Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Bulan Agustus tahun ini genap sudah 79 tahun Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kemerdekaan dikatakan oleh pada founding father negara ini sebagai berkah dan rahmat dari Allah SWT. Demikian sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Setiap tahun, setiap memasuki bulan Agustus, rakyat Indonesia gegap-gempita menyambut kedatangan bulan kemerdekaan. Ada banyak kegiatan yang digelar, mulai dari tingkat nasional sampai tingkat kelurahan, desa bahkan di tingkat RW dan RT.
Berbagai seremoni perayaan kemerdekaan setiap tahun tersebut, bertolak belakang dengan kondisi yang sesungguhnya sedang dialami bangsa ini. Benar bahwa tidak ada lagi kekuatan militer yang menjajah Indonesia. Namun, benarkah kita sudah sepenuhnya merdeka, terlepas seluruhnya dari berbagai cengkeraman penjajah maupun ideologi asing, di dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara? Baik dalam aspek ekonomi, keuangan, politik, hukum, pertahanan dan keamanan, pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya?
Kemerdekan Semu vs Kemerdekaan Hakiki
Hari ini kita melihat fakta kehidupan bangsa Indonesia: ketidakadilan semakin meluas, kekayaan alam dieksploitasi oleh negara asing, korupsi tak terkendali, jeratan hutang ribawi yang semakin menggunung, serbuan tenaga kerja asing semakin menjadi, pengangguran yang tak kunjung menurun, tingkat kriminalitas yang semakin tinggi, kemaksiatan dan kerusakan moral merajalela, dan sejumlah permasalahan lainnya. Melihat semua itu, rasanya sulit untuk menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia sudah benar-benar merdeka. Kalaupun yakin telah merdeka, barangkali itu hanya kemerdekaan secara fisik, yaitu tidak adanya lagi penjajahan militer atau fisik yang dilakukan oleh bangsa lain atas bangsa ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata merdeka diartikan sebagai bebas (dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya)1. Bagi umat Islam, kemerdekaan bukanlah sekadar hak yang harus diperjuangkan, tetapi menjadi misi utama risalah Islam itu sendiri. Merdeka adalah pembebasan manusia dari penghambaan kepada manusia ke penghambaan kepada Tuhannya manusia.
Hal tersebut tampak jelas dalam sabda Rasulullah saw. yang dituliskan dalam sebuah surat untuk penduduk Najran, yang sebagian isinya sebagai berikut:
أَمّا بَعْدُ فَإِنيّ أَدْعُوكُمْ إلَى عِبَادَةِ الله مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَاد وَأَدْعُوكُم إلَى وِلاَيَةِ اللهِ مِنْ وِلاَيَةِ الْعِبَادِ
Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia).2
Misi Islam untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi seluruh umat manusia itulah yang menjadi pengobar semangat juang dan pemantik keberanian para pejuang Islam sekalipun berhadapan dengan musuh yang kuat. Demikian sebagaimana dicontohkan dalam sebuah fragmen dialog antara Jenderal Rustum dari Persia dengan Mughirah bin Syu’bah yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Pernyataan misi tersebut diulang lagi dalam dialog Jenderal Rustum dengan Rab’i bin ‘Amir ats-Tsaqofi, utusan Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Ia diutus setelah Mughirah bin Syu’bah dalam Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia.
Jenderal Rustum bertanya kepada Rab’i bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rab’i bin ‘Amir menjawab, sebagaimana ungkapan di bawah ini:
الله ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَة الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ، فَأَرْسَلَنَابِدِينِهِ إِلَى خَلْقِهِ لِنَدْعُوَهُمْ إِلَيْهِ، فَمَنْ قَبِلَ ذَلِكَ قَبِلْنَا مِنْه وَرَجَعْنَا عَنْهُ، وَمَنْ أَبَى قَاتَلْنَاهُ أَبَدًا حَتَّى نُفْضِيَ إِلَى مَوْعُودِ الله
Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka menghambakan diri hanya kepada Tuhan manusia. Dia mengeluarkan mereka dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas; mengeluarkan mereka dari kezaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam.3
Misi Islam, setelah menyeru manusia pada tauhid dengan dakwah dan jihad, adalah mengubah manusia dari kejahiliahan menuju Islam kaaffah, agar terwujud pola interaksi antar manusia berdasarkan hukum Islam, serta memerdekaka mereka dari pengaruh pemikiran atau ideologi kapitalisme sekuler.
