KH Shiddiq al-Jawi: Hukum Islam Efektif Memberantas Judi Online
Pengantar:
Judi online kian marak. Pelakunya dari berbagai level masyarakat. Dari kalangan orangtua, dewasa hingga anak-anak. Dari kalangan pejabat, artis, kelas menengah hingga rakyat jelata. Omsetnya ratusan triliun rupiah. Dampaknya luar biasa. Sudah banyak korbannya. Ada yang sampai melakukan korupsi, penggelapan uang perusahaan, hingga bunuh diri. Banyak pula istri yang menggugat cerai suaminya karena suaminya kecanduan judi online.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa akar penyebabnya? Mengapa Pemerintah seperti kesulitan memberantas judi online. Apa faktor penyebabnya? Benarkah ada keterlibatan aparat yang mem-backing-i judi online? Bagaimana pandangan Islam tentang judi onlie. Bagaimana pula cara Islam memberantas judi onlie secara efektif?
Itulah di antara pertanyaan yang diajukan kepada KH Shiddiq al-Jawi dalam wawancara dengan Redaksi kali ini. Berikut ini jawaban lengkapnya.
Judi online begitu marak di Indonesia. Bagaimana Kyai menyikapi fenomena ini?
Saya sangat prihatin, karena ada sekitar 3,2 juta warga Indonesia yang terlibat judi online. Perputaran uangnya Rp 327 triliun pada tahun 2023 lalu. Fenomena ini setidaknya menunjukkan 3 (tiga) hal: Pertama, kerusakan mental yang sangat parah pada masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Ini karena mereka ingin mendapat uang secara instan dan mudah, tanpa peduli lagi halal dan haram.
Kedua, penegakan hukum yang sangat lemah oleh Pemerintah. Tak ada penindakan yang tegas dan tuntas, baik kepada penjudi maupun kepada bandar judi.
Ketiga, suburnya budaya pragmatis dan hedonis di masyarakat, yang berakar pada paham sekularisme dari Barat, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Padahal Islam telah jelas mengharamkan judi dalam QS al-Maidah ayat 90. Ayat ini menyebut judi sebagai najis, perbuatan setan dan harus dijauhi supaya kita semua beruntung.
Apa dampak buruk judi online bagi masyarakat luas?
Dampaknya begini. Pertama, karena mental masyarakat sudah rusak oleh judi, maka SDM kita akhirnya berkualitas rendah. Inginnya serba instan dan mudah. Tak mau bersusah payah dan berjuang. Ada bocil kemarin sore yang tiba-tiba jadi wapres. Ada lagi saudaranya yang tiba-tiba jadi ketua umum sebuah partai politik hanya dalam tiga hari sejak menjadi anggota partai, dan tiba-tiba sekarang mau maju sebagai wakil gubernur, dan seterusnya seterusnya. Ada ketua lembaga negara, yang kuliahnya lulus S2 lebih dulu, setelah itu baru lulus S1, lalu S3 yang selesai secara kilat. Kemudian secara janggal dia menjadi guru besar (profesor) tanpa memenuhi syarat mengajar 10 tahun, plus 3 tahun setelah lulus S3. Bukan berarti mereka ini pasti seorang penjudi, tetapi menurut saya, mentalnya adalah mental penjudi, yang inginnya serba instan dan mudah.
Kedua, karena aparat penegak hukum gagal memberantas judi, masyarakat akhirnya kehilangan trust (kepercayaan) kepada negara. Masyarakat menaruh curiga. Jangan-jangan backing judi online ini justru aparatur negara itu sendiri. Kecurigaan masyarakat itu ada bukti sejarahnya. Pasalnya, dulu tahun 1970-an judi dilegalkan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin saat itu, yang memimpin DKI dua periode (1966-1977). Jadi backing judi itu justru gubernurnya sendiri. Bukan preman atau oknum, tetapi resmi Pemerintah itu sendiri.
Ketiga, karena budaya pragmatis dan hedonis sudah menyubur di masyarakat akibat judi, maka kebobrokan masyarakat kita jadi semakin parah. Ini adalah akibat mengikuti pola hidup masyarakat sekuler Barat yang pragmatis dan hedonis.
PPATK mengeluarkan rilis bahwa banyak anggota DPR ternyata pelaku judi online. Apa dampak buruknya bagi rakyat?
