Fikih

Bolehkah Memberikan Zakat Kepada Anak Perempuan Atau Saudara Perempuan?

Soal:

Bolehkah kita memberi saudara perempuan atau anak perempuan dari harta zakat?

 

Jawab:

Islam mewajibkan nafkah kepada orang fakir. Islam pun telah merinci mengenai orang fakir dan atas siapa yang wajib menafkahi mereka…dsb. Dinyatakan di dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî halaman 204-211 (file word):

 

Kebutuhan pokok yang tidak ada pemenuhannya dinilai sebagai kemiskinan, yaitu: pangan, sandang dan papan. Adapun selain hal itu maka dinilai termasuk kebutuhan pelengkap. Maka dari itu siapa saja yang tidak terpenuhi kebutuhan pelengkapnya, sementara kebutuhan-kebutuhan pokoknya terpenuhi, dia tidak menjadi orang fakir.

Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok ini dan penyediaannya untuk orang yang tidak mendapati pemenuhannya sebagai suatu kewajiban. Jika individu telah menyediakan pemenuhannya untuk dirinya sendiri maka cukuplah dia dengan itu. Jika dia tidak bisa memenuhi kebutuhannya untuk dirinya sendiri, karena tidak adanya harta yang mencukupi di tangannya, atau karena tidak adanya kemungkinan dia memperoleh harta yang mencukupi, syariah menjadikan bantuan kepada dirinya sebagai kewajiban bagi orang lain, sampai tersedia untuk dia apa yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok ini.

Syariah telah merinci tatacara bantuan kepada individu itu pada hal-hal ini. Syariah mewajibkan pemenuhan kebutuhan ini atas kerabat yang mewarisi. Allah SWT berfirman:

وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوۡلُودٞ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٰلِكَۗ ٢٣٣

Kewajiban ayahlah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya. Waris pun berkewajiban demikian (QS al-Baqarah [2]: 233).

 

Artinya, wajib bagi waris semisal ayah, dari sisi rezeki dan pakaian. Yang dimaksud dengan waris bukan orang yang secara riil menjadi waris yang mewarisi, tetapi adalah orang yang berhak atas waris. Jika dia tidak memiliki kerabat, yakni orang yang Allah wajibkan atas mereka nafkah kerabat mereka, nafkahnya beralih menjadi kewajiban Baitul Mal, pada pos zakat. Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

مَنْ تَرَكَ مَالا فَلِوَرَثَتِهِ وَمَنْ تَرَكَ كَلاً فَإِلَيْنَا

Siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya. Siapa yang meninggalkan orang yang lemah terlantar ia adalah kewajibanku (HR Muslim).

 

Al-Kallu adalah orang lemah yang tidak punya anak dan orangtua.

Adapun nafkah orang fakir itu menjadi kewajiban siapa saja di antara kerabat. Dinyatakan di dalam Al-Mawsû’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (hlm. 8267-8268):

Golongan orang-orang yang tidak boleh diberi zakat… Semua orang yang kepada dia al-muzakkiy bernisbat atau orang yang bernisbat kepada al-muzakkiy melalui kelahiran. Hal itu mencakup pokoknya dan mereka adalah bapaknya, kakek-kakeknya, nenek-neneknya, baik mereka mewarisi atau tidak. Demikian juga anak-anak laki-lakinya, dan anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-lakinya dan seterusnya ke bawah. Al-Hanafiyah berkata, “Ini karena manfaat-manfaat milik di antara mereka bersambung. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan Hanabilah.”

Adapun semua kerabat, dan mereka adalah cabang seperti saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi dari pihak ayah, paman dan bibi dari pihak ibu, dan anak-anak mereka, maka tidak dilarang memberi mereka zakatnya meski sebagian dari mereka ada di keluarganya. Ini karena sabda Nabi saw.:

اَلصَّدَقَة عَلَى الْمِسْكِين صَدَقَةٌ، وَهِيَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اِثْنَتَان : صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Sedekah (zakat) kepada orang miskin adalah satu sedekah, sementara sedekah kepada orang yang memiliki hubungan kerabat maka ada dua (pahala): sedekah dan silaturrahim.

 

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan pendapat yang dikedepankan menurut Hanabilah.

Adapun menurut Malikiyah dan Syafiiyah, kerabat yang nafkah mereka menjadi tanggungan almuzakkiy maka tidak boleh dia memberi mereka zakat:

Orang yang nafkahnya menjadi tanggungan menurut malikiyah adalah bapak, ibu tanpa kakek dan nenek, anak laki-laki dan anak perempuan tanpa anak-anak mereka. Keharusan nafkah anak laki-laki selama dia pada batas masih kecil (ash-shughru), dan anak perempuan sampai dia menikah dan digauli oleh suaminya.

Adapun orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan, menurut Syafi’iyah, adalah pokok dan cabang.

