Nisa

Upaya Keluarga Muslim Menghadapi Tantangan Perang Dagang

Genderang perang dagang yang ditabuh Trump telah menambah kecemasan dunia atas ketidakpastian ekonomi saat ini. Kondisi pengangguran dan bertambahnya PHK yang dialami kepala keluarga sejak pandemi Covid-19 sulit untuk dihentikan. Perang dagang akan semakin menambah deretan PHK baru.

Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Apasyfi, Redma Gita Wiraswasta, membanjirnya produk garmen dari Cina di tengah perang tarif AS-Cina bakal mengganggu industri dalam negeri. Ia mengungkap banjirnya produk garmen impor ditambah naiknya tarif biaya masuk ke negara Amerika Serikat bakal memengaruhi produksi garmen dalam negeri dari hulu hingga hilir. Redma menjelaskan Industri dalam negeri Indonesia terserang dua kali. Pertama, terserang oleh barang-barang Cina di dalam negeri. Kedua, ekspor [dari Indonesia] ke Amerika juga jadi terhambat karena peningkatan tarif. Dampak buruknya, diperkirakan setidaknya 125.000 orang akan kehilangan pekerjaan di sektor produksi benang filamen saja.

Menjadi suatu keharusan bagi keluarga Muslim untuk memahami dampak perang dagang termasuk mengambil sikap yang tepat untuk menyelamatkan keluarga dari jebakan perang dagang berdasarkan tuntunan syariah.

 

Dampak Terhadap Ekonomi Keluarga

Di tengah ketegangan ini, dampak langsung yang harus dihadapi rakyat adalah ancaman PHK massal. Menurut data yang dihimpun oleh CELIOS pada 2024, diperkirakan sekitar 1,2 juta pekerja Indonesia akan kehilangan pekerjaan mereka akibat dampak tarif tinggi dari AS. Sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), dengan lebih dari 191.000 pekerja terancam kehilangan mata pencaharian. Selain itu, sektor-sektor lainnya seperti industri makanan dan minuman serta petani yang menyuplai bahan baku juga akan mengalami dampak buruk.

Keluarga miskin dan keluarga dengan pendapatan terbatas akan rentan terkena dampak. Sebagian besar pendapatan mereka habis untuk kebutuhan dasar. Inflasi yang tinggi akibat perang dagang semakin memperburuk keadaan. Jika terjadi kenaikan harga barang kebutuhan pokok, ia secara langsung akan mempengaruhi daya beli mereka. Kondisi ini memaksa mereka untuk mengurangi pengeluaran atau bisa jadi kebutuhan pokok mereka tidak terpenuhi karena minimnya tabungan atau sama sekali tidak punya tabungan. Jika sudah begini, sudah pasti pemenuhan terhadap pendidikan dan kesehatan akan dikorbankan

Perang dagang juga berpotensi menaikkan harga minyak. Akibatnya, biaya transportasi keluarga akan meningkat, maka akan mengurangi konsumsi atau mencari transportasi alternatif yang lebih murah. Kenaikan harga minyak juga berkontribusi terhadap kenaikan harga barang.

Kondisi di atas akan semakin menambah jumlah orang miskin. Sebelum tarif Trump diberlakukan jumlah kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia sudah memcapai 171 juta jiwa atau 69,3 % dari total populasi Indonesia.

 

Dampak Terhadap Kesehatan Mental

Ketidakpastian ekonomi sering membuat orang khawatir tentang masa depan, seperti kehilangan pekerjaan, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, atau turunnya omzet bisnis. Inilah realita yang banyak dialami oleh keluarga saat ini. Stres karena keuangan dapat menyebabkan kecemasan, depresi dan gangguan kesehatan mental lainnya.

Mistry & Elenbaas, 2021, berpendapat bahwa stres ekonomi dalam keluarga dapat dialami ketika terdapat tekanan keuangan. Misalnya pekerjaan yang tidak stabil, pendapatan rendah, atau kehilangan pendapatan. Hal ini menyebabkan kekhawatiran tentang keuangan. Ini berkontribusi dalam peningkatan stres pada individu. Masalah keuangan juga menyebabkan pertengkaran suami-istri atau orangtua dan anak yang memunculkan stres yang lainnya.

