Membentengi Anak Dari Seks Bebas
Pengajuan dispensasi nikah di banyak propinsi di negeri ini semakin mengemuka. Awalnya bermula dari viralnya berita di medsos bahwa ratusan anak SMA di Ponorogo mengajukan dispensasi tersebut ke KUA setempat dengan alasan mereka telah hamil sebelum menikah. Setelah itu bermunculanlah kasus yang sama dari daerah-daerah lain.
Dari data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, jumlah kasus dispensasi kawin per- 8 Februari 2023 ada lebih dari 50.000 kasus. Sebanyak 80% di antaranya adalah kasus hamil sebelum menikah. Sungguh jumlah yang sangat fantastis. Ini yang terdata. Yang tidak terdata tentu lebih banyak. Na’uudzubilLaahi min dzaalik!
Sungguh miris. Hanya demi untuk menyalurkan hasrat seksualnya, para remaja ini rela dan dengan sangat mudah melakukan perbuatan yang melanggar agama, bahkan termasuk dosa besar.
Mengapa Makin Marak?
Kondisi buruk ini terjadi akibat penerapan sistem sekulerisme-kapitalisme. Inilah yang menjadikan kebebasan di atas segalanya hingga membuka ruang terjadinya pergaulan bebas. Sistem ini menganut pemisahan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai asasnya. Akhirnya, nilai agama di kesampingkan dan hanya menjadi urusan individu. Apalagi minimnya bekal agama menjadikan para remaja ini kehilangan jatidiri dan pegangan hidup. Wajar jika pergaulan mereka semakin kebablasan dan yang lemah iman menjadi korban sistem yang rusak ini.
Fenomena pergaulan bebas yang menimpa remaja usia sekolah ini disebabkan oleh dorongan seksual yang menuntut kepuasan. Apalagi saat ini dunia maya menjadi santapan anak-anak. Banyak konten pornografi dan pornoaksi disajikan; baik lewat film, sinetron, iklan atau di kehidupan nyata. Konten ini bebas diakses oleh siapa saja, bahkan anak-anak. Akibatnya, mereka yang menyaksikan adegan tersebut akan terdorong untuk melakukan hal serupa, apalagi di kalangan remaja labil.
Jika saja Pemerintah bertindak tegas dan menjalankan kewajibannya, mereka bisa memblokir konten-konten pornografi dan pornoaksi yang jelas merusak remaja dan berdampak buruk bagi masa depan mereka. Namun, sungguh jauh panggang dari api. Sangat sulit mengharapkan penguasa dalam sistem sekularisme-kapitalisme ini untuk memperhatikan urusan rakyatnya. Akhirnya, keluarga muslim sendiri yang harus berusaha keras membentengi anak-anaknya dari pengaruh buruk yang semakin gencar melingkupi mereka.
Membentengi Anak
Bagaimanapun situasi ini memang harus kita hadapi. Apalagi di tengah sistem sekuler yang diterapkan negeri ini. Para ibu dibuat khawatir berlipat-lipat. Arus liberalisme demikian kuat melanda. Tayangan-tayangan di televisi dan media sosial seolah tidak ada remnya, yang berpeluang besar untuk membangkitkan syahwat. Wajar banyak orangtua sangat khawatir terhadap situasi ini. Karena itu memang kita harus memberikan perhatian, pemahaman dan pengertian ekstra untuk anak-anak kita. Beberapa upaya yang bisa kita lakukan untuk membentengi anak-anak dari pergaulan bebas, di antaranya:
- Tanamkan keimanan yang kokoh dan cinta kepada Allah SWT sejak dini.
Menanamkan akidah atau iman yang kokoh kepada anak adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama pada diri anak. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR al-Bukhari).
Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar anak mengenal betul siapa Allah SWT, Penciptanya Yang Maha Pengatur, juga mengenal Muhamad saw. sebagai utusan-Nya, serta mencintai al-Quran dan meyakini seluruh isinya.
Sejak bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa mulai dengan sering membacakan ayat-ayat al-Quran, berzikir dan bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, ibu membiasakan bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lalu anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Ketika anak memahami dengan benar bahwa Allah Maha Melihat dan Mendengar—tentu dengan bahasa yang makruf, sesuai dengan usia anak-anak kita—bi idznillaah kelak anak-anak kita paham, bahwa segala apa yang dia perbuat selalu dalam pantauan Allah sehingga mereka berhati-hati dalam berbuat.
- Kenalkan syariah Islam.
Anak harus dikenalkan dengan syariah Islam sejak dini. Ini sebagaimana Hadis Rasulullah saw., “Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala mereka telah berumur tujuh tahun. Pukullah dia (saat tidak mau shalat) tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.”
Orangtua bisa mulai dengan membiasakan anak-anak menjalankan shalat dan ibadah-badah lainnya, menjelaskan tentang ahkaam al-khamsah, diiringi dengan mengenalkan hukum syariah yang lain seperti larangan mencuri, mengambil hak orang lain, cara berpakaian dan sebagainya.
