![](https://alwaie.net/wp-content/uploads/2024/10/2024-08-duniaislam2-pertemuah-doha-780x470.jpg)
Pertemuan Doha: Jebakan Barat Untuk Penguasa Afganistan
Pertemuan Doha ketiga tentang Afganistan, yang dimulai Ahad (30/6), dihadiri oleh utusan khusus dari 25 negara dan lima organisasi internasional, berakhir setelah dua hari pembicaraan berturut-turut. Delegasi Taliban, yang dipimpin oleh juru bicara rezim yang berkuasa, berpartisipasi dan membahas sektor swasta, perbankan dan penanggulangan narkotika. Wakil Sekretaris Jenderal PBB, yang memimpin pertemuan ini, menyebutnya “positif”.
Pertemuan ini diselenggarakan menyusul Resolusi Dewan Keamanan PBB (2721), yang bersumber dari Penilaian Independen yang dilakukan oleh Feridun Sinirlioðlu, koordinator khusus DK PBB untuk Afganistan. Dokumen ini, yang dikenal sebagai “peta jalan” PBB untuk integrasi politik rezim yang berkuasa ke dalam sistem internasional, mendesak Afganistan untuk mematuhi hukum internasional, membentuk pemerintahan yang inklusif, memulai dialog nasional dan penunjukan perwakilan khusus untuk Afganistan.
Pertemuan Doha yang ketiga ini dimaksudkan untuk memastikan realiasasi peta jalan ini. Rezim Afghanistan hanya terlihat hadir sebagai ‘reporter’ untuk menyampaikan pencapaian mereka kepada PBB. PBB tampak puas dengan laporan Taliban karena kepala delegasi PBB menggambarkan penjelasan Taliban sebagai sesuatu yang meyakinkan.
Peta Jalan PBB atau Jalan Allah?
Peta jalan PBB ini pada dasarnya adalah rencana Amerika untuk mengintegrasikan rezim yang berkuasa ke dalam tatanan sekuler global. Tujuannya untuk mengamankan kesepakatan politik dan intelijen dengan mereka. Memang, rezim yang berkuasa telah berulang menyatakan bahwa mereka menerima perjanjian apa pun dalam kerangka syariah Islam. Namun, setelah rezim yang berkuasa mengakui peta jalan PBB dan bermain sesuai aturan musuh, klaim mereka tentang kepatuhan pada syariah menjadi tidak berarti.
Pertemuan-pertemuan ini tampaknya lebih didorong oleh kepentingan, menunda diskusi yang didorong oleh nilai. AS, dengan peran utama PBB, bermaksud untuk melanjutkan rezim yang berkuasa berdasarkan paket insentif. Itulah sebabnya isu-isu seperti hak asasi manusia, pendidikan perempuan, dan penunjukan perwakilan khusus dikesampingkan untuk memenangkan hati Taliban. PBB pertama-tama ingin mengintegrasikan rezim yang berkuasa ke dalam tatanan global agar dapat meminta pertanggungjawaban mereka. Karena Taliban tidak menghadiri pertemuan Doha kedua. PBB ingin mendorong partisipasi mereka dalam pertemuan Doha ketiga.
Pertemuan ini terutama berfokus pada interaksi politik dan ekonomi. Taliban berpikir mereka akan menggunakan panggung PBB untuk tujuan politik dan ekonomi mereka, yaitu lolos dari pemaksaan nilai-nilai sekuler setelah integrasi ke dalam tatanan sekuler global. Ini adalah bentuk penipuan diri sendiri (self-deception). Seperti yang dinyatakan oleh Juru Bicara Taliban, mereka menerima konvensi internasional jika tidak bertentangan dengan syariah. Ini adalah kesalahpahaman dan ilusi yang lengkap. Pertama, keanggotaan di PBB sendiri dimaksudkan untuk menerima ideologi dan tujuan fundamentalnya, yaitu untuk mempromosikan ‘agama’ global (Kapitalisme) dan nilai-nilai liberal. Hanya kekuatan besar yang dapat menentang mandat PBB. Tatanan dunia saat ini memungkinkan kedaulatan relatif bagi negara-negara di dunia dan mengekang kedaulatan absolut mereka. Dengan kedaulatan relatif, aturan syariah tidak dapat dilaksanakan.
