhempas ke dalamnya.
Apa solusi dalam menghadapi penyeru Jahanam ini? Rasulullah saw. berpesan:
تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
Engkau harus berpegang teguh pada Jamaah kaum Muslim dan Imam (Khalifah) mereka.
Hudzaifah ra. bertanya: “Jika tidak ada Jamaah dan tidak ula ada Imam?” Beliau menjawab:
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Tinggalkan semua kelompok itu meski engkau harus menggigit akar pohon sampai kematian mendatangi dirimu dalam keadaan demikian (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lafal du’ât[un] diungkapkan dalam bentuk naakirah yang menunjukkan keberagaman dan keluasan cakupannya, termasuk dari kalangan pemimpin itu sendiri. Bahkan lafal abwâb sebagai lafal jamak menunjukkan banyaknya pintu Jahanam, yakni keragaman bentuk penyesatan. Ini karena kalimat du’ât[un] ’alâ abwâb Jahannam merupakan kiasan. Menyebutkan akibat “menyeru ke pintu-pintu Jahanam”, namun maksudnya adalah sebab “menyerukan hal-hal yang menyimpang dari akidah dan syariah Islam” (al-majâz al-mursal bi al-’alâqah al-musabbabiyyah).
Al-Hafizh al-Nawawi (w. 676 H) dalam Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim (XVIII/13) menguraikan makna du’ât[un] ’alâ abwâb Jahannam. Dikatakan bahwa mereka adalah siapa saja dari para pemimpin yang menyerukan bid’ah (penyimpangan dari Islam) atau kesesatan lainnya. Nasihat Rasulullah saw., “Engkau harus berpegang teguh pada Jamaah kaum Muslim dan Imam (Khalifah) mereka,” menunjukkan bahwa pada prinsipnya para penyeru kepada Jahanam ini mengajak pada perpecahan dari kesatuan kaum Muslim yang menjadi simbol bagi kesatuan keyakinan dan amal perbuatan.
Khilafah dan Khalifah disifati oleh Imam Ad-Dahlawi dalam Hujjatullâh al-Bâlighah (II/232):
إِنَّمَا جَعَلَهُ بِمَنْزِلَةِ الْجُنَّةِ لِأَنَّهُ سَبَبُ اجْتِمَاعِ كَلِمَةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالذب عَنْهُمْ
Sungguh Rasulullah saw. memposisikan Khalifah sebagai junnah (perisai umat) karena ia adalah sebab kesatuan kalimat kaum Muslim dan melindungi mereka.
Karena itu menurut al-Hafizh al-Qurthubi (w. 671 H) dalam Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân (I/264), Khalifah wajib didengar dan ditaati perintahnya untuk menyatukan suara kaum Muslim dan menerapkan hukum-hukum Khalifah. Hal ini menegaskan kaidah syar’iyyah:
أَمْرُ اْلإِمَامِ يَرْفَعُ اْلخِلاَفَ
Perintah Imam (Khalifah) akan menghilangkan perselisihan.
Karena itu mereka yang berada di posisi menjegal perjuangan penegakan Khilafah hingga membuat kaum Muslim terpecah-belah dan lemah pada hakikatnya termasuk golongan penyeru ke Neraka Jahanam. Begitu pula mereka yang menyuarakan virus-virus pemikiran ideologi kapitalisme, sekularisme, liberalisme, pluralisme, relativisme, feminisme, moderatisme. Demikian pula Demokrasi dan HAM yang menjadi lahan tumbuh suburnya kesesatan dan penyimpangan seperti LGBT, pemurtadan dan penistaan pada Islam, wal ’iyâdzu billâh. Umat wajib waspada! [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I.]