Penyatuan Umat Dan Penegakan Khilafah
Mari kita renungkan kalimat-kalimat berikut ini:
Masih ada yang lebih sulit lagi, yaitu mengubah benak (pemikiran) yang sudah terbelenggu dengan tsaqâfah Barat. Tsaqâfah tersebut merupakan senjata yang digunakan untuk menikam Daulah Islam, dengan tikaman yang luar biasa, hingga mematikannya. Barat lalu memberikan senjata itu kepada generasi muda negara tersebut, dalam kondisi yang masih meneteskan darah “ibu” mereka yang baru saja terbunuh, sambil berkata dengan sombong, “Sungguh aku telah membunuh ibu kalian yang lemah itu, yang memang layak dibunuh karena perawatannya yang buruk kepada kalian. Aku menjanjikan kepada kalian perawatan yang membuat kalian merasakan kehidupan bahagia dan kenikmatan yang nyata.”
Kemudian mereka mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan si pembunuh, padahal senjata pembunuh itu masih berlumuran darah “ibu” mereka. Perlakuan pembunuh itu kepada mereka seperti serigala yang membiarkan mangsanya lari, lalu dikejar lagi agar dapat ditangkap dan dimangsa. Mangsanya tidak akan bangun lagi kecuali diterkam kembali hingga darahnya mengucur atau dibanting ke dalam jurang, kemudian serigala itu memangsanya.1
Algoritma Politik Untuk Penghancuran Khilafah
Dalam pernyataan di atas, senjata pembunuh yang dimaksud adalah pemecah persatuan secara fisik (nasionalisme) dan di atas kepingan-kepingan yang lemah itu ditabur racun yang dasyat. Itulah sekularisme yang menjadi asas ideologi Kapitalisme dan materialisme yang menjadi asas ideologi Sosialisme-komunisme.
Algoritma politik2 yang sederhana tetapi mematikan. Pecah-belah secara fisik melalui nasionalisme dan fanatisme kelompok. Kemudian adu-domba penduduknya. Setelah itu kuasailah. Inilah devide et empire.
Setelah wilayahnya dikuasai, cekokilah penduduk yang sudah lemah bahkan menyerah dengan pemikiran yang beracun. Larang peran agama di ruang publik (sekularisme) atau usir agama dari seluruh aspek kehidupan (materialisme).
Inilah yang terjadi di negeri-negeri Muslim, setelah Khilafah Islam (ibu dari anak-anak itu) dihapuskan pada 3 Maret 1924. Rumahnya itu pun (tanah dan wilayahnya yang satu) dimutilasi dengan keserakahan setinggi-tingginya oleh para penjajah Barat. Tidak tersisa kecuali yang sudah tercabik-cabik. Setelah itu penduduknya, terutama generasi mudanya, mengalami peracunan pembaratan (westoxiation).
Aneka Senjata Sang Pembunuh
(1) Memprovokasi konflik sektarian dan adu domba antarkelompok.
Perjanjian Sykes-Picot3 mengantarkan kepada kita bagaimana pemecahbelahan wilayah Khilafah Islam pasca kekalahannya dalam Perang Dunia I (1914-1918 M) atas dasar nasionalisme. Khilafah Islam hanya disisakan menjadi Turki (sekarang) yang telah diubah menjadi republik sekular. Kemudian Arab Saudi dibentuk dari pengkhianatan Hijaz kepada Khalifah. Inggris mengambil Irak, Palestina, Hijaz dan Transjordan. Prancis mengontrol Suriah dan Lebanon. Setelah itu Inggris mencangkokan secara paksa entitas penjajah Israel di Timur Tengah pada 1948.
Berikutnya, setelah Timur Tengah dalam kendali Barat, secara sistematis provokasi perpecahan dilakukan sehingga terjadi “kemerdekaan” di negeri-negeri Muslim. Mulai dari Iran (1921), Saudi Arabia(1932), Mesir (1922), Irak (1932), Yordania (1945), Libanon (1945), Syria (1945), Pakistan (1947), Palestina dikuasai agressor Israel (1948), Indonesia (1945), Maroko (1956), Nigeria (1960) hingga Aljazair (1962).
