Baiti Jannati

Menjauhkan Anak Dari Gangguan Kepribadian

Ayah dan Bunda tentu tahu saat ini viral di media sosial netizen membahas masalah NPD atau narcissistic personality disorder. “Cara ngadepin temen yang punga NPD (Narsistic personality disorder) dong… cape banget asli,” tulis salah satu pengguna X.

Viralnya salah satu bentuk gangguan kepribadian ini juga dipicu perceraian seorang penyanyi religi muda yang suaminya diduga mengidap gangguan ini (Mubadalah.id, 17/04/2025).

Gangguan kepribadian merupakan kondisi saat pengidapnya memiliki pola pikir dan perilaku yang tidak sehat serta berbeda dengan kebanyakan orang lain. Narsistik hanya salah satu dari sekian banyak gangguan kepribadian. Pengidap gangguan ini merasa lebih superior dibandingkan dengan orang lain dan senang dengan kekuasaan. Sifatnya egois, kurang bisa berempati dan terus meminta perhatian dari orang lain (Halodoc.com, 16/09/2020).

Selain narsistik, ada beberapa jenis gangguan kepribadian lain seperti antisosial, paranoid (ketakutan yang berlebihan), dan gangguan kecemasan. Semua gangguan kepribadian ini bisa muncul di anak-anak kita lho, Ayah dan Bunda. Kita harus waspada karena menurut penelitian, salah satu faktor yang memunculkan gangguan ini ternyata pola asuh yang salah.

 

Makna Kepribadian

Muhammad Husain Abdillah dalam kitab Mafâhîm Islâm menjelaskan bahwa kepribadian adalah gabungan antara pola pikir dan pola sikap seseorang. Pendapat ini sebetulnya mengadopsi pemikiran Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Islâmiyyah Jilid 1.

Pola pikir adalah metode seseorang dalam memahami atau memikirkan sesuatu berdasarkan asas tertentu. Adapun pola sikap adalah metode manusia mengikat dorongan pemenuhan kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan pemahaman. Jika pemahaman ini asasnya sama dengan pola pikirnya maka akan terbentuk kepribadian yang khas.

Pada seorang Muslim, pola pikir dan pola sikapnya seharusnya dilandaskan pada akidah Islam. Bagaimana ia berpikir, begitu juga ia bersikap. Semua perbuatan dan perilakunya diwarnai oleh pemahamannya yang lahir dari akidahnya, yakni Islam. Inilah yang akan membentuk suatu kepribadian yang unik, kuat dan tangguh.

 

Mengapa Muncul Gangguan Kepribadian?

Kepribadian pada diri seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui suatu proses yang panjang. Ketika dalam proses perkembangan pembentukan kepribadian, muncul persoalan, misal tidak sinkronnya asas pola pikir dan pola sikapnya, kepribadian seseorang bisa mengalami gangguan.

Perkembangan kepribadian seseorang biasanya dimulai dari rumah. Pola asuh yang salah dari keluarga bisa menjadi bibit gangguan kepribadian. Orangtua yang terlalu protektif, misalnya, bisa membuat anak mengalami gejala kecemasan berlebih saat keluar rumah. Anak yang selalu ditakut-takuti atau memiliki trauma terhadap hal tertentu bisa menjadi paranoid. Begitu pun ketika orangtua terlalu memuja anak, menganggap anak selalu terbaik, menuruti apa pun yang diminta anak, membenarkan apa pun yang dilakukan anak dan selalu memuji anak, akan memunculkan sikap narsistik pada anak. Demikian juga sebaliknya. Saat orangtua tidak pernah memberikan perhatian dan mengapresiasi kebaikan atau kelebihan anak, maka anak bisa juga menderita gangguan narsistik akibat nalurinya untuk dihargai tidak terpenuhi.

Selanjutnya ketika anak masuk fase bersekolah, berteman dan membangun komunitasnya sendiri, anak juga bisa mengalami hal-hal yang membuat kepribadiannya terganggu, apalagi jika dasar kepribadiannya rapuh.

Gangguan kepribadian ini muncul karena pola pikir tidak atau salah terbentuk. Imbasnya pola sikap, yakni bagaimana ia memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya, akan menyimpang. Misalnya anak yang selalu dipuji dan dianggap benar, ketika ia tidak memiliki pola pikir dari akidah bahwa semua perbuatan seharusnya dilakukan karena Allah, maka ia akan berkembang menjadi orang yang haus akan pujian, selalu merasa benar dan tidak mau menerima masukan dari orang lain. Inilah bibit munculnya NPD.

