Bagaimana Spirit Islam Melawan Penjajahan?
Soal:
Bagaimana spirit perlawanan Islam terhadap penjajahan? Bisa dijelaskan, bentuk-bentuk perlawanan Islam terhadap penjajahan, baik fisik maupun non-fisik?
Jawab:
Penjajahan di dunia bisa dipilah menjadi dua. Pertama, penjajahan fisik. Kedua, penjajahan non-fisik. Penjajahan fisik dilakukan dengan pendudukan (ihtilaal); dengan menduduki wilayah, menguasai sumberdaya alam, menundukkan sumberdaya manusianya, kemudian mengontrol kekuasaan militer, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Penjajahan non-fisik dilakukan melalui pemikiran, pendidikan, budaya, dan soft power yang lainnya. Biasanya dilakukan dengan menggunakan strategi dan agen. Strategi ini merupakan usluub, sedangkan agen merupakan wasiilah-nya. Mereka ditanam di semua sektor; mulai dari sektor politik, pemerintahan, militer, ekonomi, budaya, agama, hukum dan sebagainya.
Karena itu meski secara de jure negeri-negeri kaum Muslim sudah dinyatakan merdeka, secara de facto ternyata masih tetap terjajah. Secara de jure penjajahan fisik tampak tidak ada. Ini karena mereka telah meninggalkan negeri kaum Muslim. Namun, secara de facto pemikiran, mindset dan cara pandang penjajah itu tetap dipertahankan oleh koloni penjajah ini. Bahkan tidak malu, mereka mengundang penjajah itu untuk mengangkangi dan mengeruk negerinya, dengan menggunakan berbagai istilah yang menipu, “investasi”, atau “negara donor”, dan sebagainya.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana spirit perlawanan Islam terhadap segala bentuk penjajahan ini? Jawabannya terletak pada spirit ubudiyah (penghambaan), yang terpatri para kalimat, “Laa Ilaaha illaa-Llaah, Muhammad Rasuulu-Llaah” (Tidak ada yang berhak disembah, dan dijadikan tempat mengabdikan diri, kecuali Allah. Muhammad adalah utusan Allah).
Penjajahan, baik fisik maupun non-fisik, sesungguhnya merupakan manifestasi dari isti’baad (perbudakan), yaitu menjadikan manusia sebagai hamba manusia. Karena itu Islam telah mengharamkan penjajahan. Allah SWT berfirman:
إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي ١٤
Sungguh Aku adalah Allah. Tidak ada tuhan yang lain, selain Aku. Karena itu sembahlah Aku (QS Thaha [20]: 14).
Imam ath-Thabari menjelaskan:
“Innanii Anaa AlLaah (Sungguh Aku adalah Allah).” Maknanya: Allah menyatakan, “Sungguh Akulah Tuhan Yang berhak disembah.” Tak ada penghambaan kecuali kepada Dia. Tidak ada satu pun tuhan, kecuali Aku. Karena itu janganlah kalian menyembah yang lain, selain Aku. Sungguh tidak ada yang berhak menjadi tempat menghambakan diri, yang boleh dan layak dijadikan sembahan, selain Aku. “Fa’budnii (Karena itu sembahlah Aku).” Maknanya: Allah menyatakan, “Murnikanlah ibadah hanya kepada-Ku, bukan sesembahan lain, selain Aku.” 1
Kalimat Tauhid itu telah terpatri di dalam hati setiap orang Islam. Hanya saja, refleksi dari kalimat tauhid itu ada yang kuat, ada yang tidak, bergantung pada kejernihan pemahaman masing-masing. Jika tauhid mereka murni dan jernih, kemudian pemahaman yang terbentuk dari sana juga jenih, maka tauhid itu akan membangkitkan perlawanan mereka. Inilah yang tampak dari kalimat Rub’i bin ‘Amir kepada Rustum:
الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضيق الدّنيا إلى سعتها، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام، فأرسلنا بدينه إلى خلقه لندعوهم إليه، فمن قبل ذلك قبلنا منه ورجعنا عنه، ومن أبى قاتلناه حتّى نفيء إلى موعود الله
“Allah telah mengirim kami untuk membebaskan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada manusia menuju penghambaan diri kepada Allah; dari sempitnya dunia menuju dunia yang luas; dari kezaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam. Lalu Dia mengirim kami dengan mengemban agama-Nya ini kepada seluruh makhluk-Nya agar kami bisa mengajak mereka memeluknya. Siapa saja yang menerima agama ini, kami pun menerima pengakuannya dan akan membiarkan dirinya. Namun, siapa saja yang tidak mau, kami pun akan memerangi dirinya sehingga kami bisa memenuhi apa yang telah Allah janjikan.”2
Dengan spirit tauhid itu, seorang Muslim akan mempunyai ‘izzah (kehormatan dan kemuliaan). Tidak ada siapapun yang boleh menghina dan menginjak-injak kehoramatan-nya. Allah SWT berfirman:
وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ ٨
Hanya milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukmin kemuliaan itu. Namun, kaum munafik tidak mengetahuinya (QS al-Munafiqun [63]: 8).
