
Solusi Islam Menyelesaikan Problematika Bangsa
Jika ditelusuri, berbagai masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini tidak terjadi secara alami. Semua diproduksi secara sistemik dan bermuara pada satu akar utama, yakni penerapan sistem Kapitalisme sekuler dan ketiadaan penerapan syariah Islam secara kaaffah (totalitas) dalam institusi pemerintahan.
Sirkulasi Elit Politik dan Peluang Perubahan
Pada tahun 2024 ini banyak peristiwa politik terjadi. Di antaranya Pilpres yang dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pemilu Legislatif yang digelar bersamaan dengan Pilpres juga telah menempatkan 580 orang menjadi anggota DPR RI, 136 orang menjadi anggota DPD RI serta 19.817 orang menjadi anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dari seluruh daerah di Indonesia. Pada tanggal 27 November 2024 juga digelar Pilkada serentak yang memilih 37 pasang gubernur dan wakil gubernur, 415 pasang bupati dan wakil bupati dan 93 pasang walikota dan wakil walikota.
Sistem demokrasi memiliki mekanisme berkala setiap lima tahunan. Tidak lain untuk memastikan sirkulasi elit dalam konteks pergantian kepemimpinan politik, baik eksekutif maupun legislatif, dari pusat hingga ke daerah. Mekanisme ini menurut para pegiat demokrasi untuk memastikan agar terwujud iklim demokrasi yang sehat.
Namun demikian, sistem demokrasi sesungguhnya tidak didesain dan tidak memberikan peluang bagi siapapun untuk melakukan perubahan yang fundamental. Sistem demokrasi memang memberikan ruang kepada siapapun untuk berkuasa, tetapi tidak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk mengubah sistem yang ada. Karena itu, jika akar permasalahan bangsa ini penerapan sistem Kapitalisme sekuler, dan kita ingin sistem ini diganti dengan sistem Islam, maka keinginan ini tidak memiliki ruang sama sekali dalam sistem demokrasi. Artinya, pemerintahan yang baru ini tidak akan mampu membawa bangsa ini keluar dari problematika yang sistemik. Sebabnya, yang terjadi hanya sirkulasi elit semata. Mereka tetap menjalankan dan melanjutkan ideologi dan sistem Kapitalisme sekuler seraya tetap mengabaikan syariah Islam. Lalu, bagaimana bisa bangsa ini keluar dari berbagai permasalahan, sementara yang menjadi sumber masalahnya masih tetap dipertahankan?
Perubahan Mendasar dengan Ideologi dan Sistem Islam
Jika bangsa ini ingin keluar dari berbagai masalah, akar masalahnya harus dicerabut, yakni ideologi dan sistem Kapitalisme sekuler, kemudian diganti dengan ideologi dan sistem Islam yang dapat menyelesaikan problematika di tengah masyarakat. Ini karena ideologi dan sistem Islam berasal Tuhan Yang Maha Sempurna dan Maha Adil, Allah SWT.
Islam adalah ideologi yang melahirkan sistem kehidupan yang mencakup politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya Pendidikan, dll. Sistem kehidupan Islam inilah yang akan menjadi jawaban dan solusi dari berbagai permasalahan kehidupan umat manusia. Namun, agar ideologi dan sistem Islam ini benar-benar menjadi solusi, ia wajib diterapkan oleh negara. Tentu untuk menggantikan sistem kehidupan lainnya, seperti Kapitalisme sekuler maupun Sosialisme komunis.
- Penerapan Sistem Politik Islam.
Sistem politik Islam adalah sistem yang terpenting di dalam Islam. Sistem lainnya seperti sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem lainnya tidak akan dapat diterapkan kecuali terlebih dulu ditegakkan sistem politik Islam. Sistem politik Islam Khilafah.
Khilafah Islam dibangun berdasarkan empat pilar. Pertama: Kedaulatan di tangan Syariah (As-Siyaadah li al-Syar’i). Hukum-hukum yang diterapkan oleh negara harus berdasarkan sumber Hukum Islam, yakni al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Bukan berasal dari akal manusia yang terbatas. Apalagi manusia pasti memiliki kepentingan ketika diberi wewenang membuat hukum dan undang-undang. Sebaliknya, aturan yang berasal dari Allah SWT pasti mengandung kesempurnaan, menjadi solusi dan dapat mewujudkan keadilan.
