
Isyarat Politik dalam Kitab Maulid al-Barzanji
Kitab Al-Barzanji ditulis oleh Sayyid Ja‘far bin Hasan al-Barzanji (w. 1177 H / 1763 M). Ia adalah seorang mufti Madinah dari keluarga syarif keturunan Rasulullah SAW. Penulisan kitab ini bertujuan utama untuk: menghidupkan kecintaan kepada Nabi SAW ; menanamkan rasa takzim dan penghormatan kepada beliau; mengajari umat tentang perjalanan hidup beliau dengan gaya naratif dan emosional.
Dalam rangka menunjukkan cinta kepada Nabi saw. dan menganggungka beliau, Imam al-Barzanji mempersembahkan karya yang mendunia, yang beliau beri judul: Al-Aqdu al-Jawhar fî Mawlid[in] Nabiy al-Azhar. Beliau menyuguhkan rangkain cerita tentang kehidupan dan pribadi Nabi Muhammad saw. dalam format narasi bersajak dan nazham.
Tentang hal ini al-Barjanji menyatakan :
Berbahagialah orang yang puncak tujuan dalam hidupnya adalah mengagungkan Nabi saw.
Dari Al-Barzanji kita bisa belajar tentang mengagungkan dan memuliakan Nabi saw. Tentunya setiap zaman akan berbeda fokus dan penekanannya. Namun, hakikat intinya sama, yaitu mengangungkan beliau yang merupakan konsekuensi keimanan kita.
Di era ini, mengagungkan Nabi saw. tentu tidak cukup hanya dengan membaca kitab-kitab maulid atau menyanjung Nabi saw. Mengagungkan Nabi saw. dan mencintai beliau harus diwujudkan dalam bentuk menghidupkan syariah yang beliau bawa.
Aku tinggalkan kalian di atas jalan (syariah) yang putih bersih. Tidak ada yang menyimpang dari jalan itu kecuali orang yang celaka.
Meski kerap dianggap sebagai karya spiritual dan sastra pujian, kitab ini sesungguhnya memuat isyarat-isyarat penting terkait aspek sosial-politik kenabian. Sebabnya jelas. Kehidupan Nabi saw. tidak memisahkan antara aspek spiritual dan politik. Oleh karena itu, telaah kritis terhadap aspek politik dalam kitab ini menjadi penting, terutama dalam rangka membangun kesadaran umat tentang misi perubahan total yang dibawa Rasulullah SAW.
Kitab Mawlid al-Barzanji bukan hanya narasi indah tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga teks simbolik yang menyimpan isyarat perjuangan politik beliau. Di balik pujian dan kisah-kisah spiritual, tersimpan misi perubahan peradaban, runtuhnya kekuasaan batil, dan pendirian Daulah Islam.
Kejadian Luar Biasa Saat Kelahiran: Isyarat Tumbangnya Tiran dan Lahirnya Kepemimpinan Baru.
Syaikh Al-Barzanji bertutur:
Bersama dia muncul cahaya yang menerangi dunia hingga istana Romawi di Syam pun bercahaya karena kemuliaannya. Cahaya itu terlihat oleh penduduk Makkah hingga ke dalam rumah-rumah dan kediaman mereka. Retaklah pilar-pilar istana Kisra di Madain Persia, tempat Anusyirwan pernah meninggikan atapnya dengan megah dan sempurna. Sepuluh menara bagian atasnya runtuh. Raja Kisra pun guncang karena dahsyatnya peristiwa itu hingga tangannya gemetar dan wajahnya pucat ketakutan. Api sembahan yang dipuja di seluruh Kerajaan Persia padam dengan sendirinya karena munculnya bulan purnama terang dan wajah bersinar sang nabi. Danau Sâwah surut airnya, padahal selama ini tak pernah kering dan selalu bergelombang deras. Danau itu terletak di antara Hamadan dan Qumm, dua wilayah dari negeri Persia yang jauh. Airnya berhenti mengalir. Ombaknya tak lagi memukul daratan. Mata airnya membeku. Adapun di tempat lain—di Wadi Samâwah, sebuah padang tandus yang tak pernah punya air—mengalirlah sungai deras yang belum pernah ada sebelumnya.
