Baiti Jannati

Teladan Kehidupan Rumah Tangga Rasulullah Saw.

Allah SWT berfirman:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا  ٢١

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah (QS al-Ahzab [33]: 21).

 

Melalui ayat ini, Allah SWT menyampaikan kabar gembira kepada umat Islam bahwa Rasulullah saw. adalah contoh terbaik bagi mereka. Beliau adalah orang mulia yang dipilih oleh Allah SWT sebagai teladan bagi umat manusia dalam segala aspek kehidupan. Ayat ini juga sekaligus memerintahkan untuk mencintai beliau sepenuh hati. Mencintai Rasulullah saw. artinya adalah meneladani dan melaksanakan semua syariah yang beliau bawa, tanpa kecuali. Dalam urusan rumah tangga pun tidak boleh luput. Keluarga Muslim harus menjadikan Rasulullah saw. sebagai teladan terbaik dalam menjalani kehidupan rumah tangga beliau.

Risalah yang disampaikan oleh Rasulullah merupakan wahyu dari Allah SWT, termasuk berkaitan dengan kehidupan rumah tangga beliau. Karena itu bagaimana beliau memperlakukan istri-istri dan anak-anak beliau, bagaimana beliau mendidik anggota keluarga beliau serta berinteraksi dengan semua anggota keluarga beliau, merupakan hal yang harus kita contoh, sebagai bukti cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah saw. merupakan pribadi yang penyayang, sosok pelindung dan amat mencintai keluarganya. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Rasulullah saw. bersabda: “Khayrukum khayrukum li-ahlihi wa ana khayrukum li-ahlî (Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik dalam memperlakukan keluarganya. Aku adalah yang terbaik dalam memperlakukan keluargaku).”

Hadis ini menegaskan bagaimana perlakuan dan perhatian beliau terhadap keluarga sangatlah besar. Penuh dengan cinta-kasih, akhlak terpuji hingga kebijaksanaan yang menaungi keluarga.

Dengan menelusuri hadis-hadis Rasulullah saw. kita akan menemukan gambaran secara rinci bagaimana indahnya kehidupan pernikahan Rasulullah saw. dan bagaimana interaksi yang harmonis dengan seluruh anggota keluarganya. Inilah yang harus kita teladani, antara lain :

 

  1. Saling memberikan ketenangan dan ketenteraman.

Pada dasarnya kehidupan pernikahan adalah kehidupan memberikan ketenangan. Dengan itu terjalin persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketenteraman antara pasangan suami dan istri. Inilah yang terjadi dalam rumah tangga Rasulullah saw. Interaksi Rasulullah saw dengan istri-istrinya tegak di atas prinsip ta’âwun (tolong-menolong), saling menopang, bersahabat, harmonis, tidak kaku dan formalistik, penuh kehangatan dan kesejukan, jauh dari kekakuan dan melahirkan ketenangan (sakiinah). Nabi saw. bersabda:

«فَاتَّقُ اللهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ»

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam (urusan-urusan) wanita (istri). Sungguh kalian telah mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah (HR Muslim).

Dalam hadis yang mulia ini terdapat pelajaran tentang pentingnya memperhatikan hak para istri; memberi mereka nasihat dan mempergauli dengan baik. Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahulLâh berkata, “Karena kalian, wahai para suami, telah menikahi istri-istri kalian dengan syariah Allah, maka mereka adalah amanah-amanah di pundak kalian. Hendaklah kalian berusaha menjaga amanah ini. Tidak boleh menyakiti istri-istri kalian. Tidak boleh berlaku jelek kepada mereka. Hendaklah kalian berbuat baik kepada mereka, mempergauli dan berinteraksi dengan mereka dengan cara yang makruf.”

 

  1. Bergaul secara makruf dengan seluruh anggota keluarga.

Allah SWT telah memerintahkan agar suami bergaul dengan istrinya dengan cara yang makruf, sebagaimana layaknya seorang sahabat secara sempurna. Memberikan hak-haknya, nafkah dan mahar bagi dirinya, tidak bermuka masam di hadapan istrinya. Sebaliknya, suami tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 19).