Kedua: Kekuasaan di tangan umat (As-Sulthaan li al-Ummah). Umat memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat seorang khalifah melalui proses baiat. Khalifah dipilih oleh umat dan bertanggung jawab menjalankan hukum-hukum syariah Islam serta menjaga kepentingan umat. Pilar ini tentu berbeda dengan sistem demokrasi, karena di dalam sistem demokrasi pemimpin dipilih untuk menjalankan keinginan dan kehendak manusia. Juga berbeda dengan sistem teokrasi yang memandang pemimpin sebagai wakil tuhan, yang tidak bisa salah, dan rakyat tidak memiliki kewenangan memilih pemimpin yang mereka kehendaki.
Di dalam Islam, hanya khalifah yang dipilih umat. Adapun struktur di bawahnya, seperti wali (kepala daerah setingkat gubernur) atau amil (kepala daerah setingkat kabupaten/kota), diangkat oleh khalifah, tidak dipilih oleh rakyat. Dengan demikian kebijakan khalifah akan selalu singkron dengan kepala daerah di bawahnya dan pasti akan jauh lebih efisien dibandingkan ketika kepala daerah dipilih oleh rakyat.
Ketiga: Wajib mengangkat seorang khalifah (pemimpin) saja untuk seluruh kaum Muslim di dunia. Pilar ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam. Tidak terpecah-belah menjadi negeri-negeri yang kecil dan lemah. Keterpecahbelahan kaum Muslim tentu akan memudahkan bagi negara-negara kafir untuk menjajah mereka.
Keempat: Fungsi adopsi (tabanni) hukum berada di tangan Khalifah (kepala negara) saja. Prinsip ini berbeda dengan negara demokrasi yang kewenangan legislasinya ada pada anggota dewan atau parlemen. Berdasarkan prinsip ini, Khalifah dapat menhadopsi suatu hukum menjadi undang-undang negara. Prinsip ini diterapkan, di antaranya untuk menghilangkan perselisihan atau perbedaan pandangan tentang suatu perkara yang berpotensi mengganggu stabilitas negara Khilafah. Ketika Khalifah telah mengadopsi suatu hukum, maka seluruh warga negara wajib taat, tanpa kecuali.
- Penerapan Sistem Hukum Islam.
Hukum Islam berasal dari Allah SWT. Bukan hasil rancangan manusia. Karena itu pasi ada jaminan kesempurnaan dan keadilan. Sistem persanksian (nizhaam ‘uquubaat), yang merupakan bagian dari sistem hukum Islam, misalnya, diterapkan dalam rangka menjaga kehidupan masyarakat dan menjamin agar masyarakat dapat hidup dengan tertib dan aman.
Hukum persanskian di dalam Islam tentu memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Di antara falsafah penting penerapan sanksi di dalam Islam adalah sebagai pencegah (zawaajir) dan sebagai penebus dosa (jawaabir) bagi pelakunya. Bersifat zawâjir, yakni dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Karena itu penerapan sistem hukum Islam akan dapat menurunkan angka kriminalitas. Masyarakat pun akan terjaga dari berbagai kerusakan dan kehancuran.
- Penerapan Sistem Ekonomi Islam.
Di dalam sistem ekonomi Islam, syariah tidak membatasi kepemilikan seseorang terhadap barang dan jasa berdasarkan jumlahnya, sebagaimana halnya dalam sistem ekonomi Sosialisme-komunis. Prinsip ini tentu akan menjamin produktivitas masyarakat, sehingga ekonomi akan bertumbuh. Akan tetapi, syariah Islam membatasi kepemilikan barang dan jasa berdasarkan cara perolehannya; termasuk di dalamnya apa yang boleh diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan. Barang dan jasa yang haram jelas tidak boleh diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan.
Sumber-sumber ekonomi tersebut juga dihasilkan melalui mekanisme yang benar, baik sebab kepemilikan, maupun sebab pengembangan harta yang sah. Jenis kepemilikan, baik kepemilikan individu, umum dan negara dikelola berdasarkan hukum syariah. Syariah Islam melarang pengembangan harta dengan cara haram, seperti riba, judi, manipulasi, penimbunan, kartel, mafia, dan sebagainya.