Meskipun rezim yang berkuasa telah berulang menyatakan bahwa masalah dalam negeri adalah urusan internal mereka, PBB bereaksi bahwa penerapan nilai-nilai sekuler bukan hanya masalah internasional. Nilai-nilai ini harus dipatuhi dalam kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Rosemary A. DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik, mengatakan kepada Taliban: “Afganistan telah menandatangani beberapa perjanjian, konvensi dan kesepakatan internasional yang berfokus pada hak asasi manusia dan hak sipil. Tidak masalah jika pemerintah berubah. Negara ini menandatangani perjanjian ini sebagai sebuah negara. Ini berarti bahwa ini bukan hanya masalah dalam negeri. Kami telah menjelaskan ini dengan jelas.”
Oleh karena itu, harus jelas bahwa roadmap (peta jalan) ini tidak akan mendatangkan keridhaan Allah SWT, tetapi hanya memuaskan kekuatan-kekuatan Barat jika kita menerima kondisi-kondisi politik, ekonomi dan intelijen mereka, juga mematuhi nilai-nilai mereka. Menggunakan peta jalan dan aturan musuh menjauhkan kita dari Allah SWT di setiap arena. Keputusan rezim yang berkuasa ingin bertindak berdasarkan diplomasi sekuler saat ini akan membuat mereka jatuh ke dalam perangkap Barat. Sejak saat ini, Taliban telah mulai menjalankan politik berdasarkan gaya Barat. Misalnya, dalam pertemuan ini, Juru Bicara Taliban juga menjelaskan penyebab Genosida Gaza dan berkata: “Mereka yang melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza tidak dalam posisi etis untuk menguliahi kita tentang penegakan hak asasi manusia.”
Sangat jelas dari pernyataannya bahwa pengingat ini bukan untuk membela para korban Gaza, tetapi penggunaan manipulatif atas penderitaan mereka untuk kepentingan Taliban. Taliban ingin membenarkan tindakan mereka dengan argumen seperti itu.
Karena itu, sebelum terlambat, alangkah baiknya kita bertindak berdasarkan peta jalan Allah SWT dan berjuang hanya untuk keridhaan-Nya. Peta jalan Islam tidak lain adalah tegaknya Khilafah kedua yang benar dan kebangkitan gaya hidup Islam. Jika kita tidak melakukan ini dan tidak menaati janji Allah, maka Allah SWT akan memiliki rencana alternatif bagi mereka yang melakukan kezaliman demi kezaliman dengan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang.
Isu Perempuan
Perlu ditambahkan, sebagaimana yang diberitakan oleh An-Nahar (28/6), otoritas Taliban Afganistan bertemu dengan utusan internasional pada Hari Minggu di Qatar untuk perundingan yang diajukan oleh PBB sebagai langkah kunci dalam proses keterlibatan. Namun, Taliban Afganistan dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena tidak hadirnya perempuan Afganistan.
Terkait dengan hal ini ada dua hal yang perlu diperhatikan Pertama: Perbedaan sistem sosial dalam Islam dengan sistem yang dipromosikan oleh negara-negara Barat melalui alatnya, PBB. Penting untuk diingat bahwa Islam merupakan satu-satunya hambatan bagi peradaban Barat dan konsep-konsep kehidupannya. Termasuk sikap terhadap laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, komentar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnès Callamard, dan Rosemary DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian mengenai Taliban dan rakyat Afganistan, tidaklah mengejutkan.
