Hadis Pilihan

Haramnya Intervensi Harga

«مَنْ دَخَلَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَسْعَارِ الْمُسْلِمِينَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ, فَإِنَّ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُقْعِدَهُ بِعُظْمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

“Siapa saja yang melakukan intervensi pada harga di tengah-tengah kaum Muslim agar harganya naik (mahal), maka sungguh Allah berhak untuk menjebloskan dirinya ke dalam api neraka pada Hari Kiamat.” (HR Ahmad no. 20313, al-Hakim no. 2168, al-Baihaqi di Sunan al-Kubrâ no. 11150, ath-Thayalisi di Musnad ath-Thayalisi no. 970, ar-Ruyani di Musnad ar-Rûyâni no. 1295 dan 1300, ath-Thabarani di Mu’jam al-Kabîr no. 479 dan Mu’jam al-Awsâth no. 8651).

 

Imam al-Hakim mengeluarkan hadis ini di dalam Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn dan berkomentar, “Enam hadis ini aku cari dan aku keluarkan di tempatnya dari buku ini dengan mengharap pahala karena di dalamnya (ada ketentuan tentang) orang dalam kesulitan, dan semoga Allah menghilangkannya, meski tidak termasuk syarat buku ini.”

Adz-Dzahabi berkomentar di dalam Talkhîsh adz-Dzahabî, “Aku tidak mengenal Zaid maka renungkan (pikirkan) enam hadis ini.”

Al-Haytsami (w. 807 H) di dalam Majma’ az-Zawâ‘id berkomentar, “Di dalam sanad-nya ada Zaid bin Murrah Abu al-Mu’alla, aku tidak menemukan orang yang menjelaskan biografinya dan perawi lainnya perawi shahih.”

Dalam riwayat al-Baihaqi di dalam Syu’ab al-Imân, al-Hakim di al-Mustadrak, ath-Thabarani di Mu’jam al-Kabîr disebutkan Zaid Abu al-Mu’alla. Dalam riwayat al-Baihaqi di dalam Sunan al-Kubrâ, Muhammad bin Abdurrahman al-Mukhallish (w. 393 H) di dalam Al-Mukhallishât no. 759, Abu Dawud ath-Thayalisi (w. 204 H) di dalam Musnad Abû Dâwud ath-Thayalisi no. 970, Abu Bakar Muhammad bin Harun ar-Ruyani (w. 307 H) di dalam Musnad ar-Rûyâni no. 1295 disebutkan Zaid bin Abiy Layla Abu al-Mu’alla. Adapun dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan Zaid bin Murrah Abu al-Mu’alla.

Ibnu Abiy Hatim Abu Muhammad Abdurrahman ar-Razi (w. 327 H) menjelaskan di dalam Al-Jarhu wa at-Ta’dîl li Ibni Abiy Hâtim: 2595 – Zaid bin Murrah maula Bani al-‘Adawiyah al-Bashriy dan dia adalah Zaid bin Abiy Layla Abu al-Mu’alla, dia melihat Anas dan meriwayatkan dari al-Hasan dan Abu Sa’id ar-Raqasyi. Yang meriwayatkan dari dia adalah al-Mu’tamir bin Sulaiman, Abu Dawud ath-Thayalisi dan Abdu ash-Shamad bin Abdu al-Warits. Aku mendengar bapakku mengatakan hal itu. Abdurrahman menceritakan kepada kami, Yunus bin Habib telah menceritakan kepada kami, Abu Dawud telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Abiy Layla Abu al-Mu’alla dan dia tsiqah, ia berkata, “Kami bersama Anas …”

Abdurrahman menceritakan: Bapakku menyebutkan dari Ishaq bin Manshur dari Yahya bin Main, ia berkata, “Zaid bin Abiy Layla Abu al-Mu’alla tsiqah.” Abdurrahman menceritakan: Aku mendengar bapakku berkata, “Zaid Abu al-Mu’alla al-‘Adawi shâlih al-hadîts.”