Rasulullah saw. teladan terbaik. Beliau biasa bergaul dengan makruf kepada keluarga beliau. Muawiyah al-Qusyairi berkata: Nabi saw. pernah ditanya, “Apakah hak seorang wanita atas suaminya?” Rasulullah menjawab, “Engkau memberi dia makan jika engkau makan dan memberi dia pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah memukul dia pada wajah. Jangan mencaci maki. Jangan menjauhi dia, melainkan dalam rumah.” (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Rasulullah saw. adalah sosok penyayang terhadap keluarga beliau dan ramah kepada anak-anak. Anas bin Malik berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga, selain Rasulullah.”

Keakraban beliau kepada keluarga diabadikan dalam hadis. Pernah Rasulullah saw. mencium cucu beliau, Hasan bin Ali ra. Kejadian itu disaksikan al-Aqra‘ bin Habis. Ia pun berkomentar, “Aku memiliki sepuluh orang anak, tetapi tak ada satu pun yang biasa kucium.”

Rasulullah saw. menoleh ke arahnya dan menjawab, ”Siapa yang tak sayang maka tak disayang,” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

  1. Mendidik dan membimbing para istrinya untuk tetap berjalan sesuai syariah.

Rasulullah saw. adalah sahabat bagi istri-istrinya. Bukan pemimpin yang otoriter, sekalipun ia seorang kepala negara sekaligus seorang nabi. Pendidikan keluarga merupakan salah satu tanggung jawab utama seorang suami kepada istri dan anaknya. Dengan mengajarkan ilmu agama dan adab, seorang suami dapat menjaga keluarganya dari keburukan dunia dan akhirat (api neraka). Inilah yang dilakukan Rasulullah terhadap istri dan anak-anak beliau.

Hal tersebut terlihat dari bagaimana Nabi saw. membangunkan istri-istri beliau untuk salat malam. Diriwayatkan, “Nabi saw. biasa melakukan shalat malam dengan posisi ‘Aisyah berbaring (melintang) di hadapan beliau. Lalu, ketika tersisa witir, beliau membangunkan ‘Aisyah. Lalu ‘Aisyah melakukan shalat.” (HR Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan: Ketika tersisa witir, beliau berkata, “Bangunlah dan kerjakanlah shalat, wahai Aisyah.” (HR Muslim).

Begitu pula pesan Nabi saw. kepada Malik bin Huwairits ra., setelah Malik dan rombongannya datang ke Madinah untuk khusus belajar agama selama kurang lebih 20 hari. Ketika mereka hendak pulang, Nabi saw. berpesan, “Kembalilah ke istrimu, tinggallah di tengah-tengah mereka, ajarilah mereka dan perintahlah mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

  1. Berdiskusi dan Meminta pendapat istrinya.

Semasa hidupnya, Rasulullah saw. biasa berbincang dengan para istri beliau. Bahkan kadang beliau membahas berbagai persoalan penting dengan mereka. Sesungguhnya Rasulullah saw. hendak memberi pelajaran kepada umat Islam tentang posisi penting yang dimiliki kaum wanita. Ada sebuah peristiwa besar yang selalu kita ingat, yaitu Perjanjian Hudaibiyah.          Perintah Allah ini merupakan hal yang berat bagi Rasulullah, juga sebagai hantaman bagi para sahabat. Karena itu mereka tidak bersegera menyambut perintah beliau. Ketika melihat para Sahabat enggan memenuhi perintah Rasulullah saw. untuk menyembelih kurban dan mencukur rambut, Rasulullah pun masuk ke tenda beliau dan meminta saran kepada Ummul Mukminin, Ummu Salamah ra. Lalu beliau pun menyampaikan pendapatnya dengan penuh hormat, “Wahai NabiyulLâh, sebaiknya engkau keluar dan jangan bicara kepada siapapun. Langsung sembelih saja hewan kurbanmu. Setelah itu panggillah orang yang biasa mencukur rambut dan bercukur.”

Rasulullah pun melakukannya. Tidak lama kemudian para Sahabat yang melihat itu langsung bangkit untuk menyembelih kurban dan kemudian saling bercukur. Akhirnya, para Sahabat menyadari ini merupakan wahyu dari Allah SWT.

 

  1. Bersikap lembut dan bersenda gurau dengan anggota keluarganya.

Rasul saw. biasa menyapa istrinya dengan sapaan hangat dan baik. Beliau menyapa Khadijah dengan sebutan: Yâ Habîbatiy (Wahai Kekasihku). Begitu juga dengan Aisyah yang disapa dengan: Yâ Humayra (Wahai Wanita yang Pipinya Kemerah-merahan).

