
Bahaya Cryptocurrency
Uang kripto (cryptocurrency) telah menjadi salah mata uang yang dianggap sebagai alternatif mata uang fiat sekaligus sebagai komoditas investasi. Bitcoin, yang diperkenalkan pada tahun 2009 oleh seseorang atau kelompok anonim yang dikenal sebagai Satoshi Nakamoto, merupakan uang kripto pertama dan masih paling dominan hingga saat ini. Sejak itu ribuan uang kripto alternatif bermunculan dengan fitur, kegunaan serta platform yang unik, seperti Ethereum (ETH) dan Ripple. Per 9 Juli 2024, jumlah uang kripto telah mencapai 14.481 jenis dengan total nilai pasar sebesar USD 2.21 triliun dan 220 bursa.1
Uang kripto adalah bentuk mata uang digital yang menggunakan kriptografi, semacam sandi digital untuk mengamankan informasinya. Berbeda dengan uang fiat yang dikeluarkan oleh bank sentral dan sebagian besar didistribusikan melalui sistem perbankan, uang kripto beroperasi di jaringan komputer yang terdesentralisasi atau tidak terpusat. Terdesentralisasi berarti tidak ada satu pihak atau otoritas tunggal yang mengendalikan jaringan tersebut seperti bank sentral atau perbankan.
Berdasarkan protokol yang dibuat oleh Satoshi Nakamoto,2 setiap transaksi yang menggunakan uang kripto diverifikasi dan dicatat oleh banyak komputer, baik yang dimiliki oleh individu atau perusahaan, yang bergabung secara sukarela ke jaringan uang kripto tersebut. Komputer-komputer yang disebut node tersebut kemudian bersaing untuk memverifikasi transaksi itu (termasuk pengirim, penerima dan jumlahnya) dengan memecahkan teka-teki matematika (hash) yang menyertai suatu transaksi. Semakin banyak yang terlibat, teka-tekinya menjadi semakin rumit. Mekanisme verifikasi transaksi tersebut disebut dengan penambangan.
Penambang pertama yang memecahkan teka-teki mendapat hak untuk menambahkan blok baru ke jaringan blok-blok (blockchain) yang berisi daftar transaksi (ledger) yang lebih dulu diverifikasi. Sebagai imbalan, si penambang menerima sejumlah uang kripto baru yang otomatis tercipta. Sistem penambangan ini disebut Proof of Work (PoW). Pada sistem ini, semakin banyak komputer berkapasitas tinggi yang dimiliki (mining rigs), maka peluang menang untuk menciptakan uang kripto semakin besar.
Selain itu, terdapat mekanisme Proof of Stake (PoS): pemilik uang kripto dapat mempertaruhkan koin mereka untuk dipilih untuk memvalidasi transaksi dan menciptakan blok baru. Semakin banyak uang yang dipertaruhkan, semakin besar kesempatan terpilih untuk menghasilkan uang kripto.
Transaksi yang terekam dalam blockchain ini relatif sulit untuk diubah karena setiap blok terhubung dengan blok sebelumnya. Mengubah satu blok memerlukan perubahan pada semua blok berikutnya di seluruh jaringan komputer.
Setiap uang kripto memiliki protokol atau aturan yang menentukan cara penambahan blok baru, verifikasi transaksi dan keamanan jaringan. Aturan ini biasanya dibuat oleh tim pengembang yang menciptakan uang kripto tersebut. Setelah diluncurkan ke publik, protokol itu dapat diperbarui atau dimodifikasi dengan syarat mendapat dukungan mayoritas dari komunitas pengguna dan penambang.
Keunikan Uang Kripto
Uang kripto muncul sebagai alternatif terhadap mata uang konvensional yang dianggap memiliki berbagai kelemahan. Mata uang fiat seperti rupiah atau dolar dapat mengalami penurunan nilai akibat inflasi. Salah satu penyebab inflasi adalah pencetakan uang berlebihan. Ini yang mengurangi daya beli masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi.
Lonjakan cepat mata uang kripto didorong oleh krisis keuangan tahun 2008. Respon otoritas publik terhadap krisis tersebut telah menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi sektor keuangan.3 Kontrol terpusat oleh pemerintah dan bank sentral dipandang gagal dalam menciptakan kebijakan moneter yang efektif dalam menstabilkan ekonomi.
Masalah mata uang fiat lainnya adalah transaksinya membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan proses yang dapat memakan waktu, terutama untuk transaksi lintas batas negara. Selain biaya transfer, biaya konversi mata uang sering berfluktuasi akibat perbedaan kurs dua mata uang yang dipertukarkan.