Saya sendiri sangat kaget ada berita akhir Juli 2024 bahwa PPATK membongkar ada 1000 orang anggota DPR dan DPRD yang terlibat judi online. Di DPR RI sendiri, ternyata ada 82 anggota DPR yang terlibat judi online. Jelas ini ada dampak buruknya bagi rakyat.
Pertama, masyarakat akan makin longgar dan permissive terhadap judi online. Masyarakat akan mendapat pembenaran atau justifikasi untuk berjudi online. Mereka akan berpikir, anggota dewannya saja pada main judi, kenapa saya tidak boleh? Jadi perilaku rusak anggota dewan itu akan mempengaruhi sebagian masyarakat untuk ikut-ikutan berjudi dalam rangka mengikuti jejak anggota DPR dan DPRD yang berjudi.
Kedua, di sisi lain, bagi sebagian masyarakat yang kritis¸ khususnya umat Islam, banyaknya anggota Dewan yang terlibat judi online akan menjadi bukti nyata bahwa sistem demokrasi memang rusak dan merusak, sehingga layak diganti dengan sistem Islam. Sistem demokrasi yang sudah rusak sejak karakter aslinya, karena memberikan kedaulatan (hak membuat hukum) kepada manusia, kini benar-benar terbukti telah merusak mental para pelaksananya, dengan banyaknya anggota dewan yang berjudi.
Apa penyebab utama judi online seolah-olah “susah” diberantas, Kyai?
Ada tiga penyebab utamanya, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementrian Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan (tahun 2022), yaitu: Pertama, situs judi online bisa merepoduksi ulang dengan cepat. Jadi kalau satu situs judi online ditutup oleh Kementrian Kominfo, maka situs itu akan merepoduksi ulang dengan membuat situs baru dengan domain atau IP address yang mirip. Jadi mati satu, tumbuh seribu.
Kedua, judi online ditawarkan lewat pesan pribadi oleh situs judi online lewat HP masing-masing individu, ketika pemilik HP mengakses situs-situs tertentu. Hal ini tidak bisa diawasi oleh Kementerian Kominfo.
Ketiga, judi online terkait dengan isu yurisdiksi hukum, yaitu ada hukum judi online yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Di Vietnam, misalnya, judi di sana dilegalkan. Bahkan anak-anak kecil pengasong jajanan di tempat-tempat wisata sering juga menawarkan kupon-kupon judi secara terbuka kepada turis.
Apakah benar judi online susah “disentuh” akibat adanya backing kuat yang melibatkan aparat?
Ya. Saya menduga kuat, ada backing kuat yang melibatkan apparat untuk judi online saat ini. Ada alasan historisnya. Pertama, di Indonesia judi pernah dilegalkan pada masa Gubernur DKI Ali Sadikin (1966-1977). Jadi backing-nya ya Pemerintah itu sendiri, atau gubernurnya itu sendiri.
Kedua, pernah juga di Indonesia judi dilegalkan berbentuk Porkas, SDSB, TSSB, dan sebagainya yang marak awal tahun 1990-an. Backing-nya juga siapa lagi kalau Pemerintah itu sendiri. Bahkan Porkas waktu itu juga di-backing oleh—mohon maaf—MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat KH Ibrahim Hosen, LML. Ia memfatwakan judi itu diharamkan karena ada illat-nya (alasannya), yaitu berhadap-hadapan. Yang dilakukan tidak secara berhadap-hadapan, seperti Porkas, hukumnya boleh menurut KH Ibrahim Hosen, LML. AstaghfirulLaah.
Nah, dua alasan historis yang saya sebutkan tadi, berkorelasi dengan isu konsorsium 303—yang viral saat kasus Ferdy Sambo tahun 2022—yang menyeret nama para petinggi Kepolisian yang disebut menjadi backing bandar judi online.
Sayangnya, isu konsorsium 303 ini tidak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh otoritas Polri. Kesempatan emas bagi Polri untuk membuat terang dan gamblang seputar judi online yang melibatkan petinggi Polri ini, justru dibiarkan lewat begitu saja oleh otoritas Polri. Sayang sekali. Isu 303 ini akhirnya mengambang tanpa ketegasan sikap dari otoritas Polri. Seolah dibiarkan dengan harapan publik akan melupakannya seiring waktu karena publik akhirnya ditimpa isu-isu lain yang lebih heboh dan sensasional.