Maksud dari kemerdekaan hakiki adalah tunduk menghamba sepenuhnya kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Oleh karena itulah, tujuan setiap pembebasan (futuuhaat) yang dilakukan para pemimpin Islam sejak ratusan tahun yang lalu adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan sistem kufur menuju cahaya Islam.
Merdeka dari Hukum Buatan Manusia
Pada masa jahiliah, aturan biasanya dibuat oleh para raja dan para rahib. Hukum-hukum yang mereka buat kerap menyengsarakan kehidupan umat manusia sendiri, seperti membunuh bayi perempuan, melacurkan para budak wanita, praktik riba, dan lain sebagainya. Para raja, bangsawan dan para rahib itulah yang menentukan halal dan haram, baik dan buruk. Allah SWT berfirman:
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِنْ دُونِ ٱللَّهِ ٣١
Mereka menjadikan para pendeta mereka dan para rahib mereka sebagai tuhan selain Allah (QS at-Taubah [9]: 31).
Ayat ini ditafsirkan dalam sebuah hadis Rasulullah saw.saat membacakan ayat tersebut kepada Adi bin Hatim, yang saat itu masih beragama Nasrani. Adi bin Hatim berkata, ”Wahai Rasulullah, kami tidaklah menghambakan diri kepada mereka.” Namun, Rasulullah saw. bersabda:
أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ الله فَتُحَرِّمُونَه وَيُحِلُّونَ مَا حَرَّم اللهُ، فَتَسْتَحِلُّونَهُ؟
“Bukankah mereka telah mengharamkan apa saja yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun mengharamkannya. Mereka pun telah menghalalkan apa saja yang telah Allah haramkan, lalu kalian juga menghalalkannya?”
Adi bin Hatim berkata, ”Benar.” Lalu Rasulullah saw. bersabda:
فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ
“Itulah bentuk penghambaan/ibadah mereka (kepada para pendeta dan rahib mereka).”
Apapun hukum yang dibuat berdasarkan hawa nafsu manusia tentu penuh kelemahan, saling bertentangan dan dibuat untuk kepentingan para pembuatnya. Dalam sistem monarki, para raja dan keluarganya memiliki hak prerogatif membuat hukum dan memiliki sejumlah keistimewaan, yakni berkedudukan lebih tinggi di atas undang-undang dan hukum.
Kaum Muslim semestinya menaati hukum Allah SWT, bukan hukum yang bersumber dari hawa nafsu manusia. Demikian sebagaimana firman Allah SWT:
أَمۡ لَهُمۡ شُرَكَٰٓؤُاْ شَرَعُواْ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمۡ يَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ ٢١
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak Allah izinkan? (QS asy-Syura [42]: 21).
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir berkata: ”Maksudnya mereka tidak mengikuti apa yang disyariatkan Allah kepada kamu (Nabi Muhammad saw.) yang berupa agama yang lurus, namun mengikuti apa yang disyariatkan oleh setan-setan mereka dari kalangan jin dan manusia.”
Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Pasca Perang Dunia II, negara-negara Barat tidak lagi menggunakan pendekatan militer dalam melakukan penjajahan kepada suatu bangsa atau negara. Mereka mengubah metode penjajahannya dengan penjajahan gaya baru atau yang sering disebut neo-imperialisme. Barat mencengkeram negara-negara lain melalui kekuatan soft power, seperti pinjaman yang berkedok bantuan luar negeri dalam bidang ekonomi, diplomasi kebudayaan dalam bidang sosial budaya, serta bantuan teknis reformasi kebijakan dalam bidang politik. Semuanya bermuara pada menguatnya cengkeraman Barat kepada negara lain, termasuk negeri-negeri Muslim.
Karena itu penting bagi kaum Muslim memahami realitas yang sebenarnya mengenai berbagai strategi Barat, sebagai pengemban ideologi Kapitalisme, dalam melakukan penjajahan kepada negara lain. Sebabnya, penjajahan merupakan metode baku bagi ideologi Kapitalisme untuk mempertahankan dominasinya atas negara lain.
Penting juga kaum Muslim memiliki perspektif yang benar terkait kemerdekaan. Dalam kitabnya, Mafaahim Siyaasiyyah, Al-Allamah asy-Syaikh al-Imam al-Qadhi Taqiyudiin an-Nabhani menjelaskan bahwa Kapitalisme berupaya menyebarkan paham dan mempertahankan pengaruhnya ke seluruh dunia melalui metode penjajahan (al-isti’maar) berupa penguasaan, pengendalian dan dominasi di seluruh bidang.
