Kompensasi Finansial Atas Dharar
أَنَّ مَنِ اعْتَبَطَ مُؤْمِنًا قَتْلًا عَنْ بَيِّنَةٍ فَلَهُ قَوَدٌ إِلَّا أَنْ يَرْضَى أَوْلِيَاءُ الْمَقْتُولِ، وَإِنَّ فِي النَّفْسِ الدِّيَةُ مِائَةٌ مِنَ الْإِبِلِ، وَفِي الْأَنْفِ الَّذِي جَدَعَهُ الدِّيَةُ، وَفِي اللِّسَانِ الدِّيَةُ، وَفِي الشَّفَتَيْنِ الدِّيَةُ، وَفِي الْبَيْضَتَيْنِ الدِّيَةُ، وَفِي الذَّكَرِ الدِّيَةُ، وَفِي الصُّلْبِ الدِّيَةُ، وَفِي الْعَيْنَيْنِ الدِّيَةُ، وَفِي الرِّجْلِ الْوَاحِدِ نِصْفُ الدِّيَةِ، وَفِي الْمَأْمُومَةِ ثُلُثُ الدِّيَةِ، وَفِي الْجَائِفَةِ ثُلُثُ الدِّيَةِ، وَفِي الْمُنَقِّلَةِ خْمَسَ عَشْرَةَ مِنَ الْإِبِلِ، وَفِي كُلِّ إِصْبَعٍ مِنَ الْأَصَابِعِ مِنَ الْيَدِ وَالرِّجْلِ عَشْرٌ مِنَ الْإِبِلِ، وَفِي السِّنِّ خْمَسٌ مِنَ الْإِبِلِ، وَفِي الْمُوضِحَةِ خْمَسٌ مِنَ الْإِبِلِ، وَأَنَّ الرَّجُلَ يُقْتَلُ الْمَرْأَةِ، وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفُ دِينَارٍ.
Sungguh siapa saja yang terbukti membunuh seorang Mukmin tanpa sebab yang dibenarkan wajib di-qishash, kecuali dia dimaafkan oleh wali orang yang terbunuh. Di dalam jiwa ada diyat seratus ekor unta. Pada hidung yang dipotong semuanya ada satu diyat. Pada lidah ada satu diyat. Pada dua bibir ada satu diyat. Pada dua testis ada satu diyat. Pada penis ada satu diyat. Pada tulang punggung (ash-shulbu) ada satu diyat. Pada dua mata ada satu diyat. Pada satu kaki ada setengah diyat. Pada luka sampai batok kepala (al-ma‘mûmah) ada sepertiga diyat. Pada luka yang dalam (al-jâ‘ifah) ada sepertiga diyat. Pada luka hingga mematahkan tulang (al-munaqqilah) ada diyat lima belas ekor unta. Pada tiap jari tangan dan kaki ada diyat sepuluh ekor unta. Pada satu gigi ada diyat lima ekor unta. Pada luka yang sampai tulang hingga kelihatan (al-mûdhihah) ada diyat lima ekor unta. Laki-laki dibunuh karena (membunuh) wanita. Bagi pemilik emas (diyatnya) seribu dinar. (HR an-Nasai, Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Hadis ini merupakan bagian dari isi surat panjang yang dikirimkan oleh Rasulullah saw. kepada penduduk Yaman (Najran). Surat itu dibawa oleh Amru bin Hazm ketika diangkat menjadi amil atas penduduk Najran.
Hadis ini diriwayatkan dari jalur al-Hakam bin Musa, dari Yahya bin Hamzah, dari Sulamiman bin Dawud al-Khawlani, dari az-Zuhri, dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm, dari bapaknya, dari kakeknya. Ibnu Hibban dan al-Hakim men-shahih-kan hadis ini.
Dalam hadis ini ada beberapa ketentuan. Pertama: Sanksi bagi pembunuh yang melakukan pembunuhan dengan sengaja adalah qishash, yakni dibunuh, kecuali wali korban yang terbunuh memaafkannya. Ini sesuai riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah, Imam Abu Dawud dari Abu Syuraih al-Khuza’i dan Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Amru. Para wali korban itu memiliki tiga opsi: menuntut qishash atau meminta diyat atau memaafkan pelaku tanpa meminta diyat. Sesuai hadis di atas, ketiga riwayat tersebut dan QS al-isra’ [17]: 33, kekuasaan memilih opsi itu ada di tangan para wali, yakni ahli waris korban terbunuh.
