
Pertunjukan Karakter
Sesabar-sabarnya manusia di muka bumi adalah penduduk Gaza, Palestina. Keimanan yang kokoh, ketabahan yang luas, kesabaran tanpa batas, keikhlasan dan mentalitas pejuang, semuanya dimiliki oleh orang-orang Gaza, Palestina.
++++
Demikianlah kutipan tulisan yang menyebar luas di sosial media. Ia menggambarkan kekaguman publik dunia terhadap mentalitas atau karakter penduduk Gaza, Palestina. Bahkan ada yang menulis, “Jika kamu ingin melihat penduduk surga yang masih ada di bumi, maka lihatlah para penduduk Gaza, Palestina.”
Mungkin terdengar agak berlebihan. Tidak. Sebagai pujian, hal serupa pernah juga dilontarkan oleh Baginda Rasulullah saw. tentang kehebatan Thalhah bin Ubaidillah dalam Perang Uhud, sebagaimana disebut dalam hadits Tirmidzi. Katanya, “Siapa saja yang ingin melihat seorang syahid berjalan di muka bumi, maka hendaknya ia melihat Thalhah bin ‘Ubaidillah.”
Talhahlah yang melindungi Rasulullah saw. dengan badannya dari tebasan pedang dan tajamnya tombak lawan dalam perang dahsyat yang menewaskan dan melukai banyak tentara Islam, termasuk Rasulullah saw.
Beredar juga video seorang ibu di Gaza berujar, “Di sini kami selalu memakai pakaian shalat. Kami siap jika akan dibom kapanpun itu. Kami berkumpul di satu ruangan. Jadi jika kami mati, kami akan mati bersama. Kami menghabiskan waktu dengan membaca al Quran. Kami berdoa agar dunia memberikan kebebasan kepada kami, kemenangan tak mungkin bagi kami. Karena Rabb telah berjanji kepada kami. Mungkin itu yang membuat kami kuat. Kami tidak takut mati karena kematian kami adalah mati syahid. Tempat orang mati syahid adalah surga, insya Allah. Sebaliknya, kaum zionis, yang mengejar dunia dan isinya, mereka suka hidup dan takut mati. Itu yang membuat mereka jadi pengecut.”
Di sisi lain seorang anak perempuan, umur sekitar 10 tahun, yang telah ditinggal mati oleh ayahnya, dengan tersenyum berkata, “Orang-orang Yahudi senang karena ayahku sudah wafat. Ayah ingin syahid dan ia mendapatkan itu. Ayah bahagia dan sudah berada di surga, sementara kalian akan memasuki neraka. Kalian akan dibiarkan meleleh. Aku tidak takut kepada kalian karena kalian adalah pengecut. Jika bukan karena senjatamu, levelmu akan jauh lebih rendah. Kalian sama sekali tak mengetahui tentang makna Allah. Kami akan menjadi kuat. Kami akan shalat dan berdoa di al Quds untuk memerangi kalian sampai negeri kami dibebaskan. Sebabnya, ini adalah tanah kami. Kami harus mempertahankan tanah ini. Kami tidak akan membiarkan kalian ada di dalamnya, bahkan jika kalian menyentuh satu bagian saja, kami akan menantikan kematian kalian.”
Keadaan sebaliknya justru menimpa tentara dan penduduk zionis. Banyak di antara mereka mengalami depresi. Bahkan tak sedikit yang kemudian bunuh diri. Data resmi dari Asosiasi Veteran Israel menyebut ada ribuan pasukan Israel yang mengalami cacat fisik dan gangguan jiwa akibat trauma pasca perang di Gaza. Semua itu terjadi karena tekanan dan ketakutan luar biasa yang mereka rasakan saat menghadapi perang atau serangan dari Palestina, termasuk stres karena kecaman yang amat dahsyat yang mereka terima dari nitizen seluruh dunia.
Mengapa orang-orang Palestina, khususnya di Gaza itu, bisa tampak begitu tegar? Jawabannya jelas. Semua yang mereka lakukan untuk mempertahankan bumi Palestina tak lain adalah jihad. Jika ada orang yang hendak menjarah harta milik kita, apalagi tanah Palestina yang sangat istimewa, tidak boleh dibiarkan. Harus terus dilawan, Ini seperti pesan Nabi dalam hadits riwayat Muslim ketika ada seseorang bertanya jika ada orang yang hendak merampas hartanya. Nabi menjawab, “Jangan engkau berikan kepada dia.” Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana jika dia malah membunuhku?” Beliau menjawab, “Engkau dicatat syahid.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana jika aku yang membunuh dia?” Beliau menjawab, “Dia yang di neraka.”
