Catatan Dakwah

Furqân

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ ١٨٥

Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan atas petunjuk itu, juga sebagai pembeda. (QS al-Baqarah [2]: 185).

++++

Imam al-Qurtubi menafsirkan al-furqân dalam ayat 185 di atas sebagai segala sesuatu yang membedakan antara perkara haq dan perkara batil (maa faraqa bayna al-haq wa al-bâthil). Imam ath-Thabari dalam Jâmi’ al-Bayân menafsirkan kata tersebut sebagai memisahkan antara yang haq dan yang batil (al-fashl bayna al-haq wa al-bâthil).

Jelaslah, sebagai al-furqan (pembeda), al-Quran memberikan petunjuk untuk memisahkan yang haq dan yang batil, halal dan haram; baik dan buruk; benar dan salah. Keduanya memang harus dipisahkan karena yang haq tidak dapat dicampuri dengan yang batil. Begitu pula, yang halal tidak dapat bercampur dengan yang haram.

Makna al-furqân juga mengisyaratkan betapa sempurnanya al-Quran sebagai hud[an] (petunjuk). Ibarat lampu lalu lintas, al-Quran memberikan petunjuk dengan sangat jelas, kapan manusia harus waspada (lampu kuning), kapan harus melaksanakan syariah (lampu hijau) dan kapan pula harus berhenti (lampu merah). Dengan cara inilah manusia dijamin akan selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Seperti disebut dalam al-Quran Surah Thaha ayat 123, bahwa siapa saja yang mengikuti petunjuk Allah tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Inilah jalan kehidupan (way of life) yang benar, yang meski diturunkan 1400 tahun lalu, terbukti kemampuan membedakan tetap sangat relevan dan diperlukan, sesuatu yang hari ini justru menjadi masalah besar pada sebagian manusia di muka bumi ini.

Lihatlah, ketika manusia mengabaikan al-Quran, sekadar membedakan gender yang semestinya tak terlalu sulit pun kini menjadi perkara rumit. Di Barat hari ini, gender bukan hanya ada dua: laki-laki (he) dan perempuan (she), tetapi empat. Selain lelaki dan perempuan, ada dua lagi, yaitu laki – perempuan (he-she) dan perempuan lelaki (she – he). Di Thailand lebih kacau lagi. Gender di sana ada 18!

Tak berhenti di situ, kekacauan dalam memandang gender membawa manusia pada kekacauan dalam melihat perkawinan. Menurut mereka, perkawinan tak harus dilakukan dengan lawan jenis (heteroseks), tetapi juga bisa dengan sejenis (homoseks), baik antar lelaki maupun antar perempuan.

Ketika Allah menyatakan bahwa siapa saja yang mengikuti petunjuk-Nya tidak akan sesat dan tak akan celaka seperti yang disebut dalam QS Thaha ayat 123, maka bisa dipastikan siapa saja yang tak mengikuti petunjuk Allah itu pasti akan sesat, dan karenanya pasti akan celaka. Fakta membuktikan hal itu. Misalnya, bagaimana hari ini telah terjadi kekacauan luar biasa dalam soal pernikahan. Apalagi ketika makin deras tuntutan bagi legalisasi pernikahan sejenis. Ketika dikatakan bahwa pernikahan mestinya harus dilakukan dengan lawan jenis agar bisa dilahirkan anak keturunan, mereka dengan ringan menyanggah, siapa yang mengharuskan pernikahan dengan lawan jenis, dan siapa pula yang mewajibkan pernikahan harus menghasilkan anak?

Hubungan homoseksualitas juga terbukti berdampak sangat buruk, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, banyak penyakit yang muncul pada mereka yang acap melakukan seks anal (Sexually Transmitted Disease/STD). Di antaranya HIV, herpes simplex, hepatitis B dan hepatitis C. Selain itu, juga memunculkan penyakit karena infeksi bakteri seperti gonorea (kencing nanah), khlamidia, syphilis, dan shigelosis. Pasien dengan infeksi bakteri itu bisa mengalami diare berdarah dan berlendir, luka-luka terinfeksi, bahkan timbul bisul dan radang di seputar dubur dan rektum. Akibat paling berbahaya dari seks anal adalah terjadinya kanker anus. Juga fisura anal atau anus robek, wasir, kutil dubur, iritasi usus besar, nyeri perut dan nyeri panggul kronis, gangguan otot anus, seperti buang kotoran di celana (encopresis) atau nyeri saat buang air besar.

