Opini

Pendidikan Berkualitas dan Murah

Pendidikan berkualitas dirasakan banyak masyarakat sangat mahal. Mahalnya biaya pendidikan itu buah dari kebijakan yang mengadopsi ideologi AS, yakni neo-liberalisme. Sebagai salah satu varian Kapitalisme—seperti Keynesian yang mengutamakan intervensi Pemerintah—neo-liberalisme justru sebaliknya. Neo-liberalisme merupakan bentuk baru liberalisme klasik dengan tema-tema pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualisme (Adams, 2004).

Di tengah kesulitan hidup yang berat karena kemiskinan, pendidikan mahal akibat penerapan sistem dan agenda neo-liberalisme global semakin melengkapi kegagalan Pemerintah sekular di berbagai negara saat ini.

Beda dengan neo-liberalisme, dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen maupun infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara (Usus at-Ta’lim al-Manhaji, hlm. 12).

Mengapa demikian? Sebab, negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat: pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, dan papan) yang dijamin secara tak langsung oleh negara, pendidikan, kesehatan dan keamanan dijamin secara langsung oleh negara. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara (Abdurahman al-Maliki, 1963).

Dalilnya adalah as-Sunnah dan Ijmak Sahabat. Nabi saw. bersabda, “Imam bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR Muslim).

Ijmak Sahabat telah terwujud dalam hal wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin dan imam shalat jamaah (Rahman, 1995; Azmi, 2002; Muhammad, 2002).

Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan  pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “iwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan (Khalid, 1994).

Pada era Khilafah Utsmaniyah, Sultan [Khalifah] Muhammad al-Fatih (w. 1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel (Istanbul) Sultan membangun delapan sekolah. Di sekolah-sekolah ini dibangun asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan. Sultan memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu (Shalabi, 2004).

Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai’ dan kharaj—yang merupakan kepemilikan negara—seperti ghanimah, khumuûs (seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dharîbah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan) (Zallum, 1983; an-Nabhani, 1990). [Suardi Basri ; (el Harokah Research Center)]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 + 20 =

Check Also
Close
Back to top button