Kilas Dunia

Tarif, Instrumen Strategis Front Dingin AS versus Cina

“Tarif adalah instrumen tekanan strategis front dingin antara AS dan Cina serta tantangan BRICS,” ujar Aktivis Hizbut Tahrir Dr. Muhammad Jilani sebagaimana diberitakan alraiah.net, Rabu (23/7/2025).

Hal itu ia nyatakan saat merespon ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Iran, Indonesia, Arab Saudi, dan UEA) yang pada 6 Juli lalu berkumpul di Rio de Janeiro untuk mengkritik tarif yang akan diberlakukan AS.

Menurut Jilani, ancaman Trump untuk mengenakan tarif tambahan menegaskan strategi AS yang lebih luas, yang semakin memadukan kebijakan ekonomi dengan tujuan geopolitik.

“Meskipun tarif AS, terutama yang menargetkan Cina, awalnya dirancang sebagai langkah korektif untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan, tarif tersebut telah berkembang menjadi instrumen utama konfrontasi strategis, membentuk aliansi global, dan menggambar ulang batas-­batas ekonomi,” jelasnya.

Selama masa jabatan pertamanya, sebut Jilani, Trump melancarkan perang dagang sengit melawan Cina, memberlakukan tarif atas barang-­barang Cina senilai lebih dari 360 miliar dolar.

Meskipun justifikasi resminya adalah untuk melawan praktik perdagangan yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual, menurut Jilani, dokumen-­dokumen strategis dan analisis lembaga pemikir menunjukkan motif yang lebih dalam, yaitu untuk mengekang kebangkitan Cina sebagai kekuatan teknologi dan militer yang tangguh, sebagaimana dinyatakan dalam laporan Heritage Foundation tahun 2022, Memenangkan Perang Dingin Baru: Sebuah Rencana untuk Melawan Cina.

Sementara itu, sebut Jilani, Cina telah berulang menolak upaya-­upaya penahanan ala Perang Dingin ini, yang mengingatkan publik pada persaingan masa lalu antara AS dan Uni Soviet. Presiden Xi Jinping mengkritik tarif unilateral dan perang dagang sebagai hal yang mengganggu stabilitas tatanan global, sehingga ia menyerukan untuk kembali pada multilateralisme sejati dan kerja sama yang saling menguntungkan.

“Sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Cina dalam menanggapi pengumuman kenaikan tarif Trump, ‘Tarif tidak boleh digunakan sebagai instrumen pemaksaan, intimidasi, atau intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain’,” ujar Jilani.

Kini, sebut Jilani, peringatan terbaru Trump menandakan babak baru dalam persaingan strategis ini. “Sungguh ancaman-­ancaman ini memiliki implikasi yang mendalam,” terang Jilani.

Dengan penolakan Presiden Brasil Lula da Silva, terhadap peringatan Trump sebagai salah dan tidak bertanggung jawab, dan anggota BRICS lainnya yang menegaskan kembali komitmen mereka untuk mereformasi tata kelola global, maka risiko ekonomi global yang terpecah-­belah menjadi semakin nyata.

Perpecahan semacam itu, jelas Jilani, dapat menyebabkan munculnya sistem keuangan paralel, infrastruktur digital yang saling bersaing, dan blok perdagangan yang terpecah secara ideologis, yang membuka jalan bagi apa yang kini disebut banyak orang sebagai Perang Dingin Kedua, yang tidak diperjuangkan melalui perang proksi, melainkan melalui tarif, pembatasan teknologi, dan reorganisasi rantai pasokan. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eight + 3 =

Back to top button