Darah, harta dan kehormatan mereka pun wajib dijaga dan dipertahankan hingga nyawa taruhannya. Karena itu Nabi saw. bersabda:
فإنَّ دِمَاءَكُمْ، وأَمْوَالَكُمْ، وأَعْرَاضَكُمْ، وأَبْشَارَكُمْ، علَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَومِكُمْ هذا، في شَهْرِكُمْ هذا، في بَلَدِكُمْ هذا
Sungguh darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian dan kulit kalian merupakan kesucian bagi kalian, sebagaimana kesucian hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan kaum Muslim yang mati karena mempertahankan agama, harta dan kehormatannya dinyatakan oleh Nabi saw. sebagai syahid:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فهوَ شَهيدٌ، ومَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِه فهوَ شَهيدٌ، ومَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فهوَ شَهيدٌ، ومَنْ قُتِلَ دُونَ أهلِهِ فهوَ شَهيدٌ
Siapa saja yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela agamanya, maka dia syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela darahnya, maka dia syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela keluarganya, maka dia syahid (HR at-Tirmidzi).
Karena itu Islam telah menetapkan jihad sebagai metode baku untuk mengemban dan mempertahankan Islam. Allah berfirman:
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ ٣٩
Perangilah mereka [kaum kafir] itu hingga tidak ada lagi fitnah [kekufuran] dan agama ini semuanya menjadi milik Allah (QS al-Anfal [8]: 39).
Jihad adalah mengerahkan seluruh daya dan upaya dalam perang fisik melawan kaum kafir untuk menegakkan kalimah Allah, baik dengan harta, pemikiran maupun yang lain. Jihad, dalam pandangan Islam, ada yang besifat ofensif, seperti penaklukan, dan hukumnya fardhu kifayah. Ada juga yang bersifat defensif, untuk mempertahkankan agama, harta, kehormatan, dan lain-lain, dan hukumnya fardhu ain.
Selama kaum Muslim masih mempunyai akidah Islam yang terpatri dengan kokoh di dalam jiwanya, dan jernih, sehingga pemahamannya mengkristal di dalam dirinya, maka selama itu mereka tidak akan bisa dijajah. Hanya saja, kaum kafir tahu, bagaimana caranya menjajah dan menguasai kaum Muslim, yaitu menggunakan antek-antek mereka, kaum munafik, yang bisa mereka beli. Melalui mulut dan tangan merekalah para penjajah itu akhirnya bisa menguasai dan menjajah negeri-negeri kaum Muslim, seperti saat ini.
Karena itu, Islam satu-satunya kekuatan di muka bumi ini yang tak bisa dikalahkan oleh musuh, khususnya negara-negara kafir penjajah Barat. Karena kesadaran itulah mereka menaklukkan kaum Muslim dengan menaburkan racun, yang meracuni pemikiran kaum Muslim, sehingga melemahkan kekuatan mereka, termasuk spirit perlawanan Islam yang terpatri di dalam jiwa mereka.
WalLaahu a’lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]
Catatan kaki:
1 Ibn Jarir a-Thabari, Tafsir at-Thabari, Q.s. Thaha: 14.
2 Ibn Jarir a-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Juz III/520; Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz VII/39.