Ibnu Hibban menyebutkan dia di dalam Ats-Tsiqât li Ibni Hibbân tarjamah no. 7905. Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H) di dalam As-Su’alât menilai perawi ini, “Laysa bihi ba’s[un] (tidak ada masalah dengan dia).”

Dengan demikian hadis ini setidaknya hasan sehingga dapat dijadikan hujjah. Para ulama juga menjadikan hadis ini sebagai hujjah.

Hadis ini menjelaskan bahwa segala bentuk intervensi atas harga yang membuat harga mahal adalah haram. Hal itu meski hadis ini menggunakan redaksi berita, namun bermakna larangan. Qariinah bahwa pelakunya dijebloskan di neraka merupakan qariinah yang tegas (jâzim). Dengan demikian intervensi atas harga adalah haram.

Kata man (siapa saja) merupakan lafal umum. Ini mencakup siapa saja, baik dia rakyat maupun penguasa, individu maupun kelompok.

Ungkapan “dakhala fî syay`in min as’âr al-Muslimîn” ini bermakna mutlak, namun dibatasi dengan “liyughliyahu ‘alayhim (untuk memahalkan harganya atas mereka)“. Artinya, tindakan apapun bentuknya yang mempengaruhi harga yang membuat harga mahal, sehingga masyarakat kesulitan, adalah haram.

Tindakan intervensi secara tidak langsung terhadap harga adalah dengan cara menghalangi masuknya barang ke pasar, misalnya, atau sebaliknya, menarik barang dari pasar atau menimbun barang, dan semacamnya. Di situlah para ulama menjadikan hadis ini hujjah atas keharaman ihtikâr (penimbunan). Lafal “fî syay`in min as’âr al-Muslimîn” menunjukkan bahwa hal itu berlaku pada barang apa saja, bukan hanya pada makanan pokok atau makanan secara umum.

Adapun tindakan intervensi harga secara langsung adalah dengan pematokan harga (at-tas’îr). Ini bisa dalam tiga bentuk: Pertama, pematokan harga tertentu yang mana pelaku pasar tidak boleh menjual dengan harga selainnya. Kedua, pematokan harga dasar, yakni pelaku pasar tidak boleh menjual atau membeli dengan harga di bawah yang ditetapkan. Ini biasanya dengan dalih melindungi produsen termasuk petani. Misalnya, harga dasar gabah. Ketiga, pematokan harga maksimal (plafon), yang mana pelaku pasar dilarang menjual atau membeli dengan harga lebih tinggi. Ketiga bentuk ini biasanya dilakukan oleh penguasa. Semuanya adalah haram dilakukan.

Intervensi harga itu juga dapat dilakukan oleh selain penguasa. Misalnya asosiasi produsen barang tertentu. Intervensi harga itu bisa dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan menetapkan kuota produksi untuk para produsen anggota asosiasi. Bisa juga dilakukan secara langsung, dengan cara asosiasi itu menetapkan harga jual untuk produk mereka baik harga dasar, harga plafon atau harga tertentu; dan anggota asosiasi harus menjual mengikuti ketentuan itu.

Semua itu adalah haram dilakukan karena tercakup dalam kemutlakan larangan intervensi harga dalam hadis di atas. Juga haram dilakukan oleh siapapun sesuai cakupan keumuman hadis di atas.

Jika intervensi harga dalam semua bentuknya dilarang dan haram dilakukan, maka pemerintah tidak boleh menggunakan ini dalam rangka mengendalikan harga barang dan jasa di pasar. Harga itu ditentukan oleh mekanisme pasar, yakni oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand). Pemerintah harus menjamin tidak adanya hambatan produksi dan distribusi dan sebaliknya memberikan kemudahan produksi dan distribusi. Juga harus dijamin tidak adanya distorsi pasar. Dengan itu maka harga-harga barang dan jasa akan berada pada tingkat yang rasional dan sama-sama mendatangkan kemaslahatan bagi semua pelaku pasar dan masyarakat secara umum.

WalLâh a’lam wa ahkam. [Yahya Abdurrahman]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four − two =

Back to top button