Problem mata uang fiat lainnya adalah dengan sistem yang tersentralisasi, tingkat privasi data pemilik uang dan rincian transaksi mereka relatif terbatas. Ini karena seluruh informasi terekam dan dikelola oleh lembaga keuangan dan sistem perbankan. Data tersebut dapat diakses oleh pihak berwenang atau berisiko terekspos jika terjadi pelanggaran keamanan.
Uang kripto dianggap mampu menawarkan solusi atas beberapa masalah tersebut. Sistem desentralisasinya mampu menghilangkan kebutuhan pada otoritas tunggal yang mengendalikan mata uang, seperti bank sentral serta perbankan, sehingga lebih murah dan lebih cepat, termasuk transaksi lintas negara.
Tingkat privasi transaksi uang kripto juga lebih tinggi karena teknologi keuangan ini tidak mengungkapkan identitas pribadi secara eksplisit. Karena itu uang kripto banyak dipakai oleh transaksi-transaksi ilegal, seperti perdagangan narkotika, data ilegal dan perjudian.
Problem Uang Kripto
Uang kripto, meski menawarkan berbagai keunggulan yang disebutkan di atas, juga memiliki beberapa kelemahan signifikan. Salah satu masalah utamanya adalah harganya yang sangat tidak stabil. Harga uang kripto dapat berfluktuasi secara drastis dalam waktu singkat. Hal ini membuat penggunaannya sebagai alat tukar sehari-hari menjadi sulit. Sebagai contoh, harga Bitcoin naik tajam dari sekitar USD 6 ribu pada 30 Maret 2020 menjadi USD 65 ribu pada 11 November 2021, kemudian turun lagi ke USD 17 ribu pada 10 Desember 2022, dan melambung ke USD 73 ribu pada 14 Maret 2024.4
Uang kripto saat ini juga lebih banyak sebagai sarana investasi spekulatif di kalangan investor dibandingkan sebagai alat tukar.5 Dampaknya, fluktuasi harganya sangat tinggi. Akibat spekulasi, Terra yang menjadi ekosistem uang kripto terbesar ketiga setelah Bitcoin dan Ethereum kolaps pada Mei 2022. Ketika itu, investor besar dan lebih cerdas lebih awal menarik dana mereka dan mengalami kerugian yang jauh lebih kecil. Sementara itu, investor kecil dan kurang cerdas menarik dana mereka lebih lambat dan mengalami kerugian yang lebih besar.6
Kemudian, pada November 2022, FTX yang merupakan salah satu bursa kripto terbesar di dunia kolaps menyebabkan banyak mata uang kripto anjlok dan banyak pemilik uang kripto kehilangan akses atas dana mereka.
Masalah lain dalam uang kripto adalah distribusi penambang yang dikuasai pemodal besar yang mengarah pada sentralisasi. Ketika uang kripto baru diluncurkan, sejumlah besar koin atau token diberikan kepada sedikit orang atau kelompok seperti pendiri, investor awal atau pengembang. Selanjutnya, dalam proses penambangan, perusahaan dengan modal besar dapat menyediakan infrastruktur tambang seperti GPU (Graphics Processing Unit) dan ASIC dalam jumlah raksasa. Sebagai contoh, AntPool dan Foundry USA telah mengendalikan 56,4% dari total daya komputasi (hash) yang digunakan untuk menambang Bitcoin.7 Pemodal besar juga dapat memborong koin atau token di pasar secara masif. Distribusi kekuatan dan kepemilikan yang tidak merata ini dapat mempengaruhi harga pasar dan perubahan protokol uang kripto. Sentralisasi kekuatan ini bertentangan dengan prinsip dasar desentralisasi yang menjadi pijakan utama uang digital tersebut.
