
Bahaya Permainan Setan Di Balik Perjudian
Salah satu aib dunia di bawah asuhan jahat Kapitalisme Global adalah fenomena merebaknya perjudian dengan segala bentuknya. Ini mengejewantahkan permainan setan secara terorganisir. Seakan memutar jarum jam ke masa sebelum turunnya risalah Islam, masa Arab Jahiliyah. Padahal jauh-jauh hari Allah SWT berfirman memperingatkan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠
Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan (QS al-Maidah [5]: 90).
Perjudian dalam firman Allah ini bahkan disandingkan dengan ragam kemungkaran seperti meminum khamar, kesyirikan berkorban untuk berhala dan meramal nasib dengan panah. Ini menegaskan betapa buruknya perjudian sebagai bagian dari potret masyarakat jahiliah.
Lafal innamâ menjadi penanda, pengkhususan (qashr) dan penegasan (tawkîd) bahwa perjudian termasuk perbuatan setan. Ini menunjukkan banyak hal: Pertama, keharaman qath’i, tidak ada celah perbedaan pendapat. Kedua, terlaknatnya perbuatan tersebut, jauh dari keberkahan. Ketiga, kerugian dunia dan akhirat. Keempat, kesia-siaan. Fenomena rumah tangga yang porak-poranda, kehilangan keluarga dan pekerjaan, bahkan kehilangan nyawa dengan cara tercela, bunuh diri, adalah bukti bahwa perjudian mengundang laknat Allah dan kemurkaan-Nya.
Kalimat rijs[un], menurut Al-Zujaj, adalah suatu nama bagi segala hal yang kotor dari suatu amal perbuatan. Seseorang dikatakan melakukan rijs jika ia melakukan perbuatan tercela. Ini relevan dengan hakikat perjudian sebagai permainan kotor dan penuh tipudaya. Bagaimana bisa dipercaya? Apalagi judi online yang menggambarkan penipuan belaka. Kalimat min ’amal al-syaithân menyifati perjudian sebagai permainan setan, maka ia disifati sebagai hal yang melenakan, dengan kata lain membuat orang lupa diri, kecanduan:
ٱسۡتَحۡوَذَ عَلَيۡهِمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَأَنسَىٰهُمۡ ذِكۡرَ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱلشَّيۡطَٰنِ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ١٩
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. Mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang merugi (QS al-Mujadalah [58]: 19).
Kalimat alâ inna hizb al-syaithân hum al-khâsirûn merupakan informasi yang ditegaskan dengan tiga penegasan sekaligus (al-khabar al-inkârî): huruf alâ, inna dan kata ganti hum (dhamîr al-fashl). Ini menegaskan kerugian bagi mereka yang menjadi golongan setan, termasuk mereka yang mengamalkan perbuatan setan, seperti perjudian wal ’iyâdzu bilLâh. Bahkan ancaman dalam ayat ini mengkhususkan mereka yang termasuk golongan setan adalah golongan yang merugi. Karena itu relevan jika Allah memerintahkan kaum Mukmin memusuhi setan, memusuhi setiap amal perbuatannya:
إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لَكُمۡ عَدُوّٞ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا يَدۡعُواْ حِزۡبَهُۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ ٦
Sungguh setan itu adalah musuh bagi kalian. Karena itu anggaplah dia musuh kalian. Sungguh setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (QS Fathir [35]: 6).
Kalimat dalam ayat di atas diikuti oleh perintah: fajtanibûhu. Frasa ini, menurut al-’Allamah al-Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawâ’i al-Bayân (I/560), lebih kuat (ablagh) daripada lafal hurrima, karena artinya menjauh dari perkara tersebut secara totalitas. Apalagi setan menghembuskan permusuhan di antara umat manusia melalui perjudian ini:
إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ ٩١
Sungguh setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, juga menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat. Karena itu berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu) (QS al-Maidah [5]: 91).
