Strategi Perlawanan Politik Terhadap Gerakan LGBT
Islam adalah sistem kehidupan yang mulia. Islam melindungi manusia, termasuk kehormatan, kelahiran dan nasab manusia. Dalam Islam perilaku LGBT jelas haram. LGBT tidak bisa diterima karena merusak tatanan sosial dan kemuliaan manusia. Allah SWT telah menciptakan manusia hanya dalam jenis pria dan wanita. Tujuannya agar manusia bisa melestarikan keturunan (QS an-Nisa’ [4]: 1) sekaligus memelihara kemuliaan manusia (QS al-A’raf [7]: 80-81).
Bagi umat Islam mendudukkan realitas LGBT sudah sangat jelas, yakni harus dihindari karena keharamannya. Berbeda dengan masyarakat Barat sekuler yang menjunjung tinggi kebebasan. Mereka menilai LGBT sebagai bagian kebebasan dalam memilih orientasi seks. Barat mempropagandakan perilaku LGBT agar bisa diterima oleh masyarakat manapun, termasuk Dunia Islam.
Saat ini propaganda LGBT dipimpin langsung oleh Amerika Serikat (AS). Sejauh mana propaganda ini telah berjalan? Yang pasti, rencana kedatangan utusan AS untuk urusan HAM LGBTQI+ ke Indonesia Jessica Stren awal Desember 2022—meski batal—telah menandai fase baru propaganda LGBT.
Ketika Media Vietnam Vietcetera bertanya kepada Jessica Stern, baru-baru ini, “Apa tujuan inti dari pekerjaan Anda sebagai Utusan Khusus AS untuk Kemajuan Hak Asasi Manusia Orang LGBTQI+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan Intersex dan + untuk non-orientasi seks)? Jessica menyampaikan, “Dalam peran saya, saya mengunjungi sekitar tiga negara setiap bulan untuk memantau status hak LGBTQI+ di seluruh dunia, meningkatkan praktik terbaik, dan memimpin kebijakan luar negeri AS terkait LGBTQI+ di seluruh Departemen Luar Negeri, dengan 77.000 karyawan dan memimpin badan kebijakan luar negeri di pemerintah AS.”[1]
Adanya utusan khusus AS untuk Hak Asasi Manusia Orang LGBTQ+ adalah tindak lanjut komitmen administrasi Joe Biden–Kemala Harris yang tertuang dalam fact sheet, yang dikeluarkan Gedung Putih 15 Juni 2022.[2]
Isu LGBT juga telah menempati posisi yang penting di dalam agenda-agenda lembaga di bawah PBB seperti UNICEF, UNESCO, ILO, WHO dan OHCR. Gerakan LGBT telah memakai instruman global agar punya efek luas dan kuat, yakni dengan pendekatan hukum, dengan Dokumen HAM PBB (1948) dan turunannya berupa resolusi Dewan Hak Asasi Manusia dan Majelis Umum PBB dan pendekatan pembangunan global –Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
PBB didukung negara-negara donor SDGs (negara-negara maju-Barat) menyerukan kepada pemerintah dan organisasi pembangunan di seluruh dunia untuk menepati janji mereka dan memastikan tantangan yang dihadapi orang-orang LGBT diperhitungkan ketika mereka mengadopsi SDGs.[3]
Menyasar Pemuda Muslim
Derasnya arus propaganda LGBT masuk ke Indonesia memunculkan kekhawatiran, khususnya di kalangan muda. Menurut survey CIA (2015), jumlah populasi LGBT di Indonesia adalah kelima terbesar di dunia setelah Cina, India, Eropa dan Amerika. Berdasarkan data Kemenkes tahun 2012, ada setidaknya 1.096.970 gay di Indonesia. Data statistik terakhir mengatakan, tiga persen penduduk Indonesia adalah gay. Itu berarti ada pertumbuhan 10 persen gay di Indonesia setiap tahunnya. [4]
Thejakartapost.com pernah mengulas pemberitaan bertajuk ‘Komunitas LGBT Indonesia menaruh harapan pada kaum muda untuk masa depan yang lebih baik dan lebih toleran’. Dalam ulasannya, Dede Oetomo, pendiri GAYa Nusantara, menjelaskan gerakan hak-hak LGBT tidak berhenti. Bahkan sejak 2016, komunitasnya telah mendapatkan sekutu baru karena semakin banyak orang percaya HAM dan demokrasi, termasuk populasi anak muda.[5]
Aktivis Human Rights Watch Andreas Harsono juga menilai gerakan komunitas LGBT aktif memberikan edukasi sehingga penerimaan publik meningkat. Dia juga menghubungkan peningkatan tersebut dengan generasi muda. Mengutip penelitian tahun 2018 dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), responden berusia di bawah 25 tahun lebih menerima anggota keluarga LGBT.[6]
Propaganda LGBT telah masuk pada ranah perjuangan politik bahkan hegemoni dan universalisasi nilai melalui kendaraan HAM PBB. Bagaimana komponen umat membentengi pemuda agar tidak menjadi korban narasi dari propaganda yang sudah bersifat politik dan mengglobal?
Upaya Membentengi
Kunci utama membentengi pemuda dari propaganda LGBT adalah Perlawanan Negara dengan memberikan hukum yang jelas terkait LGBT. Sayangnya, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tidak menganggap perbuatan homoseksual sebagai suatu tindakan kriminal; selama tidak melanggar hukum-hukum lain yang lebih spesifik; antara lain hukum yang mengatur mengenai perlindungan anak, kesusilaan, pornografi, pelacuran dan kejahatan pemerkosaan.