Kemudian bermunculan konflik primordial dan tidak terselesaikan terkait dengan umat Islam Palestina, Kasmir di India, Afganistan, Bosnia di bekas Yugoslavia, Rohingya di Burma, Moro di Filipina, Chechya di Rusia, Uighur di Cina dan Azarbaijan.
Selain itu, upaya adu domba antarkelompok Muslim di berbagai negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim pun dilakukan. Hal ini harus dipahami oleh umat Islam agar bisa digagalkan. Menurut Rand Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika, upaya memecah-belah umat dilakukan menetapkan klasifikasi terhadap umat Islam berdasarkan kecenderungan dan sikap politik mereka terhadap Barat dan nilai-nilai demokrasi.
Umat Islam dibagi ke dalam empat kelompok: Pertama, Kelompok Fundamentalis, yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer; menginginkan sebuah negara otoriter yang puritan yang akan dapat menerapkan hukum Islam yang ekstrem dan moralitas. Kedua, Kelompok Tradisionalis, yang menginginkan suatu masyarakat yang konservatif. Mereka mencurigai modernitas, inovasi, dan perubahan. Ketiga, Kelompok Modernis, yang ingin Dunia Islam menjadi bagian modernitas global. Mereka ingin memodernkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikannya dengan zaman. Keempat, Kelompok Sekularis, yang menginginkan Dunia Islam untuk dapat menerima pemisahan antara agama dan negara dengan cara seperti yang dilakukan negara-negara demokrasi industri Barat, dengan agama dibatasi pada lingkup pribadi.
Langkah berikutnya, yang direkomendasi Rand Corp ini, adalah politik belah bambu. Mendukung satu pihak dan menjatuhkan pihak lain, lalu membentrokkan antar kelompok tersebut. Pertama, mendukung kelompok modernis. Kedua, mendukung kelompok tradisionalis melawan kelompok fundamentalis. Ketiga, menghadapi dan melawan kelompok fundamentalis. Keempat, secara selektif mendukung kaum sekular.
(2) Menyerang ajaran islam melalui kriminalisasi-monsterisasi ide syariah, jihad dan khilafah dan pengemban dakwahnya.
Kesadaran umat Islam akan agamanya melahirkan kebangkitan umat secara alamiah. Kesadaran ini didorong oleh peran dari gerakan-gerakan dakwah Islam yang membuat umat semakin mengenali jatidirinya sebagai Muslim dan sebagai umat terbaik dan adil (khayru ummah, ummat[an] wasath[an]).
Hal ini membuat Barat khawatir akan dampak dari kebangkitan Islam bagi eksistensi dan dominasi Barat. Muncullah upaya untuk melakukan counter terhadap isu kebangkitan Islam. Di antaranya dalam bentuk stigmatisasi terhadap ajaran Islam; mulai dari aspek syariah (kebolehan poligami, larangan pemimpin kafir, jihad dan khilafah), kemudian mengarah pada akidah (isu penghinaan terhadap Nabi saw. dan Quran). Berikutnya kriminalisasi para pengemban dakwahnya, yaitu para tokoh ulama yang lurus-ikhlas dan para aktivisnya.4
Secara internasional, kembalinya kelompok Taliban berkuasa di Afganistan pada 20215menjadikan stigma negatif terhadap penerapan syariah Islam dimunculkan kembali.
(3) Perang melawan terorisme dan radikalisme.
Pasca 9/11, 2001 terjadi titik kritis, ketika Barat (Amerika) melakukan serangan politik terhadap Islam yang mengubah peta politik negara-negara di dunia, melalui perang salib baru yang digemborkan Bush6, yaitu terorisme. War on Terrorism (WOT). Pada faktanya, ini bermakna perang terhadap Islam (War on Islam). Mengapa? Karena yang menjadi sasaran perang ini adalah Islam dan umat Islam. Tidak aneh kelompok kafir separatis di Papua, yang telah membunuh dan merusak, hanya disebut KKB (Kelompok Kekerasan Bersenjata).