Peristiwa tersebut merupakan isyarat politik besar bahwa kelahiran Nabi SAW adalah ancaman langsung bagi imperium Persia dan Romawi. Kelahiran beliau merupakan titik mula keruntuhan tatanan kufur dunia dan kelahiran pemimpin perubahan global. Jadi Maulid Nabi Muhammad saw., dari sisi ini, sama dengan kelahiran cikal-bakal negara besar yang akan mengguncang dunia.
Dalam perjalanan dakwahnya, Rasulullah saw. menunjukkan rencana visi besar membangun peradaban dunia ini. Imam Ahmad meriwayatkan dari dari Thariq bin Abdillah al-Muharibi yang berkata: Aku melihat Rasulullah saw. melewati Pasar Dzil Majaz memakai jubah merah. Saat itu beliau berkata:
Wahai sekalian manusia! Ucapkanlah, “Tiada Tuhan selain Allah,” niscaya kalian akan beruntung (baca: menang).
Dalam Musnad Imam Ahmad, Mushannaf Abi Syaibah, dan al-Hakim diriwayatkan bahwa Abu Thalib jatuh sakit. Lalu datanglah orang-orang Quraisy. Rasulullah SAW pun datang menjenguk. Di sisi Abu Thalib duduk para pembesar Quraisy. Abu Jahal berusaha menghalangi Rasulullah saw. Mereka pun mengadukan hal ini kepada Abu Thalib. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Paman, aku hanya menginginkan satu kalimat dari mereka. Jika mereka mengucapkannya, bangsa Arab akan tunduk kepada mereka, dan bangsa non-Arab akan membayar jizyah kepada mereka.” Abu Thalib berkata, “Satu kalimat saja?” Beliau menjawab, “Ya, satu kalimat.” Mereka bertanya, “Apa itu?” Beliau berkata, “Ucapkanlah: Lâ ilâha illalLâh (Tidak ada Tuhan selain Allah).” Mereka menjawab, “Apakah ia ingin menjadikan tuhan-tuhan kami hanya satu Tuhan? Sungguh ini perkara yang mengherankan.”
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa saat menggali parit Nabi SAW mengambil cangkul dan memukul batu itu tiga kali. Setiap kali pukulan, keluar cahaya yang menerangi:
Pukulan pertama, Nabi SAW berkata:
“Allahu Akbar! Aku diberi kunci-kunci negeri Syam! Demi Allah, aku benar-benar dapat melihat istana-istana merahnya (Bizantium/Romawi) saat ini!”
Pukulan kedua, Nabi saw. berkata :
“Allahu Akbar! Aku diberi kunci-kunci Persia! Demi Allah, aku benar-benar melihat Kota Mada’in dan istana putihnya (Istana Kisra)!”
Pukulan ketiga, Nabi saw. berkata:
“AlLâhu Akbar! Aku diberi kunci-kunci Yaman! Demi Allah, aku benar-benar dapat melihat pintu-pintu Sana’a!”
Sejarah kemudian mencatat pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Ketika Daulah Islamiyah semakin kuat, terjadilah penaklukan Persia dan Romawi di Syam. Singgasana mereka pun runtuh. Islam menerangi negeri-negeri yang dikuasai oleh dua imperium dunia itu.
Fase Awal Pembentukan Partai Dakwah
Dalam bagian kitab, disebut:
Orang pertama yang mengimani belia dari kalangan lelaki adalah: Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat di gua dan penyandang gelar kesetiaan tertinggi. Dari kalangan anak-anak: Ali bin Abi Thalib. Dari kalangan wanita: Khadijah binti Khuwailid, yang dengan cintanya, Allah kokohkan hati Rasul, dan dengan jiwanya, ia mendampingi perjuangan kenabian. Dari kalangan budak yang dimerdekakan: Zaid bin Haritsah. Dari para hamba sahaya: Bilal bin Rabah, yang disiksa oleh Umayah karena mempertahankan keimanannya kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh Abu Bakar, sebagai bentuk pembelaan dan kecintaannya pada Islam dan ahlinya.
Setelah itu masuk Islamlah: Utsman bin ‘Affan, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin ‘Auf, anak dari bibinya yang bernama Shafiyyah, serta orang-orang lain yang dibimbing dan diasuh oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, sang penebus dalam barisan kebenaran.