Negara juga dalam tekanan global untuk minimal tidak mengkriminalkan pelaku LGBT, sebelum menerima hak-hak mereka. Ketidakjelasan hukum akan dimanfaatkan oleh komunitasLGBT/ LGBTQ+ untuk mengkampanyekan hak-hak mereka, membuat jaringan dan menguatkan gerakan mereka.
Pew Research Institute yang berbasis di Amerika Serikat mensurvei dari Mei hingga Oktober 2019 dan menemukan 9 persen orang Indonesia setuju bahwa homoseksualitas harus diterima oleh masyarakat; meningkat dari hanya 3 persen pada tahun 2013.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung mengapresiasi peningkatan toleransi publik karena masyarakat perlahan menerima komunitas LGBT. Namun, menurut dia, angka 9 persen itu harus ditingkatkan karena Indonesia mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan HAM. Harusnya mayoritas mendukung hak semua warga negara, termasuk hak orang LGBTQ+.
Jika peran negara masih lemah karena terbelenggu dengan komitmen HAM internasional, maka cara lain membentengi pemuda adalah dengan perlawanan kultural. Masyarakat dan keluarga harus berani secara tegas menolak perilaku LGBTQ+ di lingkungan sosial mereka. Kepedulian untuk membendung LGBT harus dibangkitkan. Tokoh agama dan rukun tetangga bisa membuat aturan untuk menolak setiap warga yang membuat pertemuan yang mendukung kampanye LGBT.
Namun, langka ini akan mendapat pelarangan dari negara karena dianggap intoleran dan anti keberagaman. Perlawanan kultural yang berbasis pada nilai-nilai agama dan kesusilaan harus tunduk pada kampanye pemerintah yang mengaruskan toleransi dan menghormati keberagaman. Lalu cara apa lagi yang bisa dilakukan?
Perlawanan Politik
Propaganda LGBT sudah bersifat politik bahkan menjadi bagian dari aktivitas politik AS dalam mempertahankan hegemoninya. Dari sisi dukungan, jelas gerakan LGBT ini tidak bisa dibendung hanya dengan penguatan nilai-nilai keislaman di dalam keluarga dan komunitas Muslim. Aktivitas politik AS yang telah masuk ke negeri kita harus dihadapi dengan perlawanan politik oleh kekuatan Partai Politik Islam Ideologis bersama umat.
Perlawanan politik harus dalam kerangka perjuangan politik mengajak pada kebaikan, melarang kemungkaran dan mengoreksi penguasa. Upaya mengajak pada kebaikan mengharuskan partai menguatkan edukasi politik tentang fakta propaganda LGBT, bahaya dan pandangan Islam tentang LGBT. Diikuti dengan upaya mengingatkan penguasa agar negara melalui perangkat perundangan memberi aturan pelarangan kegiatan-kegiatan yang membahas hak-hak LGBT untuk mempropagandakannya, serta memberi hukuman bagi palaku LGBT.
Kesadaran melawan propaganda LGBT harus diwujudkan dalam suatu gerakan untuk memberikan tekanan kepada penguasa agar menolak semua agenda AS dan Barat atas nama HAM dan pembangunan inklusi (di dalamnya termasuk pelaku LGBT) yang menciderai nilai-nilai Islam agama mayoritas negeri ini. Tentu ini bukan hal yang mudah. Jika diibaratkan perlawanan politik, umat menolak propaganda LGBT bagaikan ‘David versus Goliath’.
Apalagi jika kebijakan negara dan kepentingan rezim negeri ini masih berputar-putar di sekitar negara-negara besar, seperti AS. Saatnya partai politik Islam bersama umat mengambil langkah yang jelas untuk memilih kepemimpinan yang akan melindungi umat, apalagi kalangan muda, karena pemuda adalah masa depan Islam dan umat.
Khatimah
Al-Quran telah menjelaskan dengan terang-benderang penyimpangan orientasi seks seperti Gay dan Lesbian yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth as. (QS al-A’raf ayat 80-81, 83; QS at-Taubah ayat 70 dan QS al-Haqqah ayat 9). Artinya, Islam melarang sangat keras praktik LGBT. Umat Nabi Luth as. yang mempraktikkan LGBT disebut dalam al-Quran sebagai orang yang melewati batas atau fasik.
Seharusnya umat belajar dari kisah Nabi Luth as. Kemurkaan dan azab Allah SWT bukan saja ditimpakan kepada kaum sodom (pelaku homoseksual), tetapi juga kepada istri Nabi Luth as. yang bersekongkol membantu kaumnya dengan mengkhianati Nabi Luth as. sebagai utusan Allah SWT.
Jika kaum Muslim mengharapkan bersih dari bencana dan kerusakan akibat kaum LGBT, melindungi generasi umat (pemuda), satu-satunya jalan adalah kembali pada syraiah Islam dalam naungan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah.
WalLaahu a’lam bi ash-shawwab. [Fatma Sunardi]
Catatan kaki:
[1]https://vietcetera.com/en/us-special-envoy-jessica-stern-reaffirms-united-states-support-in-advancing-lgbtq-rights-in-vietnam [2]https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2022/06/15/fact-sheet-president-biden-to-sign-historic-executive-order-advancing-lgbtqi-equality-during-pride-month/ [3] https://ocm.iccrom.org/documents/sustainable-development-goals-and-lgbt-inclusion [4]https://www.republika.co.id/berita/p31uno440/jaringan-lgbt-dan-advokasi-yang-keliru [5]https://www.thejakartapost.com/life/2019/11/29/indonesian-lgbt-community-pins-hopes-on-youth-for-better-more-tolerant-future.html [6] https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/26/more-indonesians-tolerant-of-homosexuality-though-vast-majority-still-say-no-pew-survey.html