Motif sesungguhnya WOT ini adalah agar Amerika memiliki legitimasi untuk melakukan serangan mendahului musuhnya (pre-emptive strike). Karena itu Dunia Islam harus dikuasai secara total; wilayahnya, kekayaan alamnya, pikiran dan hatinya.
Pada faktanya, perang melawan terorisme ini adalah gagal (kasus penjajahan Amerika di Irak dan Afganistan). Lalu Amerika menggeser perang melawan terorisme menjadi perang melawan radikalisme (War on Radicalism). Ini melahirkan keinginan Amerika untuk menjinakkan Islam melalui persekutuan dengan kelompok yang moderat. Tentu moderat dengan standar Amerika. Lahirlah program yang disebut sebagai program deradikalisasi. Intinya adalah membuat “Islam ala/sesuai mau Amerika”. Menolak konsep kunci seperti jihad dan khilafah.
Laporan Reuter 2019 menyatakan bahwa rezim ini sejak 2019, setelah memegang kekuasaan periode kedua, begitu bernafsu untuk membersihkan birokrasi dan ASN (aparat sipil negara) dari anasir-anasir yang dianggap radikal.7
Hal ini alih-alih akan melahirkan dukungan publik, malah makin menumbuhkan sikap kritis yang semakin kuat terhadap berbagaI kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim ini terhadap masyarakat, termasuk di kalangan ASN.
(4) Menyebarkan gagasan moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah ide usang. Gagasan absurd. Penggagasnya ingin ada di pertengahan dalam segala sesuatu. Kompromistis. Namun, mereka mencari pembenaran dengan QS al-Baqarah ayat 143 dengan istilah wasath[an] (adil). Padahal gagasan intinya adalah menolak Islam secara total (kâffah). Menolak jihad dan khilafah. Membentuk Islam yang dikehendaki Barat, yang mengadopsi nilai-nilai dasar peradaban barat, yaitu sekularisme, yang banyak bertentangan dengan Islam.
Hakikat gagasan ini adalah bentuk diabolisme intelektual yang bermakna pembangkangan terhadap syariah Islam. Diabolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani Kuno. Diabolisme berarti pemikiran, watak, dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian kepada Iblis.
Moderasi beragama ini hakikatnya menunjukkan sindrom rasa rendah diri (minder wardeg complex) menghadapi peradaban Barat. Lalu apa yang tidak disukai oleh Barat dari Islam buru-buru disesuaikan. Padahal Islam adalah sebuah risalah paripurna yang tidak membutuhkan penyesuaian, apalagi demi rasa suka dari kalangan Barat.
Sungguh sesuatu yang ironis, dalam konteks Indonesia, biaya moderasi beragama melalui Kemenag bertambah dari Rp 400 miliar (2021) menjadi Rp 3.2 triliun (2022) (Republika, 28/9/2021).
(5) Menumbuhkan ide Islam lokal (Islam Nusantara, Islam Eropa, dll).
Gagasan ini makin menunjukkan keterkaitan dengan makin terpecah-belahnya setiap wilayah. Lalu ditumbuhkan pula aturan yang berbasiskan pada wilayah tersebut. Seolah Islam di tempat A tidak cocok dengan tempat B atau dengan tempat C, dan seterusnya. Artinya, menolak keberadaan Islam sebagai aturan sempurna dan universal yang pasti cocok untuk semua situasi dan kondisi masyarakat.
Jika ada yang tidak sesuai dengan syariah, fakta masyarakat tersebut yang harus diubah. Bukan sebaliknya, ajaran Islam yang disesuaikan dengan fakta tersebut. Akibatnya, syariah Islam yang sempurna itu dibonsai (baca: dioplos) sedemikian rupa sehingga sesuai dan tunduk dengan nasionalisme, sekularisme dan liberalisme.