Seorang yang berjihad mendapat kemulian yang sangat besar. Digambarkan dengan sangat dramatis oleh Rasulullah saw.: “Perumpamaan seorang mujahid fi sabilillah adalah seperti orang yang berpuasa, yang mendirikan shalat lagi lama membaca ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya sehingga seorang mujahid fi sabilillah pulang.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Tak ada yang buruk dalam jihad. Jika dilakukan dengan ikhlas, seorang yang berjihad pasti akan mendapat satu dari dua kebaikan: kemenangan atau kesyahidan. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw. “Siapa yang dibunuh karena membela hartanya, ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya, ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia syahid.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Orang yang mati syahid, meski sekilas tampak sangat menderita, seperti disebut dalam hadis riwayat at-Tirmidzi, tidak merasakan sakit kecuali seperti digigit semut.
Syahid, kata Nabi saw., adalah setinggi-tinggi derajat kematian (asyraful mawt, mawt asy-syuhada). Sebegitu tingginya derajat itu hingga orang ingin mati syahid berulang-ulang. Ini seperti disebut dalam Hadis Nabi saw., “Tidak ada orang masuk surga lalu ia menginginkan kembali ke dunia, padahal ia telah memiliki segala sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali orang yang mati syahid. Dia bercita-cita untuk kembali ke dunia kemudian dibunuh, berulang sepuluh kali, setelah dia melihat besarnya kemuliaan (mati syahid).” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Di Gaza memang tidak semua yang meninggal dalam keadaan dirinya berperang langsung melawan musuh. Meski begitu, mereka yang meninggal karena terbakar dan tertimpa runtuhan bangunan tetap disebut syahid, yakni syahid akhirat. Demikian seperti disebut dalam Hadis Nabi saw., “Korban kebakaran adalah syahid. Yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid.” (HR Abu Dawud).
Orang yang mati syahid mendapat nikmat, pahala dan kemuliaan yang luar biasa dari Allah. Demikian seperti tersebut dalam Hadis Nabi saw., “Orang yang mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yang besar, dihiasi dengan perhiasan iman, dikawinkan dengan bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dalam hadis lain dinyatakan bahwa kemuliaan yang didapat orang yang mati syahid lebih banyak lagi. Di antaranya, kata Nabi saw., “Allah menjamin bagi orang yang berperang di jalan-Nya dan tidak ada yang mendorong dirinya keluar kecuali karena ingin jihad di jalan-Ku, dia beriman kepada-Ku dan membenarkan para rasul-Ku, maka Aku menjamin akan memasukkan dia ke dalam surga atau mengembalikan dia pulang ke rumahnya dengan membawa kemenangan berupa pahala dan ghaniimah (harta rampasan perang).” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis yang sama disampaikan. “Tidak ada seseorang pun yang terluka dalam perang fi sabilillah, melainkan kelak pada Hari Kiamat dia akan datang dalam keadaan luka seperti semula. Warnanya warna darah sementara baunya bau minyak kesturi.”
Sebegitu hebatnya pahala jihad, sampai Nabi saw. sendiri ingin selalu berjihad, “Sekiranya tidak memberatkan kaum Muslim, sungguh selamanya aku tidak ingin ketinggalan untuk mengikuti setiap kavaleri di jalam Allah.”
Andai meninggal karena jihad, Nabi saw. ingin hidup lagi untuk berjihad lagi, “Demi Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya saya ingin sekali berperang fi sabilillah. Kemudian saya terbunuh. Lalu saya berperang lagi lalu saya terbunuh. Setelah itu saya berperang lagi dan terbunuh.”
++++
Inilah nikmatnya menjadi Muslim. Bagi dia tak ada yang buruk. Ketika mendapat kebaikan, ia bersyukur. Itu baik bagi dirinya. Ketika mendapat keburukan, ia bersabar. Itu juga kebaikan buat dirinya. Apalagi jika yang disebut keburukan itu, seperti kezaliman luar biasa zionis yang dialami penduduk Palestina itu justru menghantarkan kepada kesyahidan, maka lebih besar lagi kebaikan yang akan didapat. Di situlah pangkal dari munculnya karakter sabar dan tegar yang dilihat dunia di tengah krisis Palestina ini hari. Sebuah ‘pertunjukan karakter’ yang sangat kontras, antara mereka yang insya Allah mendapat keridhaan Allah dan mereka yang terus mengumbar angkara yang pasti yang mendapat murka-Nya.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [HM. Ismail Yusanto]