Sebagaimana Anda lihat, pemberian dari zakat untuk anak perempuan, di situ ada pendapat-pendapat yang berbeda menurut para fuqaha. Ini karena anak perempuan itu termasuk cabang. Meskipun yang tetap menurut mereka bahwa orang yang nafkahnya menjadi tanggungan muzakki maka tidak boleh muzakki itu menafkahi dia dari zakat, tetapi dari hartanya selain zakat. Namun, perbedaan pendapatnya pada orang yang nafkahnya menjadi tanggungan muzakki dari pokok dan cabang.

Di antara mereka ada yang menyatakan: Golongan orang-orang yang tidak boleh diberi zakat adalah pokoknya yaitu bapaknya dan kakek-kakeknya, dan nenek-neneknya baik mewarisi maupun tidak, demikian juga anak-anak laki-lakinya dan anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-lakinya dan seterusnya ke bawah. Hanafiyah mengatakan: karena kepemilikan di antara mereka bersambung. Ini pendapat Hanafiyah dan Hanabilah.

Di antara mereka ada yang mengatakan: Orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan menurut malikiyah adalah bapak dan ibu tanpa kakek dan nenek; dan anak laki-laki dan anak perempuan tanpa anak-anak mereka. dan yang keharusan nafkah anak untuk laki-laki adalah selama dia pada batas masih kecil (ash-shughru), sedangkan anak perempuan sampai dia kawin dan digauli oleh suaminya.

Di antara mereka ada juga yang mengatakan: Orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan, menurut Syafi’iyah, adalah pokok dan cabang.

Sekarang saya menjawab pertanyaan Anda, yaitu: Bolehkah memberi anak perempuan atau saudara perempuan dari harta zakat?

Mengenai anak perempuan, jawabannya sebagai berikut:

Pertama, jika anak perempuan itu belum/tidak kawin dan hidup pada bapaknya jadi nafkahnya menjadi tanggungannya, maka bapaknya menafkahi dia dari hartanya dan bukan dari zakat.

Kedua, jika anak perempuan itu sudah menikah dan suaminya berkelapangan dan menafkahi dia maka tidak boleh memberikan zakat kepada dia meski dia fakir karena dia kaya (kecukupan) dengan nafkah suaminya. Imam an-Nawawi berkata di dalam Al-Minhâj: “Orang yang cukup (tidak membutuhkan) melalui nafkah kerabat atau suami maka dia bukan fakir dan tidak pula miskin pada pendapat yang lebih shahih.”

Ketiga, jika anak perempuan itu sudah menikah dan fakir serta suaminya kesulitan dengan nafkahnya, maka Ibnu Qudamah berkata di dalam Al-Mughnî: “Jika anak perempuan fakir itu punya suami yang berkelapangan menafkahi dirinya maka tidak boleh membayar zakat kepada dia. Sebabnya, kecukupan itu tercapai untuk dia yang diperoleh dari nafkahnya yang wajib sehingga dia seperti orang yang punya properti yang dia cukup dengan sewanya. Jika suaminya tidak menafkahi dirinya dan hal itu terhalang maka boleh menyerahkan zakat kepada dia. Ini sebagaimana seandainya manfaat properti itu terlantar (tidak ada). Imam Ahmad menyatakan hal ini.

Yang saya raajih-kan untuk keluar dari perbedaan pendapat bahwa zakat itu diserahkan kepada suami anak perempuan yang fakir itu jika batas kefakiran benar berlaku pada dirinya, dan suaminya itu menafkahi dirinya dari harta zakat yang dia peroleh.  Adapun bapak yang memberi anak perempuannya maka hendaknya dari hartanya selain zakat.

Mengenai saudara perempuan, jawabannya sebagai berikut:

Jika saudara perempuan Anda hidup di rumah Anda dan Anda manfkahi dia maka tidak boleh Anda memberi dia zakat. Namun, jika dia bersuami dan suaminya fakir maka boleh Anda memberi saudara perempuan Anda zakat. Namun, memberi dia lebih utama dari selain zakat karena sadba Rasul saw.:

الصَّدَقَة عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ [أخرجه الترمذي]

Sedekah kepada orang miskin adalah satu pahala sedekah. Sedekah kepada orang yang memiliki hubungan kerabat maka ada dua (pahala): sedekah dan silaturahmi (HR at-Tirmidzi).

 

Ini yang saya raajih-kan sebagai jawaban pertanyaan Anda. Saya berharap dalam jawaban ini ada kecukupan.

WalLâh a’lam wa ahkam. []

 

[Dikutip dari Jawab Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah pada 28 Dzul Hijjah 1445 H – 04 Juli 2024 M]

 

Sumber:

Https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/96419.html

https://www.facebook.com/AtaabuAlrashtah.HT/posts/320377947811377]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 − 13 =

Back to top button