Rasulullah SAW dan para Sahabatnya menjalankan ibadah secara sembunyi-sembunyi, sampai turun perintah Allah dalam firman-Nya (yang artinya): “Sampaikanlah secara terbuka apa yang diperintahkan kepada kamu!” (QS al-Hijr [15]: 94).
Lalu Rasul pun mulai menyeru manusia kepada Allah secara terbuka, dan tidak menjauhi kaumnya—hingga beliau mencela berhala-berhala mereka dan menyeru pada tauhid murni.
Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah bukan sekedar mengajak orang kepada agama Allah. Lebih jauh dari itu Rasulullah di awal dakwahnya membangun kelomppok kuat yang akan memimpin umat di sekitar untuk melakukan perubahan. Karena itu setiap orang yang sudah beriman pasti mereka akan mendakwahkan iman-nya kepada yang lain. Kemudian dari kumpulan orang-orang beriman itu terbentuklah partai politik dakwah yang menyerukan Islam secara terang-terangan. Hingga akhirnya terjadi benturan antara hak dan batil.
Dari sinilah kita belajar: perubahan ideologis dimulai dari pembentukan manusia-manusia kuat yang terhubung dengan aqidah dan proyek dakwah. Bukan dari suara mayoritas atau tekanan massa.
Thalabun-Nushrah, Baiat dan Hijrah: Pendirian Daulah Islam
Kemudian Nabi SAW menawarkan dirinya kepada berbagai kabilah sebagai utusan Allah, pada hari-hari musim haji. Lalu sekelompok dari kaum Anshar mengimani beliau, yang Allah pilih dan khususkan dengan keridhaan-Nya. Dari mereka, sebanyak dua belas orang datang berhaji pada tahun berikutnya dan membaiat beliau dalam Baiat al-‘Aqabah Pertama.
Setelah itu mereka kembali. Islam pun mulai tampak dan menyebar di Kota Madinah sehingga kota itu menjadi benteng dan tempat berlindung (markas) Islam.
Rasulullah saw. menawarkan diri kepada kabilah diartikan oleh para ulama sebagai upaya beliau melakukan thalabun-nushrah (mencari perlindungan dan pertolongan terhadap dakwah) agar Islam semakin kuat dan menang.
Syaikh an-Nawawi al-Bantani dalam Syarh Mawlid al-Barzanji, Madarij as- Su’uud, menyebutkan peristiwa ini :
Ketika Allah berkehendak untuk menampilkan (baca; memenangkan) agamaNya, memuliakan Nabi-Nya, serta memenuhi janji-Nya, Rasulullah keluar mengenalkan diri kepada kabilah-kabilah Arab bahwa beliau adalah utusan Allah. Rasulullah melakukan ini pada hari-hari musim haji, tepat di saat orang-orang banyak berkumpul untuk melaksanakan haji. Usaha Nabi saw. membuat enam orang dari kalangan Anshar beriman. Mereka disebut “Anshar’” karena mereka menolong (nashara) Rasulullah saw. dan kalangan Muhajirin. Keenam orang itu adalah Abu Umamah Asad bin Zurarah, Auf bin Harits bin Rafa’ah bin Afra’, Rafi’ bin Malik bin ‘Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, Uqbah bin Amir bin Nabi, dan Jabir bin Abdullah bin Rayab.
Rasulullah SAW bergerak secara strategis dalam momen perdagangan dan musim haji yang menjadi tempat berkumpulnya suku-suku, dengan rencana dakwah yang bersifat politis, memiliki visi yang jelas dan tujuan yang terarah. Beliau ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang yang sangat mengenal silsilah dan sejarah suku-suku Arab, dan mereka pun fokus mendekati para tokoh penting dan para pemimpin kabilah. Abu Bakar biasa bertanya kepada para pemimpin suku: “Bagaimana kekuatan jumlah kalian? Bagaimana ketahanan kalian? Bagaimana kemampuan kalian dalam perang?” Barulah kemudian Rasulullah SAW menyampaikan dakwah dan misinya.