Di dalam Islam, negara harus menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masing-masing individu mulai dari sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Caranya dengan mewajibkan tiap individu, khususnya pria dewasa untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya, orangtuanya berikutnya sanak kerabatnya. Karena itu negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi warga negaranya. Jika pria dewasa yang mampu bekerja tidak ada, maka orang terdekat berkewajiban untuk menjamin mereka. Jika tidak ada, Negara Khilafahlah yang wajib menjamin kebutuhan mereka.
Inilah mekanisme yang adil dan produktif. Dengan mekanisme seperti ini, jaminan yang diberikan oleh Negara Khilafah ini tidak membuat rakyat malas bekerja. Sebaliknya, mereka tetap produktif. Jaminan ini diberikan oleh Negara Khilafah bisa melalui skema zakat, pemberian modal kerja (iqthaa’), dan sebagainya. Negara juga berhak memaksa orang yang kaya untuk mengeluarkan zakat fitrah dan mal-nya. Negara Khilafah juga melarang mereka menimbun uang dan barangnya.
Khilafah juga menjamin tidak adanya praktik mafia, kartel, penimbunan, manipulasi, riba, money game, dan sebagainya di pasar dan di tengah masyarakat. Dengan begitu, setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat mengembangkan hartanya. Masing-masing juga bisa memperoleh keuntungan dari hartanya dengan cara yang benar dan sehat.
Untuk memastikan pendistribusian barang dan jasa kepada setiap individu sehingga kesenjangan ekonomi bisa dihilangkan, maka secara teknis Negara Khilafah bisa menempuh beberapa kebijakan:
- Mengambil harta zakat dari dari orang kaya, kemudian didistribusikan kepada mereka yang tidak mampu.
- Pembagian harta warisan dan nafkah untuk menjamin kebutuhan keluarga.
- Mendistribusikan kekayaan milik umum, seperti hasil pengelolaan minyak, tambang emas, batubara, nikel, dan sebagainya. Hasil pengelolaan kekayaan milik umum ini didistribusikan kepada rakyat, baik dalam bentuk jaminan pendidikan, kesehatan, keamanan, fasilitas perumahan, kebutuhan dasar, seperti air, listrik, dan sebagainya.
- Pemberian Negara Khilafah kepada mereka yang membutuhkan dari kekayaan milik negara, seperti tanah pertanian bagi yang mampu bercocok tanam, serta membiayai mereka dari harta kharajmaupun jizyah.
Dengan penerapan Sistem Ekonomi Islam ini akan terjadi distribusi secara merata kepada seluruh anggota masyarakat, mampu mengatasi kesenjangan serta menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
- Penerapan Sistem Sosial Islam.
Secara preventif, Islam telah menyediakan berbagai aturan, yaitu:
- Melarang perzinaan dan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelakunya.
- Memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangannya.
- Mewajibkan masyarakat untuk menjaga kesucian diri [‘iffah].
- Mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup auratnya secara sempurna.
- Melarang laki-laki dan perempuan untuk ber-khalwat (bersepi-sepi) dan ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan).
- Melarang para wanita melakukan tabarruj (berhias secara berlebihan).
- Mengharuskan perempuan ketika safar dengan perjalanan sehari semalam wajib didampingi oleh mahramnya.
- Memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjauhi berbagai aktivitas dan tempat syubhat yang berpotensi terjadinya keharaman.
Selanjutnya, secara kuratif, Islam telah menyediakan sanksi yang tegas demi tegaknya kebenaran dan terselamatkannya umat, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam Islam, misalnya, tidak akan dibenarkan sebuah industri atau perdagangan yang melanggar hukum Allah SWT beroperasi, termasuk perdagangan barang-barang yang bisa membangkitkan syahwat seseorang, walaupun secara ekonomi “sangat menguntungkan”.
Urgensi Institusi Pemerintahan Islam
Berbagai sistem dan aturan di dalam Islam di atas hanya dapat diterapkan oleh institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islam. Karena itu upaya untuk menerapkan syariah Islam di dalam sistem demokrasi hanya akan berujung pada kesia-siaan juga melanggar syariah Islam.
Alhasil, berbagai permasalahan masyarakat akan dapat diselesaikan jika yang diterapkan syariat Islam secara kaaffah. Penerapan syariat Islam secara kaaffah hanya dapat dilakukan oleh institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islam.
WalLaahu ta’ala a’lam bi ash-shawaab. [Luthfi Afandi; Direktur Pusat Kajian Islam Kaffah]