Benarkah ada kesulitan teknologi untuk memberangus aplikasi judi online?
Benar. Memang ada kesulitan pemberantasan judi online yang terkait aspek teknologinya, yakni sifat situs judi online yang bisa merepoduksi ulang dengan cepat ketika ada situs judi online yang di-banned, dan sifat yurisdiksinya yang borderless atau tanpa batas-batas negara. Namun, sehebat apa pun teknologi judi online, tetap akan bisa diatasi asalkan ada political will yang kuat dari negara. Jadi kata kuncinya menurut saya adalah political will. Political will ini harus kuat dalam arti betul-betul dilaksanakan di lapangan secara nyata. Bukan hanya lips service atau hanya omon-omon saja tanpa realisasi di lapangan.
Kita tahu, sudah dibentuk Satgas Anti Judi Online 19 Juni 2024 yang lalu. Menkopolhukam Hadi Tjahjanto sebagai Ketua Satgas Anti Judi Online mengatakan, ada tiga operasi yang akan dilakukan Satgas tersebut dalam waktu dekat: Pertama, pembekuan rekening. Kedua, penindakan jual-beli rekening. Ketiga, penindakan terhadap transaksi game online melalui top up di minimarket. Demikian kata Pak Hadi Tjahjanto.
Menurut saya, pemberantasan judi online yang dilaksanakan oleh sistem hukum sekuler sekarang, sebaik apapun pelaksanaannya, hanya akan seperti memberantas gejala suatu penyakit, namun tidak akan pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri, yang sesungguhnya berpangkal secara mendalam pada pandangan hidup Barat.
Dalam Kapitalisme, paham sesat apa yang melatarbelakangi sehingga judi online menjadi boleh?
Utamanya adalah paham naf’iyyah (utilitarianisme) dan mut’ah jasadiyah (hedonisme). Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi Barat, yaitu sekularisme (fashlud dîn ‘an al-hayâh). Demikian analisis Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nizhâm Al-Islâm.
Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik-buruknya suatu perbuatan itu diukur berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiah (fisik), seperti kepuasan seksual, kepuasan harta, kepuasan jabatan, dsb.
Dua paham itulah, yakni utilitarianisme dan hedonisme, yang akhirnya menjadi justifikasi berbagai perbuatan yang walaupun menurut agama hukumnya haram, tetapi menjadi legal menurut hukum positif di Barat, seperti prostitusi, pornografi, perjudian, narkoba, seks bebas, LGBT, dan sebagainya.
Kedua paham Barat itu, saya yakin tidak akan pernah bisa disentuh oleh Satgas Anti Judi Online yang ada sekarang. Satgas ini hanya akan bermain pada level permukaan saja (fenomena), yang empiris, namun tidak akan pernah bisa menukik dan merasuk secara mendalam pada noumena (di balik fenomena) khususnya paham yang tertanam dalam relung-relung pikiran dan jiwa masyarakat.
Bagaimana kebatilan akad judi dalam pandangan Islam?
Harta judi, jika dimanfaatkan, tidak ada pahalanya dari Allah, bahkan menjadi dosa, walaupun diinfakkan untuk sedekah kepada orang miskin atau membangun masjid. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang mengumpulkan harta dari yang haram, lalu dia bersedekah dengan harta itu, maka dia tidak akan mendapat pahala dan bahkan mendapat dosa.” (HR Ibnu Khuzaimah).
Bagaimana sanksi pidana syariah bagi pemain dan bandar judi online?
Sanksi pidana syariah bagi pemain judi dan bandar judi adalah sanksi yang dinamakan ta’zîr. Apa itu ta’zîr? Ta’zîr adalah pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ditentukan secara khusus oleh nas, juga tidak ada kaffarah (tebusan)-nya.
Qadhi (hakim syariah) akan menentukan jenis dan/atau kadar hukuman ta’zîr, dari macam-macam ta’zîr yang telah ditetapkan syariah, yang jumlahnya ada 14 (empat belas) jenis sanksi ta’zîr, sebagaimana yang diuraikan secara rinci oleh Syekh ‘Abdurrahmân al-Mâlikî dalam kitabnya Nizhâm Al-‘Uqûbât.