Karena itulah Islam mewajibkan penguasa memberantas perjudian secara sistemik dan komperhensif dari akar-akarnya, menegakkan sanksi hukuman bagi para pelaku perjudian dan bandarnya, serta mencegah masyarakat dari perjudian dengan menguatkan sistem pendidikan Islam yang melahirkan pribadi dan masyarakat yang taat syariah.
Bertobat dari Perjudian
Kebaikan bagi mereka yang menjauhi perjudian ini pun Allah sebutkan dalam QS al-Madah ayat 90 pada kalimat: la’allakum tuflihûn (mudah-mudahan menjadi orang-orang yang beruntung). Tentu ini mencakup keberuntungan dunia dan akhirat. Lalu diikuti dengan perintah-Nya agar menaati Allah dan Rasul-Nya, serta peringatan akan bahaya berpaling dari ajaran-Nya:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَٱحۡذَرُواْۚ فَإِن تَوَلَّيۡتُمۡ فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ ٩٢
Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kalian berpaling maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang (QS al-Maidah [5]: 92).
Ketika QS al-Maidah [5]: 90 turun, para Sahabat lalu berkata: “Kami telah meninggalkan semunya (khamr, dsb), wahai Tuhan kami.”
Lalu orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah saw., orang-orang terbunuh di jalan Allah, dan mereka wafat di atas kuda-kuda perang mereka (berjihad). Padahal dulu (pada masa jahiliah) mereka meminum khamr, memakan harta hasil perjudian, bahkan Allah menyebut itu sebagai perbuatan kotor dan termasuk perbuatan setan?”
Allah SWT lalu menurunkan firman-Nya:
لَيۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جُنَاحٞ فِيمَا طَعِمُوٓاْ إِذَا مَا ٱتَّقَواْ وَّءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ثُمَّ ٱتَّقَواْ وَّءَامَنُواْ ثُمَّ ٱتَّقَواْ وَّأَحۡسَنُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٩٣
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih karena memakan makanan yang telah mereka makan dulu jika mereka kemudian bertakwa dan beriman serta mengerjakan amal-amal shalih, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, lalu mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Allah menyukai kaum yang berbuat kebajikan (QS al-Maidah [5]: 93).
Rasulullah saw. lalu bersabda:
لَوْ حُرِّمَت عَلَيْهِمْ لَتَرَكُوهَا كَمَا تَرَكْتُم
Kalaulah itu diharamkan atas mereka, maka sungguh mereka akan meninggalkan semuanya sebagaimana kalian meninggalkan itu semuanya (HR Ahmad).
Masa lalu seseorang ketika tenggelam dalam perjudian wajib dihapus dengan pertobatan. Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh sebelum terlambat, sebelum ajal tiba. Ibn Umar ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
إِنَّ الله يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لمْ يُغَرْغِرْ
Sungguh Allah menerima tobat seorang hamba selama ia belum terbata-bata (menjumpai sakaratul maut) (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Karena kembali pada kebenaran lebih baik daripada bebal dalam kebatilan, Khalifah ’Umar bin al-Khaththab ra. dalam atsar-nya berpesan:
إِنَّ مُرَاجَعَة الْحَقِّ خَيْر مِنَ التَّمَادِي فِي الْبَاطِلِ
Sungguh kembali pada kebenaran lebih baik daripada bebal dalam kebatilan.
Imam Syafi’i (w. 204 H) dalam Dîwan-nya bersenandung:
إليك إله الخلق أرفع رغبتي *
وإن كنتُ ياذا المنِّ والجود مجرماً
ولَّما قسا قلبي، وضاقت مذاهبي *
جَعَلْتُ الرَّجَا مِنِّي لِعَفْوِكَ سُلّمَا
Kepada Engkaulah Sesembahannya makhluk aku ajukan keinginanku
Meskipun diriku, wahai Zat Yang Maha Pemurah nan Dermawan, ialah pelaku keburukan.
Tatkala kalbuku mengeras, dan jalan-jalanku menyempit
Aku jadikan pengharapan diriku kepada ampunan-Mu sebagai tangga keselamatan.
WalLaahu a’lam. [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I]