Begitu pun anak yang tidak dibentuk pola pikirnya bahwa Allah adalah Sang Mahaperkasa, Mahakaya, Mahapelindung dan Maha Pemberi rezeki, ketika menghadapi kesulitan, ia merasa tidak punya sandaran sehingga ia selalu cemas menghadapi masalah.

Tidak sinkronnya antara pola pikir dan pola sikap dipengaruhi oleh asas yang digunakan dalam pembentukannya. Saat ini sebagian umat Islam salah menempatkan Islam hanya dalam ruang ritual saja. Islam tidak dijadikan sebagai asas dalam berpikir dan bersikap. Umat lebih memilih untuk mengambil pemikiran Barat. Padahal pemikiran Barat adalah hasil karya manusia yang berpeluang besar tersusupi kesalahan. Hal ini yang memunculkan banyaknya gangguan kepribadian.

Sebagai contoh, saat ini banyak muncul program parenting yang berlandaskan psikologi Barat. Apa yang disampaikan di dalamnya dianggap benar dan diadopsi oleh banyak orangtua. Padahal landasannya bukan Islam dan teori-teorinya sebagian bertentangan dengan Islam.

Dalam parenting semacam ini, orangtua diajarkan untuk selalu memuji anak ketika anak melakukan hal yang dianggap baik. Padahal pujian bisa menjadi bahaya bagi perkembangan kepribadian anak. Misalnya, Bunda setiap anak salat memuji, ”Anak Bunda shalih, rajin salatnya.” Kemudian Bunda peluk dan cium. Pengalaman ini akan dianggap pengalaman yang menyenangkan bagi anak dan ia cenderung ingin mengulangi. Lalu setiap selesai salat, ia akan lapor Bunda. Motivasinya apa? Mendapat pujian Bunda, bukan lagi mencari ridha Allah.

Begitu pula dalam parenting sering disampaikan untuk membebaskan anak beraktivitas dan tidak melarang mereka. Bahkan sebagian orangtua menganggap tabu kata ”jangan” karena dikhawatirkan mengganggu perkembangan kecerdasan anak. Akibatnya, anak tumbuh tanpa larangan dan meninggalkan rambu-rambu adab.

Hal-hal seperti ini yang bisa memunculkan gangguan kepribadian anak. Ia selalu berusaha cari pujian orang, tidak mau diatur dan selalu merasa dirinya benar. Karena itu Ayah-Bunda, pendidikan di rumah, yang merupakan pendidikan pertama bagi anak, merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian anak. Berkiblatlah pada Islam jika Ayah dan Bunda menginginkan anak yang berkepribadian Islam.

 

Membentuk Kepribadian Islam yang Tangguh

Untuk membentuk kepribadian yang utuh pada anak, antara pola pikir dan pola sikapnya, harus menggunakan asas yang sama yakni akidah Islam berserta seluruh aturan yang terpancar darinya. Karena itu yang perlu dibentuk pertama kali pada anak adalah keyakinannya atas keberadaan Sang Khalik, yaitu dasar dari akidah.

Untuk membentuk keyakinan ini pada anak, kita bisa mengenalkan ciptaan Allah dan tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta. Selain itu kita beri anak gambaran tentang berbagai nikmat Allah untuk menanamkan kecintaan anak pada Diri-Nya. Misalnya bahwa Allah memberi kita mata untuk melihat. Minta anak untuk berjalan dengan mata tertutup. Rasakan bagaimana jika Allah tidak memberikan mata untuk kita?

Begitu pula setiap kita mendapat nikmat Allah. Ceritakan pada anak dan ajak ia untuk mensyukuri semuanya. Jelaskan bahwa Allah menyayangi kita. Dengan memahami kasih sayang Allah, anak akan belajar untuk mencintai Diri-Nya. Di kemudian hari, akan mudah bagi kita untuk memotivasi anak beribadah sebagai manifestasi cintanya kepada Allah.

Tanamkan juga kecintaan anak kepada Rasulullah saw. dengan menceritakan kisah-kisah perjuangan beliau, sifat-sifat beliau yang utama, dan kecintaan beliau kepada umat. Jelaskan juga bahwa cara kita mencintai beliau adalah dengan menjadikan beliau sebagai idola kita, teladan kita, mentaati semua ajarannya dan menjauhkan diri dari apa yang beliau larang dan tidak suka.

