Narasi Radikalisme: Propaganda Menyerang Islam
Dr. Ahmad Sastra
Peneliti Islam Politik dan Peradaban
Salah satu postulat yang kini tengah gencar ditebarkan oleh Barat melalui berbagai corong media mereka adalah atribut “Islam radikal” atau istilah radikalisme. Sebagai strategi adu domba sesama Muslim, maka Baratpun membuat istilah tandingan kontra radikalisme yang disebut dengan “Islam moderat”, baik Islam radikal maupun Islam moderat. Keduanya adalah istilah yang diproklamirkan Barat untuk menyerang Islam.
Islam moderat beberapa waktu yang lalu menjelma menjadi Islam Nusantara yang sempat menyulut polemik. Pengikut Islam moderat mengklaim dirinya sebagai penebar Islam washatiyah. Padahal secara epistemologis, istilah washatiyah tidaklah sama dengan kata moderat. Islam moderat justru lebih banyak mempropagandakan nilai-nilai Barat dibandingkan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri.
Sekali lagi, secara epistemologi, istilah radikal dan moderat adalah istilah yang datang dari filsafat Barat, sementara istilah washatiyah dan kâffah adalah istilah yang berasal dari terminologi al-Quran. Karena itu tidak mungkin keduanya memiliki kesamaan makna. Begitupun istilah “Islam Rahmatan lil’Alamin” yang berasal dari al-Quran dengan term “Islam Nusantara”yang tidak ditemukan dengan jelas asal-muasalnya.
Ironisnya,proxy war Barat dengan langkah hegemoni wacana yang jelas-jelas menyerang Islam justru diamini oleh negara-negara Muslim di dunia, termasuk di Indonesia, Saudi dan Mesir. Ini karena Indonesia dan negara-negara Muslim lain menerapkan ideologi Kapitalisme sekuler yang secara diametral bertentangan dengan ideologi Islam.
Untuk melanggengkan kekuasaan dan ideologi ini, Barat melakukan langkah monsterisasi ajaran Islam dengan memberikan stigma radikal kepada Muslim yang ingin menerapkan Islam secara kâffah. Sebaliknya,mereka memuji Muslim yang pro ideologi kapitalisme sekular sebagai moderat. Faktanya, pengikut Islam moderat biasanya menolak formalisasi syariah oleh negara atau anti khilafah. Padahal khilafah merupakan ajaran Islam, sebagaimana akidah, akhlak, ibadah dan muamalah.
Strategi Barat untuk menyerang Islam ini merupakan propaganda busuk yang harus disadari oleh seluruh kaum Muslim. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalain(QS al-Baqarah [2]: 208).
Seiring dengan menguatnya hegemoni wacana dengan serbuan istilah-istilah Barat disertai melemahnya kemampuan Bahasa Arab di kalangan kaum Muslim, propaganda serangngan Barat terhadap Islam melalui isu radikalisme ini justru mendapat sambutan positif dari negeri-negeri Muslim.
Prof. Dr. Soheir Ahmad as-Sokari, ahli linguistik di berbagai universitas besar, di antaranya Georgetown University, mengutarakan bahwa Barat telah melakukan penghancuran kemampuan bahasa Arab generasi Muslim, yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan umat Islam.
Radikalisme dan Asal-usulnya
Radikalisme adalah istilah Barat, bukan dari Islam. Radikalisme berasal dari kata radical atau radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar akarnya. Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama-artikan (sinonim) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”.Radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada kata “akar” atau mengakar.
Istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19. Istilah ini untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula kemunculan fundamentalisme. Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910. Saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang lahir dari ideologi Kapitalisme yang berdasarkan akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).
Alat untuk Menyerang Islam
Istilah radikalisme oleh Barat kemudian dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Inilah cara terakhir Barat untuk melanggengkan hegemoni ideologi Kapitalisme sekular dengan menyebarkan paham demokrasi. Proyek antiradikalisme atau deradikalisasi terus digulirkan dengan menggulirkan wacana moderasi agama hingga memunculkan istilah baru. yakni “Islam Nusantara”. Ironinya, banyak kaum Muslimtertipu dengan proyek ini. Mereka ikut terlibat dalam berbagai program deradikalisasi, baik karena kebodohan maupun karena pragmatisme semata.