Demikian halnya berkaitan dengan akhlak seperti berbakti kepada ibu bapak, santun dan sayang kepada orang lain, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana dan sebagainya. Dibarengi pula dengan mengajari anak tentang berbagai adab dalam Islam seperti makan dengan tangan kanan, berdoa sebelum dan sesudah makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, tidak menyakiti hewan dan sebagainya.
- Menjelaskan hukum syariah tentang pengaulan sosial.
Ketika anak telah mumayyiz, orangtua sudah mulai menyampaikan hukum-hukum syariah dengan lebih detil terutama berkaitan dengan sistem pergaulan dalam Islam dengan rinci. Dengan begitu ketika mereka balig, mereka telah siap menanggung beban hukum. Ketika anak-anak kita paham tentang aturan ini, bi idznilLaah hal itu akan mencegah mereka terjerumus dalam pergaulan bebas.
Kita jelaskan kepada anak-anak kita: Islam memiliki aturan bahwa laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan (QS an-Nur [24]: 30-31). Islam mewajibkan kita untuk menjaga sifat ’iffah (menjaga kesucian diri) (QS an-Nur [24]: 33). Islam mewajibkan kita menutup aurat dan memakai pakaian yang sempurna (QS an-Nur [24]: 31 dan Qs al-Ahzab [33]; 59). Islam melarang laki-laki dan perempuan untuk ber-khalwat, tabarruj bagi perempuan dan sebagainya. Hal penting juga kita harus sampaikan bahwa Allah telah menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum pernikahan terkategori ke dalam zina) (QS al-Isra [17]: 32; QS an-Nur [24]: 2).
Aturan-aturan inilah yang akan membentengi anak-anak kita dari melakukan kemaksiatan, termasuk pergaulan bebas. Dengan bekal ketakwaan yang mereka miliki, mereka akan mampu mencegah diri mereka dari melakukan perbuatan yang melanggar syariah.
- Membiasakan anak berpikir yang benar.
Tantangan arus globalisasi budaya, informasi dan teknologi saat ini memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak-anak. Kerap anak memiliki argumentasi sendiri terkait apa yang dia lakukan. Pandainya seorang anak berargumentasi belum tentu bermakna bahwa anak membangkang. Bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia bertanya.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memberikan informasi yang benar, yang bersumber dari ajaran Islam, al-Quran dan as-Sunnah. Pada akhirnya informasi ini dijadikan pijakan dalam menilai berbagai informasi yang ia dapatkan. Tentu cara memberikan informasi tersebut bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebabnya, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita.
- Menanamkan sikap tanggung-jawab.
Ketika anak sudah tamyiz, kita sudah bisa menumbuhkan kesadaran pada anak-anak kita, bahwa segala perbuatan yang dikerjakannya akan ada pertanggung-jawabannya. Amal baik akan dibalas kebaikan dan amal buruk akan dibalas keburukan. Dengan begitu anak-anak akan berhati-hati dalam bertindak dan berucap. Mereka tidak akan mudah jatuh dalam suatu keburukan. Jika melakukan suatu kekhilafan, ia akan segera menyadari lalu bertobat kepada Allah dan memperbaiki dirinya agar menjadi lebih baik.
Termasuk dalam hal mendidik tanggung jawab pada anak adalah menegur dirinya dari kesalahan yang telah dia lakukan. Hal ini sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.: Abdullah bin Busr ash-Shahabi ra. berkata, “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah saw. untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau, saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda, ‘Wahai anak yang tidak amanah’.” (HR Ibnu Sunni).
Rasulullah saw. memperlakukan anak sesuai dengan kadar kesalahan dan kondisi seorang anak. Sikap tanggung-jawab membuat anak-anak cerdas dalam mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.
- Memberikan teladan.
Bagaimanapun anak-anak membutuhkan qudwah dan teladan yang baik, bahkan hingga ia dewasa. Karena itu sudah seharusnya orangtua selalu memberikan contoh yang baik kepada anak. Tentu agar tertanam dalam jiwa mereka benih-benih kebaikan yang akan menghunjam dalam sanubari mereka, terbawa dalam setiap sikap dan perilaku mereka. Rasulullah saw. mencontohkan adab yang baik kepada Fathimah dan terus diamalkan hingga dewasa.
- Senantiasa mendoakan keluarga dan anak-anak.
Doa orangtua untuk keluarga dan anak-anaknya, terutama pada waktu-waktu mustajab, merupakan senjata utama, terutama seorang ibu. Karena itu perbanyaklah meminta kepada Allah agar menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih, dijauhkan dari hal-hal yang bisa melanggar hukum syariah dan agar Allah membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Berdoa untuk kebaikan anak adalah salah satu ciri hamba Allah yang shalih (Lihat: QS al-Furqan [25]: 74).
WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Najmah Saiidah]