 

Rentan Konflik Horisontal

Para Korban PHK akhirnya banting setir dengan merintis usaha kecil-kecilan agar tetap bertahan hidup. Mayoritas mereka memilih untuk berdagang seperti buka warung sembako, warung, sayuran, menjadi penjual keliling dll. Akibatnya, di tengah masyarakat bersaing di market share kecil yang pada akhirnya menimbulkan konflik horisontal. Contohnya seperti konflik pedagang sayur keliling dengan pemilik warung kelontong di Magetan beberapa bulan lalu, juga keresahan penyewa kios Stadion Untung Suropati Kota Pasuruan terhadap omzet mereka yang turun karena menjamurnya pedagang kopi keliling. Ironi dan prihatin. Ini terjadi di negeri yang sudah Allah limpahkan kekayaan alam yang potensial.

Lantas apa upaya yang harus dilakukam keluarga Muslim? Dampak perang dagang di atas hanya bisa dihadapi dan diselesaikan oleh keluarga Muslim dengan tuntunan wahyu Allah. Dengan itu setiap keluarga Muslim mampu bangkit, bertahan dan bertumbuh di tengah tantangan yang tidak ringan ini. Rasul saw. dan para Sahabatnya telah memberikan teladan dalam menghadapi kehidupan yang sulit. Terbukti mereka berhasil melalui kehidupan yang sulit itu dengan bermodalkan keimanan yang powerfull. Inilah rahasia strategi Rasulullah saw. untuk mengubah kesulitan menjadi kemenangan demi kemenangan.

 

Keimanan yang Melahirkan Sikap Tawakal

Ada pepatah yang mengatakan “kemarin adalah sejarah, esok adalah misteri, dan hari ini adalah anugerah”. Sesuatu yang misteri adalah hal yang gaib. Dengan demikian sikap seorang Muslim adalah menyerahkan kehidupan esok atau masa depan kepada Yang Mahagaib, Pencipta dan Pengatur alam semesta, yaitu Allah SWT. Allah telah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertawakal: Siapa saja yang bertawakal kepada Allah, Dia pasti akan memberikan kecukupan (kepada dirinya). (Lihat: QS ath-Thalaq [65]: 3). Nabi saw. juga bersabda, “Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kamu sama seperti Dia memberikan rezeki kepada burung yang berangkat pagi dengan perut kosong kembali dengan kenyang.” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

Tawakal di sini bukan hanya tampak pada aktivitas ibadah mahdhah, melainkan harus mampu melahirkan mindfullness (pikiran yang melahirkan keyakinan) pada setiap anggota keluarga bahwa Allah akan selalu memberikan jalan atas setiap masalah yang dihadapinya termasuk urusan rezeki. Karena didorong sikap tawakal maka seorang Mukmin, ketika mendapatkan rezeki melalui jalan dia bekerja, ia makin bersyukur kepada Allah SWT. Demikian pula, jika suatu saat ia hanya mendapatkan rezeki sedikit, ia pun bersabar tanpa keluh-kesah karena yakin segitulah pemberian Allah SWT. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk senantiasa berupaya bekerja giat dan mencari cara-cara yang lebih jitu sebagai jalan diberikannya rezeki oleh Allah. Demikian pula pada saat sulit, ia tidak takut tidak mendapat rezeki. Allah Maha Pengasih, insya Allah, Allah akan memberikan rezeki lewat jalan yang Dia kehendaki.