Setidaknya ada empat karakteristik dan tujuan Barat melancarkan imperialisme epistemologi sebagai propaganda Barat menyerang Islam.Pertama:Harakah at-Tasykîk, yakni menumbuhkan keraguan (skeptis) pada umat Islam akan kebenaran Islam. Diantara keraguan yang mereka lancarkan adalah gugatan tentang otentitas al-Quran, Islam sebagai Mohammadanisme, keraguan atas kerasulan Muhammad.
Dampak dari at-tasykîk adalah tumbuhnya sikap netralitas dan relativitas terhadap ajaran Islam.Jika masih ada seorang Muslim yang secara fanatik memahami Islam maka mereka kemudian dicap sebagai fundamentalis, radikalis, islamis dan teroris.
Kedua:Harakah at-Tasywîh, yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap ajaran Islam dengan cara memberikan stigma buruk terhadap Islam. Mereka dengan gencar mencitrakan Islam secara keji melalui media-media. Dampak dari tasywîh ini adalah menggejalanya inferiority complex (rendah diri) pada diri umat Islam, islamopobhia, pemujaan kepada Barat.
Ketiga:Harakah at-Tadzwîb, yakni gerakan pelarutan (akulturasi) peradaban dan pemikiran. Dampaknya adalah umat Islam terjebak dalam pemikiran pluralisme agama.Pluralisme jelas bertentangan dengan Islam.Pluralisme, menurut WC Smith, bermakna transendent unity of religion (wihdat al adyan), dan global teologi menurut John Hick.
Keempat:Hakarah at-Taghrîb, yakni gerakan westernisasi segala aspek kehidupan kaum Muslim. Paradigma Barat dijadikan sebagai kiblat kaum Muslim dengan meninggalkan tsaqâfah Islam. Melalui berbagai bidang seperti fun, fashion, film dan food, Barat terus mempropagandakan ideologinya.
Pertarungan Pemikiran
Pertarungan peradaban Barat dengan peradaban Islam terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya:
- Dominasi terhadap berbagai sarana media massa yang diarahkan untuk kepentingan peradaban Barat.
- Dominasi terhadap kurikulum pendidikan di setiap tingkatan, yang dimaksudkan untuk menyebarluaskan konsep-konsep Barat, menyimpangkan dan menentang berbagai konsep peradaban Islam, serta memalsukan sejarah peradaban Islam.
- Mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas di bawah kendali dan pengawasan langsung para pemuja peradaban Barat.
- Mendirikan berbagai partai politik yang menganut dan menyerukan peradaban Barat, yang dikelola oleh negara-negara Barat dan antek-anteknya yang bersikap moderat-progresif.
- Memberikan dukungan dan sponsor kepada orang-orang yang dianggap sebagai kalangan elit, terpelajar, dan intelektual, dengan tujuan untuk mempromosikan mereka menjadi tokoh-tokoh pemikir di negeri-negeri kaum Muslim.
- Memberikan dana beasiswa pendidikan dalam berbagai bentuknya, untuk memilih orang yang dianggap cocok menjadi agen intelektual, agen politik, agen militer, atau mata-mata bagi Barat.
- Memberikan dana melimpah kepada berbagai lembaga, kelompok dan organisasi yang didirikan untuk menyebarluaskan racun-racun pemikiran mereka.
- Memerangi penggunaan bahasa Arab dan membangkitkan bahasa-bahasa selain Arab; melontarkan agitasi-agitasi yang bersifat nasionalistik dan patriotik. Bahkan apa yang disebut konflik kepentingan (shira’ al-mashâlih) sejatinya berawal dari perbedaan pemikiran, yang kemudian diikuti dengan pertarungan pemikiran.
Bahkan kepala negara dengan seluruh jajarannya dan pendukung setianya secara masih melakukan propaganda dan proyek antiradikalisme dengan menyasar berbagai elemen masyarakat dari siswa, mahasiswa, dosen hingga instansi pemerintahan.
Presiden Joko Widodo menghadiri dan menyaksikan deklarasi anti radikalisme dan terorisme dari seluruh pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia, yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, 26 September 2017. Presiden Jokowi menyambut positif deklarasi perguruan tinggi se-Indonesia untuk melawan radikalisme (Voaindonesia.com, 26/09/17).
