Pertalite Dihapus, Dompet Rakyat Miskin Pupus
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara perihal usulan PT Pertamina yang akan mengubah BBM jenis RON 90 atau Pertalite menjadi Pertamax Green 92 atau RON 92. Ia menegaskan harga BBM Pertamax Green 92 sebagai pengganti Pertalite tidak bakal memberatkan masyarakat.
Mungkin alasan Pemerintah menghapus Pertalite adalah demi menghadirkan solusi bagi lingkungan. Belakangan kualitas udara di Jakarta makin buruk. Menurut IQAir, indeks pada bulan Agustus kualitas udara di Jakarta di angka 157, artinya TIDAK SEHAT. Udara di Jakarta sudah terkategori tidak sehat ini sudah berbahaya dan bisa berakibat gangguan kesehatan bagi semua. Tidak hanya di kalangan yang rentan. Kita tidak menyanggah bahwa sektor transportasi masih jadi penyumbang terbesar polusi udara. Masalah polusi udara sebenarnya lebih luas dari yang dinyatakan Pemerintah. Tidak hanya transportasi dan industri manufaktur, tetapi juga sektor energi yang berasal dari 8 PLTU di sekitar Jakarta dan persoalan tata ruang.
Namun, rencana Pemerintah dalam menghapus BBM jenis Pertalite, dikhawatirkan biaya operasional kerja akan meningkat jika harus membeli BBM yang lebih mahal. Penghapusan BBM jenis Pertalite diprediksi akan berdampak luas terhadap perekonomian masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Sebabnya, pengeluaran untuk membeli BBM akan semakin meningkat. Ini jelas akan berdampak pada warga berpenghasilan rendah.
Pemerintah harus mempertimbangkan nasib masyarakat berpenghasilan rendah sebelum merealisasikan rencana tersebut. Artinya, kebijakan yang diambil jangan menyulitkan rakyat kecil. Kalau Pertalite dihapus karena alasan lingkungan, ya silakan. Namun, stop liberalisasi SDA, dan jangan sampai tidak ada solusi untuk warga berpenghasilan rendah.
Secara tidak langsung setiap hari masyarakat akan dipaksa untuk menggunakan BBM lebih mahal, sementara penghasilan masih tetap, jelas memberatkan masyarakat.
Sebenarnya hal mendasar yang menjadikan banyak BUMN merugi tak hanya Pertamina adalah liberalisasi, termasuk di sektor energi.
Liberalisasi energi menjadikan negara (Pertamina) memiliki ruang sempit dalam mengelola energi untuk masyarakatnya. Pertamina harus mampu bersaing dengan perusahaan energi asing maupun lokal di negerinya sendiri. Mereka akhirnya memposisikan dirinya sebagai pengusaha, bukan pelayan dan pelindung rakyat.
Liberalisme adalah bagian dari sistem kapitalisme. Liberalisme adalah paham kebebasan yang berlandaskan pada sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Alhasil, mereka menganggap mengatur rakyat itu pun bebas. Tak perlu terikat dengan aturan Islam. Wajar jika mereka kemudian memposisikan masyarakat adalah target marketnya. Bukan sebagai amanah di dunia dan akhirat. [Ahmad Rizal; (Indonesia Justice Monitor)]