Dokter Dewi Inong, spesialis kulit dan kelamin, Ketua Yayasan Peduli Sahabat, yang sangat berpengalaman puluhan tahun menangani pasien dari kalangan LGBT menjelaskan, anus atau dubur memang tidak dipersiapkan untuk menerima masuknya benda asing dari luar, termasuk penis. Masuknya benda asing secara paksa melalui dubur dan tanpa pelumas akan menyebabkan dinding anus dan bagian poros usus (rektum) rentan mengalami luka. Ketika luka sudah timbul, maka area tersebut rentan mengalami infeksi. Feses sebelum dikeluarkan memang ditampung di situ. Ini menjadi sumber infeksi, kuman, jamur dan bakteri.

Penggunaan pelumas memang membuat dubur menjadi lebih lunak untuk penetrasi, namun bukan berarti risiko kesehatan berkurang. Begitu pula jika pelaku menggunakan kondom, tetap saja ada risiko karena kondom hanya melindungi 26% saja, dan anus tidak siap untuk menerima benda asing selain kotoran keluar. Tidak hanya itu, luka di anus bisa mengakibatkan peradangan kronis. Jika klep di anus terus-menerus rusak, maka akan terjadi inkontinensia, di mana air besar akan keluar begitu saja tanpa kendali, dan baunya busuknya akan tercium dari jarak 1 – 2 meter. Segitu rusaknya, ada satu pasien dokter Inong yang merupakan penjaja seks pria di kawasan Ancol, Jakarta mengaku ketika melakukan sodomi itu, pasangannya malah mengeluarkan kangkung dari dalam anusnya.

Ini baru dari satu aspek saja sudah terlihat begitu kacaunya. Belum aspek lainnya. Di bidang ekonomi keuangan, misalnya, orang saat ini tak lagi bisa membedakan antara riba dan jual beli (al-bai’). Uang yang semestinya hanya diperlakukan sebagai alat tukar (medium of exchange), ini hari diperlakukan juga sebagai komoditas, dengan menarik bunga dalam peminjaman dan penukaran. Akibatnya, meski ekonomi bisa terus tumbuh, tetapi tidak pernah stabil. Menurut Dr. Abdul Muhsin Thahir Sulaiman dalam ‘Ilâj al-Musykilah al-Iqtishâdiyyah bi al-Islâm, akibat pengaruh riba, pertumbuhan ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalis itu bersifat siklik. Jikapun tampak tumbuh, sesungguhnya ia sedang menuju puncak untuk kemudian jatuh lagi.

Selain tidak stabil, sistem ekonomi ribawi juga sangat tidak adil. Mereka yang kaya, yang punya dana besar, hanya dengan membungakan uangnya, kekayaannya dengan mudahnya terus bertambah. Sebaliknya, yang miskin, karena tak berpunya, untuk bisa berusaha, harus meminjam dana dengan bunga yang berlipat ganda.

++++

Maka dari itu, salah satu buah terpenting dari puasa Ramadhan, selain pengampunan dosa, peningkatan takwa, mestinya adalah juga peningkatan kelekatan kita pada al-Quran. Caranya tak lain dengan memfungsikan al-Quran sebagaimana mestinya, sebagai hud[an] (petunjuk) dan furqân (pembeda). Bukan hanya dalam kehidupan pribadi dan keluarga, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di tengah situasi negeri terus didera berbagai persoalan, seperti soal korupsi dan kriminalitas yang makin menjadi-jadi, kemiskinan yang makin menyayat hati, ketidakadilan hukum, ekonomi dan politik serta kezaliman terjadi di mana-mana yang membawa negeri ini kepada kegelapan, mestinya al-Quran dijadikan jawabannya. Inilah satu-satunya penawar lara yang memang diturunkan Allah. Dialah Tuhan Yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan; untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya (liyukhrija an-nâs min adz-dzulumât ilâ an-nûr), seperti tersebut dalam QS Ibrahim ayat 1. Tanpa itu, kita akan terus berjalan berputar-putar tak tentu arah; melakukan yang mestinya ditinggalkan dan sebaliknya, meninggalkan apa yang mestinya dilakukan. Inilah yang membuat kehidupan makin gelap. Inilah akibat dari abainya terhadap hud[an] dan furqân itu.

AlLâhu a’lam bi ash-shawâb. [H.M. Ismail Yusanto]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 − 14 =

Check Also
Close
Back to top button