Tinggalkan Solusi PBB
Media massa tengah disibukkan dengan upaya membantu opini Ukraina menghadapi invasi Rusia. Sejak awal invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara di dunia berlomba-lomba mengecam, mengutuk Rusia bahkan memberikan berbagai sanksi di negaranya bagi transaksi atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Rusia.
Bantuan terus mengalir bagi Ukraina. Bank Dunia menyetujui paket bantuan sebesar US$723 juta atau Rp10 triliun (dengan rata-rata Kurs Rp14.385 per dolar AS) berupa pinjaman dan hibah.
Hampir semua negara berpendapat bahwa perang ini adalah ‘bencana’ bagi dunia karena akan memangkas pertumbuhan ekonomi global. Perang di Ukraina datang pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah meningkat akibat Covid-19. Begitu ‘hebohnya’ dunia atas penderitaan Ukraina.
Namun, bagaimana dengan penderitaan Palestina yang telah lama mengalami penindasan? PBB memperlihatkan standar ganda yang harusnya tidak bisa diterima akal dan rasa kemanusiaan. Bagaimana mungkin membela Ukraina setengah mati, tetapi melakukan pembiaran terhadap Israel yang telah bertindak tak manusiawi terhadap Palestina sekian tahun lamanya. Jelas, perdamaian dunia dan perlindungan HAM yang hakiki tidak akan bisa kita dapatkan jika berharap dari negara-negara yang ada di dunia dengan sistem kapitalismenya saat ini.
Sejarah memberikan pelajaran berharga kepada kita. Keluarnya resolusi PBB ditentukan oleh sikap negara pemilik hak veto, terutama AS. Selama ini banyak resolusi terhadap Israel yang kandas karena diveto AS, termasuk resolusi terhadap Israel atas invasi ke Gaza yang menewaskan lebih dari 1300 orang; termasuk di antaranya wanita, anak-anak dan orang tua.
Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi Israel di Palestina diveto Amerika. Ini belum termasuk resolusi setelah tahun tersebut plus resolusi terakhir saat israel melancarkan agresinya di Gaza.
Amerika Serikat pun dengan tegas meyatakan bahwa mereka akan menveto usulan Palestina tersebut yang diungkapkan oleh Perdana menteri Israel Benyamin Netanyahu, “Upaya Palestina untuk meraih dukungan dari PBB akan gagal, setelah Amerika Serikat (AS) berniat untuk memveto dukungan itu,” jelas Netanyahu seperti dikutip MENAFN, Senin (19/9/2011).
Artinya, sebuah aktivitas yang sia-sia ketika berharap kepada PBB, termasuk di dalamnya keinginan untuk menjadi anggota PBB.
Sebenarnya solusi atas persoalan Palestina haruslah melihat status dari tanah Palestina itu sendiri. Inilah fakta yang harus dijadikan sebagai objek berpikir seluruh umat yang ingin benar-benar melihat kemerdekaan sejati bagi bangsa Palestina, bukan malah menjadikan persoalan Palestina sebagai sumber pemikiran itu sendiri. [Ahmad Rizal ; (Direktur ELFIKRA)]