Selanjutnya kita perlu membiasakan anak untuk terikat dengan hukum-hukum Allah. Sertakan dalil yang ada jika kita memerintahkan atau melarang sesuatu kepada anak. Ini akan membuat anak terbiasa taat pada Allah dan Rasul-Nya. Pada masalah yang tidak ada dalilnya maka jelaskan alasan mengapa kita memerintahkan atau melarang dia sehingga dia tidak merasa dipaksa melakukan atau meninggalkan sesuatu.

Untuk memotivasi anak dalam beramal di usia dini, kita menggunakan arah motivasi mendekat, yaitu motivasi yang membuat anak terdorong untuk melakukan hal yang ia anggap menyenangkan. Bukan motivasi menjauh, yakni menakut-nakuti anak untuk menghindar dari suatu perbuatan. Contoh motivasi mendekat adalah kalau ia berbuat kebaikan, maka Allah akan memberikan pahala dan akan menyayangi dia. Jika Allah sayang, Allah akan membalas dengan surga yang penuh dengan kenikmatan. Ini akan membuat anak merasa bahwa Allah adalah Tuhan Yang Penyayang.

Sebaliknya, memberikan motivasi menjauh di usia dini, seperti jika ia berbuat maksiat Allah akan menghukum dirinya, atau nanti akan memasukkan dia ke neraka, dapat menciptakan gambaran di benak anak bahwa Allah itu kejam. Dengan demikian kenalkan anak terlebih dulu dengan surga. Jika ia telah tamyîz, mampu membedakan baik buruk dengan konsekuensinya, baru kenalkan anak pada konsep dosa dan neraka, sehingga seimbang antara motivasi mendekat dan menjauh.

Motivasi mendekat dapat pula diberikan melalui pemberian hadiah dan pujian. Hadiah tidak selalu dalam bentuk materi, namun bisa berupa cium sayang, pelukan, acungan jempol dan sebagainya. Untuk pujian, selama tidak terkait dengan ibadah, pujian sah-sah saja diberikan selama tidak berlebihan yang membuat anak akan terobsesi dengan pujian itu. Usahakan Ayah dan Bunda mengurangi memberikan pujian yang bersifat fisik seperti mengatakan “Kakak memang cantik.” Kalau memang ingin memuji sampaikan dengan kata-kata yang tidak menimbulkan kekaguman pada diri sendiri misalnya, “Alhamdulillah Allah memberikan kecantikan buat Kakak, tetapi Allah lebih suka kecantikan pada akhlak dan agama.”

Namun, jika terkait dengan ibadah, seperti anak melakukan shalat, pujian harus kita ubah, bukan dengan mengatakan “anak bunda shalih”, namun katakan “Semoga Allah memberi pahala yang besar,” atau “Semoga anak Bunda makin disayang Allah.” Ini untuk menghindarkan anak dari sifat riya, yaitu beramal untuk mendapatkan pujian.

Untuk memperkuat kepribadian anak, orangtua jangan sampai terlalu memanjakan anak dan selalu menolong semua kesulitannya. Biarkan anak sesekali tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Biarkan sesekali anak merasakan kegagalan. Biarkan anak belajar memecahkan sendiri persoalannya. Kalau kita mau membantu maka bantulah untuk membuat dia mandiri, tidak terus bergantung pada orangtua. Tahukah Ayah dan Bunda, sebuah penelitian jangka panjang dari Harvard menemukan bahwa kebiasaan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sejak kecil dapat berdampak positif pada kesuksesan dan kebahagiaan anak di masa depan? (Kompas.com, 30/01/2025).

Inilah beberapa pedoman agar anak memiliki pola pikir dan pola sikap yang kuat. Dengan itu terbentuk kepribadian Islam yang kokoh, yang tidak mudah terdistraksi oleh berbagai masalah dan peristiwa yang muncul di kehidupan anak. Yang terpenting adalah adanya pendampingan dari orangtua secara intens, pembiasaan, keteladanan dan doa. Semoga Allah senantiasa melindungi anak-anak kita dan menjadikan mereka anak-anak shalih yang tangguh, yang akan berkontribusi terhadap kebangkitan umat nantinya.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × three =

Back to top button