Rasulullah saw. juga berpesan kepada para suami agar tetap bersabar menghadapi sikap istri yang kurang disukai. “Janganlah marah (laki-laki Muslim/suami) kepada seorang wanita Muslimah (istri). Jika tidak menyukai perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya.”

Dulu Nabi saw., jika berkumpul bersama Aisyah ra. pada malam hari, berbincang-bincang dengan putri Abu Bakar ra.” (HR al-Bukhari).

Hadis ini menunjukkan bahwa suami yang baik adalah lelaki yang meluangkan waktunya untuk berbincang dengan istri seputar hal yang bermanfaat. Entah perkara dunia atau akhirat. Hadis ini juga mengisyaratkan bahwa rumah tangga yang harmonis terwujud manakala terjadi komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Banyak pula periwayatan yang menggambarkan bahwa Rasulullah saw. bergaul dengan sangat baik kepada keluarganya, bersenda gurau dan berlemah-lembut terhadap mereka. Rasulullah saw. sering bercakap-cakap sebentar dengan keluarganya selepas shalat Isya, sebelum beliau tidur dengan percakapan yang menyenangkan. Bercengkerama dengan istri dan anak-anak adalah salah satu perkara yang bermanfaat, bahkan termasuk ibadah.

 

  1. Mengajak para istri ketika berperang.

Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah saw. mengundi istrinya yang akan menyertai beliau berperang. Aisyah ra berkata, “Jika Rasulullah saw. hendak berperang, beliau mengundi istri-istrinya. Siapa pun yang keluar bagiannya maka beliau keluar bersama dia. Pernah dalam suatu peperangan, beliau mengundi di antara kami, dan yang keluar adalah bagianku. Aku pun keluar bersama Rasulullah saw.” (Mutaffaq Alaih)

Semasa itu, kepergian Rasulullah saw. biasanya adalah untuk urusan perang atau pembebasan suatu wilayah yang telah ditaklukkan. Setelah diangkat menjadi rasul, beliau hanya sedikit sekali berpergian untuk urusan perdagangan.

 

  1. Rasulullah suka membantu pekerjaan rumah tangga.

Aisyah binti Abu Bakar pernah ditanya oleh salah seorang Sahabat. “Apakah yang Nabi saw. lakukan ketika berada di rumah bersama istri beliau?” Aisyah menjawab, “Dulu Nabi saw. biasa membantu pekerjaan rumah keluarga beliau.” (HR al-Bukhari).

Suami yang baik adalah lelaki yang tidak sungkan membantu istri menggarap pekerjaan rumah tangga. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga sesungguhnya bukanlah sesuatu yang merendahkan derajat suami. Istri akan semakin mencintai suaminya jika senantiasa mendapat bantuan dari suami dalam pengerjaan kewajiban-kewajibannya di dalam rumah.

 

  1. Menghibur kesedihan istri.

Suatu saat Shafiyah safar bersama Rasulullah. Saat itu adalah hari gilirannya. Dia ketinggalan (rombongan) karena untanya berjalan lambat. Lalu ia menangis. Lalu Rasulullah datang mengusap air mata Shafiyah dengan kedua tangannya, kemudian berusaha membuat ia berhenti menangis.” (HR Nasa’i).

Pelajaran yang diambil dari hadis ini adalah bahwa menghibur istri dan berusaha menghilangkan kesedihan dan kesusahan istri adalah sesuatu yang disyariatkan Islam. Suami yang baik tidak akan tahan dan tinggal diam manakala melihat istrinya menangis atau bersedih hati.

Demikianlah realita kehidupan pernikahan Rasulullah saw., yang tergambar dalam hadis-hadis beliau. Sebuah kehidupan pernikahan yang penuh dengan kecintaan dan kasih-sayang, saling memberikan ketenangan dan ketentraman yang satu dengan yang lainnya. Rasulullah saw., sebagai suami menjadi sahabat yang sempurna bagi para istrinya dan ayah yang baik bagi anak-anaknya. Bergaul dengan makruf terhadap seluruh anggota keluarganya.

Ini semua menjadi teladan bagi kita semua. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk selalu berupaya dan mampu meneladani Rasulullah saw. dalam segala hal, termasuk dalam kehidupan berumah tangga, sebagai bukti kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Amin.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Najmah Saiidah]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seven + twelve =

Back to top button