Kementerian Agama pun terus berupaya untuk menangkal radikalisme yang sudah menjamah ke kalangan anak. Diantaranya dengan menggalakan kegiatan yang bersifat moderasi agama(TribunNews.com, 23/7/2017).
Tak mau ketinggalan, BNPT Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) sering memberikan penyuluhan kepada mahasiswa agar tidak gampang terpengaruh dengan paham radikal(Bnpt.go.id,6/9/17).
Bahkan oleh sebuah televisi swasta acara reuni 212 2017 yang lalu dianggap sebagai perayaan intoleran yang anti kebhinekaan. Padahal reuni 212 adalah sebuah ekspresi umat Islam untuk mencintai dan membela agamanyadari berbagai penistaan oleh pihak-pihak yang intoleran itu. Media corong demokrasi terus menfitnah Islam sebagai agama intoleran dan radikal. Padahal merekalah yang intoleran. Bahkan sebuah ormas beberapa waktu lalu melakukan persekusi dan pembubaran terhadap pengajian. Bukankah ini tindakan intoleran itu.
Karena itu tanpa diberi embel-embel moderat atau radikal, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Dengan menerapkan Islam secara kâffah dalam istitusi negara, kebaikan Islam baru akan dapat dirasakan oleh seluruh manusia di dunia. Islam tidak memerlukan label-label Barat yang keji dan menyesatkan. Islam ya Islam. Islam moderat yang diinginkan oleh Barat adalah Islam yang menafikan penerapan syariah Islam secara kâffah oleh negara. Sebabnya, tegaknya Daulah Islam adalah ancaman terbesar bagi ideologi Kapitalisme di seluruh dunia.
Umat[an] Washath[an]
Secara etimologi, al-wasath adalah sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding, pertengahan (Al-Ashbahani, Mufradât AlFâzh al-Qur’ân, II/entri w-s-th). Bisa juga bermakna sesuatu yang terjaga, berharga dan terpilih; karena tengah adalah tempat yang tidak mudah dijangkau: tengah kota (At-Tahrîr wa at-Tanwîr, II/17).
Umat[an] wasath[an] yang dimaksud adalah umat terbaik dan terpilih karena mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Jalan lurus dalam surat al-Fatihah adalah jalan tengah diantara jalan orang yang dibenci (yahudi) dan jalan orang sesat (Nasrani)(Tafsir al-Manâr, II/4).
Karakter umat washtiyyah ada empat: umat yang adil dan pilihan (QS Ali Imran [3]: 110);terbaik dan pertengahan antara ifrâth(berlebihan) dan tafrîth(mengurangi)(Tafsir ar-Razi, II/389-390).
Makna washatiyah dalam perspektif tafsir ini tidak sama dengan makna moderat dalam pandangan Barat.
Dengan demikian lebel radikal dan moderat adalah cara Barat untuk menciptakan polarisasi di kalangan kaum Muslimagar terpecah-belah dan menghambat kebangkitan Islam.
Karena itu penting memberikan pencerahan kepada umat tentang bahaya imperialisme epistemologi Barat ini melalui berbagai istilah menyesatkan sebagai propaganda menyerang dan menfitnah Islam. Penting juga membentengi umat dari serangan Islam moderat dan radikal dengan menjelaskan kesesatan dan kerusakan ide keduanya. Umat Islam harus diberikan penjelasantentang hakikat Islam yang sebenarnya sesuai dengan al-Quran dan al-Hadis secara kâffah.
Khatimah
Dengan terus melakukan dakwah penyadaran kepada umat akan bahaya narasi radikalisme sebagai propaganda Barat kepada Islam, umat akan terus berjuang menumbangkan seluruh narasi Barat dan membangun narasi Islam dalam pemikiran dan perasaan kaum Muslim. Dengan demikian akan terjadi gelombang kesadaran umat akan pentingnya mendakwahkan dan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah yang akan memberikan kebaikan bagi seluruh manusia dan alam semesta.
Dari berbagai indikasi yang ada, tampak bahwa tegaknya Khilafah tak akan lama lagi, dan tumbangnya peradaban Kapitalisme sudah diujung mata. []