Ini sejalan juga dengan ide fikih minoritas.8 Muslim yang jumlahnya minoritas di satu negara harus mematuhi apa yang menjadi ketentuan negara tersebut meski menyimpang dari syariah Islam. Hal itu dilakukan dengan menggunakan dalih yang tidak tepat: “adanya maslahat bagi Islam (dalam partisipasi politik) dan kaum Muslim”, “kisah Nabi Yusuf as. dan klaim bahwa beliau terlibat pemerintahan di Mesir”, “keterikatan terhadap konsep geografis menurut al-Quran”, dan “gagasan tentang kewarganegaraan”.
Penutup
Demikian sebagian dari “senjata-senjata” yang dilakukan oleh orang kafir untuk membendung kebangkitan dan kesatuan umat Islam dalam menegakkan Islam kâffah dan Khilafah.
Dengan demikian umat Islam harus terus istiqamah dalam menggelorakan dakwah secara intelektual, politis dan damai untuk melanjutkan kehidupan Islam, menyatukan seluruh wilayah dunia dengan tegaknya Islam kâffah dan Khilafah. WalLâhu a’lam. [Dr. Riyan, M.Ag.; (Pengamat Politik Islam dan Militer)]
Catatan kaki:
1 Ungkapan paragraf ini adalah pernyataan Syaikh Taqyuddin An Nabhani dalam kitabnya, Dawlah Islamiyyah (2002).
2 Secara sederhana yang dimaksud “algoritma politik” dalam tulisan ini adalah rumus, rangkaian langkah-langkah politik untuk menaklukkan musuh.
3 Perjanjian Sykes-Picot yang ditandatangani pada tahun 1916 adalah perjanjian rahasia antar pemerintah Britania Raya (diwakili Sir Mark Sykes) dengan pemerintahan Prancis (diwakili François Georges-Picot) yang diikuti dan disetujui oleh Kerajaan Rusia, di mana dalam perjanjian ini ketiga negara mendiskusikan pengaruh dan kendali di Asia Barat setelah jatuhnya Kerajaan Utsmaniyah pada Perang Dunia I yang telah diprediksi sebelumnya.
4 Kasus “Kartun Nabi” di Perancis (2020) dan pembakaran Al Quran di Swedia (2020).
5 Sikap terhadap Taliban yang cenderung negatif adalah bentuk islamophobia yang akut. Kembalinya Taliban ke kekuasaan di Afganistan, tidak dapat dilepaskan dengan peran Amerika yang meninggalkan Afganistan dari pintu depan, tetapi masih mengendalikannya lewat pintu belakang, sekutunya (diantaranya Turki dan Iran). Secara umum, Amerika memang memiliki peran penting membuat gagasan khilafah menjadi tampak seperti monster, bahkan bagi kaum muslimin itu sendiri. Sebelumnya AS, telah berusaha mengaborsi ide khilafah dengan merekayasa keberadaan ISIS yang menampilkan gambaran khilafah yang mengerikan.Sayangnya semua upaya itu telah gagal.
6 War on Terrorism (WOT) di mata Bush adalah seperti perang salib baru. Ini termaktub dalam artikel Wall Street Journal:’Crusade’ Reference Reinforces Fears War on Terrorism Is Against Muslims, https://www.wsj.com/articles/SB1001020294332922160
7 Laporan Reuters terkait dengan rencana pembersihan kaum radikal dapat dilihat di https://www.reuters.com/article/us-indonesia-politics-islamism-exclusive-idUSKCN1TM0T8
8 Pengertian Fiqh Minoritas (Fiqh Al Aqalliyaat) dibahas secara kritis oleh Asif K Khan dalam bukunya “The Fiqh of Minorites-The New Fiqh to Subvert Islam” (2004).