Mereka yang didatangi antara lain: Bani Amir, Ghassan, Bani Fazarah, Bani Murrah, Bani Hanifah, Bani Sulaim, Bani ‘Abs, Bani Nashr, Tsa‘labah bin ‘Ukabah, Kindah, Kalb, Bani al-Harith bin Ka‘b, Bani ‘Udzrah, Qais bin al-Khatim, dan Abu al-Yasar Anas bin Abi Rafi‘.
Ketika menjelaskan tujuan dari thalabun-nushrah yang dilakukan Nabi saw., As-Salabi menjelaskan: “Tampak jelas dalam Sirah Nabi SAW, terkait permintaan beliau terhadap nushrah (dukungan kekuasaan), bahwa beliau meminta itu karena dua alasan utama: (1) Beliau meminta nushrah untuk melindungi proses penyampaian dakwah, yang dengan begitu dakwah beliau dapat berjalan di tengah manusia dalam keadaan aman, tidak diserang, dan tidak dicemarkan kehormatannya maupun kehormatan para pengikutnya; (2) Beliau meminta nushrah sekaligus agar dapat menerima kendali pemerintahan dan kekuasaan atas dasar dakwah tersebut. Ini merupakan urutan yang wajar dan logis dalam membangun perubahan yang hakiki.
Hijrah Nabi saw. dan Pendirian Daulah Islam
وَأَذِنَ لَهُ ﷺ فِي الْهِجْرَةِ، فَرَصَدَهُ الْمُشْرِكُونَ لِيُورِدُوهُ بِزَعْمِهِمْ حَيَاضَ الْمَنِيَّةِ # فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ وَنَثَرَ عَلَى رُؤُوسِهِمُ التُّرَابَ وَحَتَّاهُ # وَآوَى غَارَ ثُوْرٍ، وَفَازَ الصِّدِّيقُ فِيهِ بِالْمُعِيَّةِ # وَأَقَامَا فِيهِ ثَلَاثًا، تَحْمِي الْحَمَائِمُ وَالْعَنْكَبُ حِمَاهُ # ثُمَّ خَرَجَا مِنْهُ لَيْلَةَ الْإِثْنَيْنِ، وَهُوَ ﷺ عَلَى خَيْرِ مَطِيَّةٍ #
Lalu Allah SWT mengizinkan beliau untuk hijrah. Kemudian kaum musyrik mengintai beliau untuk—menurut sangkaan mereka—menyeret beliau ke liang kematian. Namun, Nabi SAW keluar dari rumah mereka dan menaburkan debu ke atas kepala mereka sambil mengejek mereka, lalu berlindung ke Gua Tsur.
Abu Bakar Ash-Shiddiq pun berhasil mendapatkan kehormatan untuk menemani beliau dalam gua itu. Mereka berdua tinggal di dalamnya selama tiga hari. Burung-burung merpati dan laba-laba pun menjaga dan melindungi gua tersebut. Kemudian mereka keluar dari gua itu pada malam Senin. Nabi SAW saat itu mengendarai kendaraan terbaik.
Hijrah Nabi saw. adalah buah dari thalabun-nushrah yang beliau dapatkan pada peristiwa Baiat Aqabah. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau langsung bertindak sebagai kepala negara dengan membuat tiga program utama sebagai pilar negara Madinah yaitu: (1) Membangun masjid sebagai pusat pemerintahan; (2) Mempersatukan antara kaum Mujahirin dan Anshar sebagai kekuatan Rakyat Daulah Madinah yang baru berdiri; (3) Membuat konstitusi “ Piagam Madinah” untuk mengatur jalan-nya negara dan hubungan antara rakyat Daulah Madinah dengan umat lain yang ada di Madinah.
Khatimah
Kitab Mawlid al-Barzanji bukan hanya kisah religius. Ia adalah manifes politik yang menyamarkan pesan perjuangan Rasulullah saw. dalam balutan pujian dan cinta. Dari kelahiran hingga hijrah, dari mukjizat hingga strategi. Semuanya membentuk satu benang merah: Rasulullah SAW adalah pemimpin peradaban. Bukan sekadar guru ruhani.
Alhasil, memahami Al-Barzanji secara utuh berarti menghidupkan kembali semangat perubahan dan politik Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [KH Yasin Muthohhar (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Abqary)]