Ketentuan itu adalah untuk pembunuhan yang disengaja. Adapun untuk tiga jenis pembunuhan lainnya (pembunuhan mirip disengaja [qatlu syibhu al-‘amad], pembunuhan tidak disengaja [qatlu al-khatha`] dan pembunuhan karena ketidaksengajaan [qatlu ujriya majrâ al-khatha`]), sesuai nas-nas syariah, sanksinya tidak dengan qishash, tetapi membayar diyat saja.
Kedua: Diyat atas jiwa adalah seratus ekor unta. Di sini ada rincian. Untuk pembunuhan yang disengaja, sesuai riwayat Imam at-Tirmidzi dari Amru bin Syu’aib, diyat-nya 100 ekor unta. Terdiri dari 30 unta dewasa, 30 unta muda (jadza’ah) dan 40 unta sedang bunting. Untuk pembunuhan mirip disengaja, sesuai riwayat Imam al-Bukhari dari Abdullah bin Amru, diyat-nya 100 ekor unta; 40 ekor di antaranya sedang bunting. Untuk pembunuhan yang tidak disengaja atau karena ketidaksengajaan, diyat-nya 100 ekor unta tanpa rincian.
Ketiga: Bagi pemilik emas, jumlah diyat-nya adalah seribu dinar atau 4,25 kg emas murni. Para ulama mengatakan bahwa ini adalah ketentuan asal (al-ashlu).
Adapun jika dibayar dengan bentuk harta lainnya, termasuk menggunakan uang, maka menurut para ulama, hal itu diperbolehkan sesuai kesepakatan dengan ahli waris korban. Jumlahnya adalah nilai dari 100 ekor unta atau seribu dinar itu dalam bentuk harta lainnya. Ada riwayat yang menyatakan jika dalam bentuk dirham sebesar 10 ribu dan 12 ribu dirham.
Siapa yang membayar diyat? Pada pembunuhan yang disengaja, ahli waris korban berhak atas diyat yang menjadi kewajiban pelaku pembunuhan. Pada pembunuhan jenis lainnya, ahli waris korban berhak atas diyat yang menjadi kewajiban al-‘âqilah dari si pelaku. Al-‘Aqilah adalah orang yang memikul al-‘aqla, yakni diyat. Mereka adalah semua ‘ashabah dari si pelaku, kecuali bapak dan anak. Jika pelaku itu tidak punya al-‘âqilah, sesuai riwayat Sahal bin Abi Hasymah dan Amru bin Syu’aib, diyat-nya diambilkan dari Baitul Mal.
Keempat: Diyat atas anggota tubuh dan luka sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis di atas. Dari situ para ulama menyatakan ketentuan, untuk organ berjumlah dua, diyat tiap organ adalah setengah diyat. Jumlah diyat tersebut adalah jika organ itu atau fungsinya hilang total. Adapun jika sebagian, misalnya terpotong satu atau dua ruas jari, atau luka tidak sampai memperlihatkan tulang, sebagian hidung sopak, sebagian telinga terputus atau terganggu/berkurang fungsi pendengarannya, dan semacamnya, maka diyat-nya proporsional mengikuti keterangan ahli kesehatan sejauh mana hilangnya organ atau fungsi organ itu.
Kelima: Hadis di atas melalui dalalah isyarah menunjukkan bahwa diyat itu menjadi hak wahli waris dalam kasus pembunuhan, dan menjadi hak korban dalam kasus cedera organ atau luka. Ahli waris korban terbunuh atau korban yang dicederai berhak mendapatkan pembayaran diyat dengan sesuai ketentuan syariah itu. Harta diyat yang dibayarkan itu menjadi miliknya, dari yang sebelumnya tidak dia miliki. Diyat itu diterima sebagai kompensaasi atas dharar yang dialami.
Dengan demikian, kompensasi finansial atas dharar yang dialami menjadi salah satu sebab kepemilikan.
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yoyok Rudianto]