Di samping itu, dompet digital atau rekening uang kripto dan bursa uang kripto kian rentan terhadap peretasan. Salah satu bentuk serangan tersebut adalah 51% attack, yaitu serangan oleh entitas atau kelompok yang menguasai lebih dari 50 persen daya komputasi (hash rate). Seiring dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI), beberapa bentuk serangan baru telah berkembang dan mengancam keamanan uang kripto, termasuk uang kripto palsu, manipulasi harga pasar, serangan hacker yang lebih canggih, penyebaran disinformasi dan phishing (penipuan untuk mendapatkan informasi sensitif).8
Beberapa risiko lain pada uang kripto antara lain adalah ketergantungan pada teknologi digital yang berpotensi terganggu oleh kendala jaringan internet. Pemilik uang kripto juga berisiko kehilangan permanen uangnya akibat lupa atau kehilangan kata sandi dompet digitalnya. Penggunaan uang kripto juga belum dikenal dan diterima secara luas. Akibatnya, uang kripto tidak dapat digunakan untuk melakukan transaksi pada setiap barang dan jasa dengan berbagai pihak. Di AS, pengguna uang kripto bahkan turun dari 12 persen pada 2021 menjadi 10 dan tujuh persen pada 2022 dan 2023.9
Hukum Islam Uang Kripto
Perkembangan uang kripto sejalan dengan ketidakpercayaan pada mata uang fiat telah mendapatkan tanggapan dari sejumlah ahli fikih. Sejumlah ulama telah memberikan pendapat mengenai keharaman uang kripto. Di antara alasan mereka adalah uang kripto tidak diatur oleh hukum yang diakui atau didukung oleh pemerintah, dengan asal-usul yang sebagian besar tidak diketahui.10 Padahal hanya negara yang memiliki otoritas untuk menerbitkan mata uang, yang menjamin kepercayaan masyarakat terhadap hak dan kewajiban mereka dalam transaksi keuangan.11 Mereka mengutip pendapat Imam Ahmad, “Tidak boleh mencetak uang kecuali di tempat pencetakan resmi (dar al-dharb), dengan izin penguasa, karena jika orang-orang diberi kebebasan untuk melakukannya, mereka akan melakukan hal-hal yang berbahaya.”12
Uang kripto juga tidak memiliki wujud fisik, yang tidak tidak didukung oleh emas, keranjang mata uang, atau cadangan devisa, yang merupakan faktor penentu nilai dan kekuatan mata uang dalam ekonomi moneter.13
Nilai uang kripto juga sangat tidak stabil sehingga tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk mengevaluasi harga barang. Karena itu, ia dianggap mengandung ketidakpastian (gharar) yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan kehilangan hak-hak banyak orang secara tidak adil.14
Karena sifatnya tersebut maka ia tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang diperlukan untuk dianggap dan diperdagangkan sebagai mata uang.15
Syaikh Atha Abu Rasytah berpandangan bahwa Bitcoin, sebagai uang kripto, tidak dapat dianggap sebagai mata uang karena tidak memenuhi syarat sebagai mata uang. Mata uang yang diakui oleh Nabi Muhammad saw., yaitu dinar dan dirham, memiliki tiga karakteristik: uang tersebut merupakan ukuran untuk barang dan jasa, artinya memiliki fungsi sebagai alat tukar dan penetapan upah; dikeluarkan oleh otoritas yang diketahui dan bukan otoritas yang tidak diketahui; serta digunakan secara luas oleh masyarakat dan bukan hanya oleh sekelompok orang tertentu.16
Sementara itu, Bitcoin hanya sebagai alat tukar untuk barang dan jasa tertentu, tidak dikeluarkan oleh otoritas yang diketahui, serta tidak digunakan secara luas oleh masyarakat, melainkan hanya oleh mereka yang berdagang dan mengakui nilainya. Selain itu, sebagai komoditas dengan sumber yang tidak jelas, Bitcoin tidak memiliki penjamin dan rentan terhadap penipuan serta spekulasi.17
Mata Uang Islam
Mata uang yang sahih dalam Islam adalah mata uang emas dan perak baik dalam bentuk fisik kedua komoditas itu maupun dalam bentuk substitusi keduanya, seperti dalam bentuk kertas, yang dijamin oleh cadangan emas dan perak. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, ada beberapa landasan mengapa mata uang yang sahih menurut Islam adalah emas dan perak. Pertama, larangan penimbunan harta hanya untuk emas dan perak, meskipun harta tidak hanya terbatas pada keduanya. Kedua, Islam mengaitkan satuan mata uang emas dan perak dengan hukum-hukum tertentu, seperti diyat dan batasan potong tangan. Ketiga, Rasulullah saw. menetapkan emas dan perak sebagai uang serta standar mata uang untuk transaksi barang dan jasa. Keempat, Allah SWT mewajibkan zakat uang dengan nisab yang diukur dalam emas dan perak. Kelima, aturan pertukaran mata uang dalam Islam hanya berlaku untuk emas dan perak, dan semua transaksi keuangan dinyatakan dengan emas dan perak.18
Kedua komoditas tersebut memiliki sifat-sifat yang dapat menjalankan fungsi sebagai mata uang yang relatif stabil dibandingkan dengan mata uang lainnya, baik uang fiat ataupun uang kripto. Ibnu Qayyim berkata:
Sesungguhnya dirham dan dinar adalah standar harga (tsaman) barang-barang yang dijual. Standar harga tersebut merupakan ukuran untuk mengetahui nilai suatu harta. Karena itu standar harga harus terdefinisi dengan jelas dan terkontrol sehingga tidak naik atau turun. Jika ia naik dan turun seperti komoditas lainnya, maka kita tidak akan memiliki standar harga untuk barang-barang yang dijual, melainkan semuanya akan menjadi komoditas. Kebutuhan manusia akan standar harga untuk menilai barang-barang yang dijual adalah kebutuhan yang mendesak dan umum. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan standar harga yang dengannya nilai dapat diketahui, dan itu hanya bisa terjadi dengan standar harga yang dengannya segala sesuatu dinilai, dan yang tetap dalam keadaan yang sama.”19
Berdasarkan hal tersebut, maka uang kripto dengan sifat-sifatnya saat ini tidak dapat diadopsi sebagai standar mata uang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Untuk mengatasi problem yang ditimbulkan oleh standar moneter uang kertas (fiat money) dan sistem keuangan sistem Kapitalisme, maka solusinya adalah kembali pada standar mata uang yang berbasis emas dan perak serta sistem keuangan yang berbasis Islam secara menyeluruh.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [Muis].