Dengan menimbang berbagai fakta yang ada di negara kita, yang dikaitkan dengan fakta bahwa Barat akan selalu menggunakan penjajahan sebagai metode baku untuk menyebarkan paham sekulerisme dan kapitalisme serta untuk mempertahakan dominasinya atas negara-negara lain, maka sejatinya kita belumlah sampai pada kemerdekaan yang hakiki. Apalagi sistem-sistem utama kehidupan kita, baik itu sistem ekonomi, sistem politik dan sistem hukum, masih menggunakan sistem yang diwariskan para penjajah.
Karena itu tugas utama bangsa Indonesia, terutama kaum Muslim, adalah mewujudkan kemerdekaan yang hakiki bagi bangsa ini. Yang tentunya membutuhkan perjuangan yang akan membebaskan umat dari penjajahan ideologi sekuler, hukum jahiliah, ekonomi ribawi, budaya Barat dan segenap tatanan kehidupan yang tidak islami menuju pada tatanan kehidupan yang sepenuhnya berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT.
Islam Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Ketataan harus diwujudkan melalui penerapan syariah Islam secara kaffah, baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat maupun bernegara, hingga terwujud rahmatan lil alamin. Sebaliknya, selama aturan, hukum dan sistem buatan manusia yang bersumber dari akal dan hawa nafsu terus diterapkan dan dipertahankan, maka selama itu pula akan terus terjadi penjajahan, kesempitan kehidupan di dunia dan maraknya tindak kezaliman.
Allah SWT telah memperingatkan dalam salah satu firman-Nya:
وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ ١٢٤
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).
Allah SWT juga telah menyatakan bahwa Islam diturunkan untuk membebaskan manusia dari penjajahan menuju kemerdekaan, dari kezaliman menuju keadilan, dari kesesatan menuju jalan hidayah dan dari kegelapan menuju cahaya. Kekuatan risalah Islam ini timbul dan dapat dirasakan hanya ketika seluruh ajaran al-Quran diterapkan secara paripurna. Demikian sebagaimana firman-Nya:
الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ ١
Alif Laam Raa. (Ini adalah) Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan kepada engkau (Nabi Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada cahaya (terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji (QS Ibrahim [14]: 1).
Karena itulah Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, tanpa terkecuali. Penerapan syariah Islam tersebut menjadi bukti kebenaran dan kesempurnaan keimanan dan penghambaan kepada Allah SWT. Di sisi lainnya, Allah SWT mewajibkan penguasa untuk memerintah dengan menggunakan hukum-hukum syariah. Bahkan Allah SWT menyifati penguasa yang tidak memerintah dengan menggunakan hukum-hukum syariah sebagai kafir (QS al-Maidah [5]: 44), fasik (QS al-Maidah [5]: 47) atau zalim (QS al-Maidah [5]: 45).
Penerapan syariah Islam secara kaaffah membutuhkan institusi politik yang khas dalam sistem Islam, yaitu Khilafah. Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah akan mampu menghadirkan kemerdekaan yang hakiki. Sebabnya, Khalifah sepenuhnya mendasarkan kepemimpinannya hanya pada Islam. Khilafah adalah sistem kepemimpinan Islam setelah kepemimpinan Rasulullah saw. Khilafah mempunyai fungsi untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia (li-hiraasah ad-diin wa siyaasah ad-dunyaa’). Khilafah juga mempunyai kewajiban menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia.
Oleh sebab itu, perjuangan untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh kaum Muslim. Hanya dengan itu tujuan kemerdekaan bisa terwujud sempurna, yakni kehidupan yang adil, makmur, sejahtera, aman dan tenteram, dalam naungan ridha Allah SWT.
Hal inilah yang harus terus disampaikan pada umat. Tentu agar umat tidak terjebak pada semangat kemerdekaan semu. Padahal hakikatnya mereka masih terbelenggu dalam cengkeraman penjajah. Umat Islam harus paham bahwa kemerdekaan hakiki hanya bisa terwujud hanya saat Islam ditegakkan dalam kehidupan umat manusia. Islam sepenuhnya diterapkan untuk mengatur seluruh sendi kehidupan, yang ditegakkan oleh institusi negara yang berdaulat, yaitu Khilafah. Khilafahlah yang memahami perannya sebagai pelaksana syariah dan yang tegak di atas manhaj kenabian. Hanya dalam Khilafah ‘alaa minhaaj an-Nubuwwah terwujud kebahagiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana cita-cita kemerdekaan hakiki pada mulanya.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [Fajar Kurniawan]
Catatan kaki:
1 Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/merdeka
2 Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 5/553
3 Ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 2/401