Ta’zîr itu dapat berupa: (1) hukuman mati (al-qatl); (2) penyaliban (ash-shalb), tetapi penyaliban ini dilakukan setelah terpidana dihukum mati; (3) penjara (al-habs); (4) pengucilan (al-hajr), yakni larangan hakim syariah kepada publik untuk berbicara dengan terpidana; (5) pengasingan (an-nafyu); (6) hukuman cambuk (al-jild) maksimal sepuluh kali cambukan; (7) denda finansial (al-gharâmah); (8) pemusnahan barang bukti kejahatan (itlâful mâl), misalnya pemusnahan narkoba, mesin atau alat perjudian, dsb; (9) publikasi pelaku kejahatan (at-tasyhîr) di media massa; (10) nasihat (al-wa’zhu); (11) celaan (al-tawbîkh), yaitu merendahkan terpidana dengan ucapan dari hakim (Qadhi), dan sebagainya (‘Abdurrahmân al-Mâlikî, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 157-175).
Syaikh ‘Abdurrahmân al-Mâlikî menjelaskan secara khusus jenis sanksi ta’ziir yang terkait judi, baik bagi pemain maupun bandar judi, dengan redaksi umum sebagai berikut: “Setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil, sedangkan dia mengetahui, maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal sepuluh kali cambukan) dan dipenjara hingga 2 (dua) tahun.” (‘Abdurrahmân al-Mâlikî, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 99).
Apa yang dilakukan oleh Khalifah tatkala memberantas judi online sehingga bisa tuntas hingga keakar-akarnya?
Jika Khilafah berdiri, Khalifah akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan. Apapun bentuknya. Termasuk judi. Khalifah akan membentuk sistem hukum Islam yang kokoh, dengan mengokohkan 3 (tiga) unsur yang ada dalam suatu sistem hukum (legal system) (Friedman, 1975); (1) menerapkan syariah Islam sebagai substansi hukumnya (termasuk sanksi pidana syariah); (2) membentuk struktur APH (aparat penegak hukumnya) syariah-nya, seperti mengangkat para hakim syaraih (Qadhi), polisi (syurthah), tentara (al-jaisy), dan APH (aparat penegak hukum) lainnya; (3) membentuk culture of law (budaya hukum) yang kuat di masyarakat, dengan menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar di masyarakat (Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, New York: Russell Sage Foundation, 1975).
Sistem hukum Islam tersebut, dengan penegakan hukumnya, akan menindak tegas para pemain dan bandar judi online, dengan menangkap dan menyeret mereka ke peradilan syariah, serta menjatuhkan sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur bagi mereka.
Selain penegakan hukum yang ketat, aksi apalagi yang dilakukan oleh Khalifah sehingga bisa komprehensif pemberantasan judi online?
Khalifah tidak hanya melakukan penegakan hukum, tetapi juga akan melakukan dakwah fikriyyah, yaitu dakwah Islam yang bertujuan untuk menetralisasi pemikiran masyarakat yang sudah teracuni paham-paham Barat, dengan memberikan antidote (anti racun) yang berasal dari Aqidah Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sungguh telah datang kepadamu pengajaran (Al-Quran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (TQS Yunus [10]: 57).
Jadi Khalifah juga akan memberantas paham-paham pendukung judi itu hingga ke akar-akarnya, yaitu paham-paham seperti utilitarianisme dan hedonisme yang bercokol dalam pikiran dan jiwa umat Islam. Caranya, misalnya, lewat duruus al-masaajid, lewat sistem pendidikan Islam formal, media massa mainstream, social media, dsb.
Dakwah fikriyyah yang dilakukan oleh Khalifah kepada masyarakat ini, saya Yakini, akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya, tetapi juga sumber penyakitnya yang terdalam, yaitu memberantas paham-paham Barat yang menjadi dasar filosofis judi online dan berbagai maksiat lainnya.
Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk ikut andil dalam memberantas judi online?
Khalifah akan membentuk culture of law (budaya hukum) Islami yang kuat di masyarakat, dengan menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar di masyarakat. Masyarakat akan didorong agar berani melakukan amar makruf nahi mungkar kepada masyarakat—karena Negara Khilafah akan melindungi mereka—ketika terjadi suatu kemungkaran di tengah-tengah mereka, apa pun bentuk kemungkaran itu; mungkin berupa transaksi judi online, pinjaman online, prostitusi online, dan sebagainya.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan lisannya. Jika dia tidak mampu, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan hatinya (dengan tidak menyetujuinya), dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim). []