
Perisai Umat
Lebih dari satu setengah tahun genosida keji dilakukan oleh Zionis Yahudi terhadap bangsa Palestina. Ribuan nyawa melayang. Ratusan ribu terluka. Jutaan lainnya hidup dalam ancaman yang sama. Namun, dunia seakan terdiam. Tidak ada upaya nyata untuk menghentikan kekejian tersebut. Tak seorang pun dari para penguasa dunia, terutama di negeri-negeri Muslim, yang berani bergerak mengerahkan pasukan mereka untuk melawan tindakan biadab ini.
Padahal sudah sangat jelas ditegaskan, baik dalam al-Quran maupun as-Sunnah, bahwa kaum Muslim itu bersaudara. Persaudaraan mereka diikat oleh Aqidah yang sama: Aqidah Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah kedua saudara kalian dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapatkan rahmat (TQS al-Hujurat [49]: 10).
Dari ayat di atas tersurat bahwa siapapun, juga di manapun di seluruh dunia ini, asalkan Mukmin, adalah bersaudara. Ini karena dasar ukhuwah (persaudaraan) adalah kesamaan Aqidah. Ayat ini menghendaki ukhuwah kaum Mukmin harus benar-benar kuat, bahkan lebih kuat daripada persaudaraan karena nasab (Lihat: Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, 8/3; Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 14/11).
Rasulullah saw. pun telah menegaskan, ”Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan satu bangunan. Sebagiannya menguatkan sebagian lainnya.” (HR Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ahmad).
Selain karena faktor persaudaraan yang sangat kuat, kewajiban membela kaum Muslim yang tertindas didasarkan pada fakta betapa mahalnya harga nyawa seorang Muslim. Allah SWT menetapkan pembunuhan satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia (Lihat: QS al-Maidah [5]: 32).
Allah SWT pun mengancam orang yang menghilangkan nyawa seorang Mukmin dengan ancaman yang sangat keras (Lihat: QS an-Nisa‘[4]: 93).
Rasulullah saw. bahkan bersabda:
Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim (HR an-Nasa’i).
Karena itulah, sepanjang sejarah penerapan syariah Islam, tak ada darah seorang Muslim pun ditumpahkan, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar dari umat dan Daulah Islam. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena membela kehormatan seorang Muslimah yang disingkap pakaiannya oleh pedagang Yahudi, Rasulullah saw. segera mengirim para Sahabat untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam (Ibnu Hisyam, Sîrah Ibnu Hisyâm, 3/9-11).
Rasulullah saw., selaku penguasa kaum Muslim, semasa menjadi kepala Negara Islam Madinah, telah melindungi setiap tetes darah kaum Muslim. Demikian pula Khulafaur-Rasyidun dan para khalifah setelah mereka. Mereka terus melindungi umat dari setiap ancaman dan gangguan. Dengan begitu umat dapat hidup tenang di mana pun mereka berada karena ada yang menjadi pelindung bagi mereka.
Sayang, meski telah dengan gamblang dipahami bahwa kaum Muslim itu bersaudara di mana pun, juga bahwa betapa mahalnya harga nyawa seorang Muslim, faktanya hal sederhana ini seolah tidak dimengerti oleh para penguasa Arab dan Muslim saat ini. Jika tidak demikian, lalu mengapa para penguasa Arab dan Muslim tidak sejak awal segera bertindak untuk membela kaum Muslim Palestina yang tertindas selama puluhan tahun lamanya? Mengapa mereka tidak pernah tergerak untuk mengirimkan pasukan demi membela saudara-saudara Muslim di Palestina yang bahkan saat ini sedang mengalami genosida oleh Yahudi Zionis?
Ada dua alasan utama mengapa hal ini terjadi: Pertama, karena dominasi ’ashabiyah dalam wujud nasionalisme dan konsep nation state yang telah merusak ukhuwah islamiyah. Setiap negara Muslim hanya memikirkan kepentingan nasional atau kemaslahatan bangsanya sendiri. Tragedi kemanusiaan di Palestina saat ini, juga di negeri-negeri Muslim lainnya, sejauh ini tidak dianggap sebagai masalah bersama yang harus segera ditangani. Kedua, kebanyakan penguasa Muslim dan Arab telah menjadi boneka Barat, khususnya Amerika dan Rusia. Mereka lebih memilih diam atau malah mendukung kebijakan tuan-tuan mereka yang jelas-jelas memusuhi kaum Muslim. Ini terbukti dengan tidak adanya tindakan nyata ketika Muslim Palestina dibantai bahkan mengalami genosida hingga saat ini .
Dengan semua tragedi yang menimpa umat Islam, selayaknya kita memahami kembali sabda Rasulullah saw., ”Imam (Khalifah) adalah perisai; kaum Muslim diperangi (oleh musuh) di belakangnya dan dilindungi oleh dirinya.” (HR Muslim).
Sabda Rasulullah saw. menunjukkan pentingnya keberadaan penguasa yang menjadi pelindung umat. Inilah yang dipahami oleh para khalifah pada masa lalu. Salah satunya adalah Khalifah al-Mu’tashim Billah dari Kekhilafahan Abasiyyah. Ia benar-benar mengamalkan Hadis Rasulullah saw. tersebut. Ia benar-benar menjadi ”junnah” (perisai) bagi rakyatnya.
Menurut Ibn Khalikan dan Ibn al-Atsir, kisahnya bermula saat terjadi penawanan dan penistaan oleh seorang kafir Romawi terhadap seorang wanita Muslimah nan mulia keturunan Fathimah ra. Kabar itu sampai ke telinga Khalifah al-Mu’tashim Billah. Mendengar kabar tersebut, tanpa menunda-nunda, Khalifah segera bergerak. Ia segera mengerahkan bahkan memimpin sendiri puluhan ribu pasukan menuju Kota Amuriyah. Jumlah pasukan sebanyak itu dikerahkan hanya untuk membela kehormatan wanita Muslimah mulia yang telah dinodai oleh seorang kafir Romawi tersebut.
Singkat cerita. Kota tersebut berhasil ditaklukkan. Tidak kurang dari 30 ribuan tentara Romawi tewas. Sebanyak 30 ribuan lainnya berhasil ditawan. Wanita Muslimah itu akhirnya bisa dibebaskan (Lihat: Ibn Khalikan, Wafayât al-A’yân, 2/149); Ibn al-Atsir, Al-Kâmil fî at-Târîkh, 6/36).
Kisah heroik ini sangat kontras dengan situasi para penguasa Arab dan Muslim saat ini. Tak satu pun dari mereka yang berani menggerakkan pasukannya untuk melindungi umat Islam. Khususnya kaum Muslim Palestina saat ini. Mereka memilih diam atau bersikap pengecut. Tak mau menjadi ”lelaki sejati” meski cuma sehari saja.
Wa mâ tawfîqîillâ bilLâh. [Arief B. Iskandar]