 

Keimanan yang Melahirkan Kesadaran Politik

Selain mewujudkan tawakal pada tataran individu, keimanan harus mampu membangun lingkungan yang melahirkan kesadaran politik. Persoalan perang dagang hari ini bukan lagi masalah individual namun lahir karena hegemoni AS yang mengusung kapitalisme. Liberalisasi perdagangan adalah strategi kapitalisme untuk menjebak Dunia Islam bahkan internasional. Akibatnya, Dunia Islam bergantung dengan kebijakan AS dan berhasil melakukan penjajahan gaya baru. Ekonomi Kapitalisme yang sepaket dengan sistem demokrasi telah menjauhkan Dunia Islam dari sistem Islam kâffah. Akibatnya, umat Islam hidup dengan kondisi ketidakpastian (permacrisis) atau dalam ayat disebutkan kehidupan yang sempit. Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 124).

Keimanan harus mampu melahirkan kesadaran politik, yakni sadar bahwa kehidupan sempit hari ini akibat kelalaian umat Islam yang mencampakkan aturan Allah secara kâffah. Oleh karena itu dibutuhkan taubatan massal dan hijrah menuju sistem Islam kâffah.

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra. telah memberikan teladan dalam menghadapi krisis. Pada masa beliau menjadi khalifah telah terjadi masa paceklik di Jazirah Arab. Sebagai khalifah, Umar membuat kebijakan konkret mengatasi krisis tersebut. Di antaranya meminta Wali Mesir ‘Amr bin Ash agar mengirimkan bantuan makanan.

Namun, sebagai pemimpin beliau juga menasihati seluruh rakyat untuk bertobat minta ampunan. Beliau mengajak kaum Muslim melakukan muhaasabah. Barangkali musibah ini terjadi karena doa rakyat yang terzalimi atau dosa dirinya sebagai penguasa. Beliau mengajak rakyat untuk tunduk kembali pada Allah dan yakin bahwa Allah akan memberikan jalan bagi kaum Muslim.

Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa keimanan juga melahirkan dimensi politik baik bagi rakyat maupun penguasa.

 

Keimanan yang Melahirkan Cita-cita dan Perjuangan Mewujudkan Tatanan Global Islam

“Rabbanâ hablanâ min azwaajinâ wa dzurriyâtinâ qurrata a’yun, waj’alnâ lil muttaqîna imâma (Duhai Tuhan kami, karuniakanlah untuk kami dari istri-istri dan anak keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami pemimpin atas kaum yang bertakwa.” (TQS al-Furqan [25]: 74).

Doa yang selalu dibacakan oleh keluarga Muslim ini sesungguhnya memiliki dimensi cita-cita politik yang bersifat global yaitu menjadi imam al-muttaqiin. Doa ini tidak bisa dilepaskan dari konteks peradaban Islam atau Islam sebagai tatanan dunia.

Kondisi perang dagang sekarang sebenarnya telah memberikan sinyal tentang melemahnya hegemoni AS dan dunia butuh tatatan politik alternatif. Jika merujuk pada Cina (BRICS) sebagai alternatifnya maka tetap saja tidak akan mampu mengubah kehidupan yang sempit. Ini karena Cina juga menganut kapitalisme sebagai ideologi membangun liberalisasi perdagangannya.

Oleh karena itu di sinilah ideologi Islam menjadi relevan untuk menggantikan kapitalisme yang telah membuat kehidupan dunia gelap. Namun, kemunculan ideologi Islam dalam panggung politik global tidak terjadi secara tiba-tiba atau instan. Di sinilah urgensi keluarga Muslim dalam menyiapkan generasi pejuang yang memiliki cita-cita imâm al-muttaqîn. Butuh upaya pembinaan intensif dan terkoordinasi dengan partai politik ideologi Islam agar mampu melakukan aktivitas politik dengan dakwah dan pemikiran Islam. Ini seperti yang dilakukan kaum Muhajirin dan Anshar dalam membina keluarga mereka yang terkoordinasi dengan kutlah Rasul saw.

Jika keluarga Muslim bersungguh-sungguh untuk bangkit, bertahan dan bertumbuh dengan landasan keimanan ini, kemenangan demi kemenangan akan diraih generasi Islam Abad 21 seperti yang telah dibuktikan Rasulullah dan para Sahabat. Insya Allah.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Zikra Asril]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × 5 =

Back to top button