Catatan kaki:
2 Nakamoto, Satoshi. Bitcoin: A peer-to-peer electronic cash system (2008); Narayanan, Arvind, et al. Bitcoin and cryptocurrency technologies: a comprehensive introduction, (USA: Princeton University Press, 2016).
3 Richard Senner & Didier Sornette. “The holy grail of crypto currencies: ready to replace fiat money?.” Journal of Economic Issues 53.4 (2019): 966-1000.
4 Coinmarketcap. Bitcoin. https://coinmarketcap.com/currencies/bitcoin/ diakses 8 Juli 2024.
5 Jamal Bouoiyour & Refk Selmi. “What does Bitcoin look like?.” Annals of Economics & Finance 16.2 (2015); Klaus Grobys & Juha Junttila. “Speculation and lottery-like demand in cryptocurrency markets.” Journal of International Financial Markets, Institutions and Money 71 (2021): 101289.
6 Jiageng Liu, Igor Makarov, Antoinette Schoar. Anatomy of a run: The terra luna crash. No. w31160. National Bureau of Economic Research, 2023.
7 Rada Mateescu, “Mining Centralization Poses Risks To Bitcoin, Yet Optimism Remains,” Cripto.ro, May 18, 2024, https://crypto.ro/en/news/mining-centralization-poses-risks-to-bitcoin-yet-optimism-remains/ diakses 9 Juli 2024.
8 Daniel Kuhn, “Be Warned, AI Crypto Scams Are on the Rise,” CoinDesk, June 12, 2024, https://www.coindesk.com/opinion/2024/06/11/be-warned-ai-crypto-scams-are-on-the-rise/ diakses 9 Juli 2024.
9 Board of Governors of the Federal Reserve System, Report on the Economic Well-Being of U.S. Households in 2023 – May 2024, https://www.federalreserve.gov/publications/2024-economic-well-being-of-us-households-in-2023-banking-credit.htm.
10 Al-Majlis al-Islami al- Sury. Fatwa hukm at-ta’amul bil-’umlat al-elektroniyya al-mushaffara. No Fatwa: 26, 07 Rabi’ al-Awwal 1441 H/ 04 November 2019 M. https://sy-sic.com/?p=7725 diakses 7 Juli 2024.
11 Al-Majlis al-Islami li-l-Ifta’ ad-Dakhil al-Filastini
12 Mansur ibn Yunus al-Buhuti al-Hanbali.
13 Al-Majlis al-Islami al-Sury
14 Al-Majlis al-Islami li-l-Ifta’ ad-Dakhil al-Filastini. Al-Majlis al-Islami
15 Al-Majlis al-Islami li-l-Ifta’ ad-Dakhil al-Filastini. Al-Majlis al-Islami
16 Atha Abu Rashtah. Al-Hukmu al-Syary fi al-Bitkuin. 30 Rabiul Awwal 1439/ 18 Desember 2017. https://www.hizb-ut-tahrir.org/index.php/AR/tshow/3584/ diakses 7 Juli 2024.
17 Atha Abu Rashtah. Al-Hukmu al-Syary fi al-Bitkuin.
18 Taqiyuddin An-Nabhany, Al-Nidhâm al-Iqtishâdy fi al-Islâm (Beirut: Darul Ummah
19 Ibn Qayyim al-Jawziyyah