Pada saat Barat telah mencapai titik penyimpangan hingga ke titik saat mereka yang menjaga ideologinya tidak dapat membedakan antara anjing, kucing dan manusia, atau antara laki-laki dan perempuan, dan semua istilah dan pembenaran mereka berada di bawah dalih apa yang disebut “ketakutan akan rasisme dan diskriminasi,” Islam telah menyetujui fakta-fakta yang masuk akal yang dicapai manusia melalui persepsi indera yang sesuai dengan kenyataan.
Lebih jauh, Islam tidak berhenti di situ. Islam memerintahkan untuk menjalankan hukum-hukum Islam yang bersumber dari Allah SWT. Dialah Yang Maha Mengetahui dan Pengatur Alam Semesta. Ironisnya, Barat dan sistemnya melihat perlunya pergaulan bebas antara pria dan wanita, dalam setiap kesempatan besar dan kecil. Mereka mengabaikan kekacauan dan kerusakan moral yang diakibatkan pengaturan naluri seksual yang bersumber dari hawa nafsu mereka.
Kedua: Upaya untuk menundukkan Afganistan pada perintah PBB melalui Qatar. Qatar adalah salah satu negara agen yang menyelenggarakan pertemuan antara para penguasa Afganistan dan perwakilan negara-negara besar di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Qatar tidak menyerukan pesan global. Sebaliknya, Qatar adalah negara yang tunduk pada negara lain. Dengan demikian Qatar melayani kepentingan negara tersebut dan apa yang disebut Komunitas Internasional. Mereka mencoba menundukkan para penguasa Afganistan agar mengingkari putusan hukum syariah di tingkat internasional dan tunduk pada keinginan negara-negara besar. Baik itu untuk mencapai kepentingan ekonomi negara-negara tersebut atau mencoba mengesampingkan proyek Islam dari pengelolaan konflik di dunia dan menggantinya dengan hukum internasional dan keinginan perusahaan-perusahaan kapitalis.
Qatar juga berupaya memaksakan perintah yang diminta oleh apa yang disebut masyarakat sipil dan gerakan-gerakan feminis dalam hal hukum dan budaya yang bertentangan dengan keyakinan Islam dan sistemnya sehingga bertentangan dengan cara hidup dalam Islam. Tentu suatu kesalahan di pihak para penguasa Afganistan untuk mendukung Qatar dan mereka yang berada di belakangnya dalam upaya tersebut. Sebaliknya, mereka seharusnya memimpin dunia ke arah yang diinginkan Islam, mendiagnosis masalah-masalah global dan mengungkap realitasnya. Termasuk mengungkapi peran ambisi negara-negara Barat dalam hal itu. Kemudian memecahkan masalah-masalah tersebut dari sudut pandang syariah. Inilah yang seharusnya dilakukan.
Seharusnya, penguasa Afganistan secara serius melumpuhkan tatanan PBB yang dirancang Barat untuk kepentingan penjajahan mereka di negeri negeri Islam. Membongkar kepalsuan Hukum Internasional. Perlu dicatat, hal ini tidak dapat dicapai tanpa membangun hubungan yang serius dan mendalam dengan masyarakat di wilayah Muslim. Hubungan ini tidak boleh dilakukan dengan para penguasa saat ini yang justru menjadi agen Barat.
Sebaliknya, ini dilakukan dengan menjalin hubungan di setiap negara Muslim, dengan semua gerakan Islam, yang secara alami aktif di setiap negara. Ini dilakukan dengan berbicara kepada umat di masing-masing negara mengenai tujuan gerakan tersebut, misinya untuk membawa visi global bagi Islam, untuk bekerja sama dengan setiap pihak yang tulus yang menginginkan pemerintahan Islam di bumi, dan kesediaannya untuk membahas segala sesuatu yang tersedia untuk mencapai tujuan ini secara praktis. [Nizar Jamal-Yusuf Arsalan/Kantor Media Pusat Hizb ut-Tahrir]