Hadis Pilihan

Menginfakkan Seluruh Harta

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ، فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي، فَقُلْتُ: الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا، فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟»، قُلْتُ: مِثْلَهُ، قَالَ: وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟» قَالَ: أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللهَ وَرَسُولَهُ، قُلْتُ: لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا

Dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya: Aku mendengar Umar bin al-Khaththab ra. berkata: Pada satu hari Rasulullah saw. menyuruh kami bersedekah. Hal itu sesuai harta milikku. Aku berkata, “Hari ini aku bisa menyalip Abu Bakar jika aku berlomba dengan beliau suatu hari.” Lalu aku datang dengan membawa separuh hartaku. Kemudian Rasulullah saw. bertanya, “Harta apa yang engkau pertahankan untuk keluargamu?” Aku katakan, “(Jumlahnya) sama dengan ini.” Umar berkata: Abu Bakar ra. lalu datang dengan membawa semua harta miliknya. Kemudian Rasulullah saw bertanya, “Harta apa yang engkau pertahankan untuk keluargamu?” Dia berkata, “Aku mempertahankan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Aku (Umar) berkata, “Aku tidak akan mampu menyalip engkau (Abu Bakar) dalam hal apapun selama-selamanya.” (HR Abu Dawud no. 1678, at-Tirmidzi no. 3675, ad-Darimi no. 1701 dan al-Hakim no. 1510).

 

Imam at-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan-shahîh.” Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak berkata, “Hadis ini shahîh menurut syarat Muslim, tetapi keduanya tidak men-takhrîj hadis tersebut.”

Dalam hadis ini Rasul saw. bertanya baik kepada Umar bin al-Khaththab ra. maupun kepada Abu Bakar ra. yang datang membawa harta untuk disedekahkan (diinfakkan di jalan Allah), Beliau bertanya tentang apa harta yang dipertahankan (disisakan) untuk keluarganya. Ini mengisyaratkan pada hadis-hadis lainnya bahwa sedekah terbaik itu berasal dari kelebihan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga secara normal sebagaimana berlaku umum di tengah-tengah masyarakat, tempat seseorang itu hidup.

Di sini Rasul saw. menerima dan mengizinkan untuk bersedekah dengan seluruh harta dari Abu Bakar ra. Ini juga menunjukkan kebolehan menginfakkan seluruh harta seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar ra.

Dalam hal ini Badruddin al-‘Ayni (w. 855 H) dalam kitabnya, Syarhu Sunan Abiy Dâwud, menjelaskan, “Rasul saw. tidak mengingkari Abu Bakar yang membawa semua hartanya (untuk disedekahkan). Hal itu karena beliau tahu kebaikan niatnya dan kekuatan jiwanya. Tidak ada kekhawatiran Abu Bakar ra akan terkena fitnah. Abu Bakar ra. pun tidak dikhawatirkan akan meminta-minta kepada orang, sebagaimana apa yang Rasul saw. khawatirkan atas orang yang beliau tolak emasnya dan orang yang beliau tolak pakaiannya (untuk disedekahkan).”

Di sisi lain, Rasul saw. pernah menolak sedekah semua harta dari seorang Sahabat. Jabir bin Abdullah ra. menuturkan: Ketika kami berada di sisi Rasulullah saw., datanglah seorang laki-laki membawa semisal telur berupa emas yang dia dapatkan dalam suatu peperangan (Ahmad berkata: yang tepat adalah pada sebagian tambang). Lalu dia berkata, “Ya Rasulullah, ambillah dari hartaku ini sebagai sedekah. Demi Allah aku tidak mempunyai harta yang lainnya.” Beliau pun menolak. Lalu ia mendatangi beliau dari sisi kiri dan mengatakan hal yang sama. Kemudian ia pun mendatangi beliau dari depan beliau dan mengatakan hal yang sama pula. Kemudian Rasul saw. bersabda, “Bawa kemari!” dalam keadaan dibuat marah. Lalu beliau mencampakkan harta itu, yang seandainya mengenai dia, niscaya melukai dirinya. Lalu beliau bersabda:

«يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى مَالِهِ لَا يَمْلِكُ غَيْرَهُ فَيَتَصَدَّقُ بِهِ، ثُمَّ يَقْعُدُ يَتَكَفَّفُ النَّاسَ، إِنَّمَا الصَّدَقَةُ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، خُذِ الَّذِي لَكَ لَا حَاجَةَ لَنَا بِهِ». فَأَخَذَ الرَّجُلُ مَالَهُ وَذَهَبَ

Salah seorang di antara kalian bertumpu pada (sangat membutuhkan) hartanya. Dia tidak mempunyai harta lainnya. Lalu hart itu dia sedekahkan. Kemudian dia duduk-duduk dengan berharap pada pemberian orang-orang. Sungguh sedekah itu hanyalah dari orang yang berkecukupan. Ambillah punyamu ini. Kami tidak membutuhkan harta ini.” Lalu orang itu mengambil kembali hartanya dan pergi.” (HR ad-Darimi no. 1700, Abu Dawud no. 1674, Ibnu Hibban no. 3372, al-Baihaqi di dalam Sunan al-Kubrâ no. 7777 dan al-Hakim di dalam Al-Mustadrak no. 1507 dan ia berkata, “Ini hadis shahih menurut syarat Muslim, tetapi keduanya tidak men-takhrîj hadis tersebut.” Adz-Dzahabi di dalam At-Talkhîsh menyetujui pernyataan ini).

 

Di dalam hadis ini ada hal yang mengisyaratkan sebab penolakan beliau, yaitu kekhawatiran bahwa orang itu, setelah mensedekahkan semua hartanya, lantas meminta-minta kepada manusia untuk keperluannya. Kekhawatiran semacam ini tidak ada pada Rasulullah saw. terhadap Abu Bakar dan keluarganya karena kekuatan imannya, ketawakalannya kepada Allah, kekuatannya menjaga ‘iffah, kesabarannya dan sebagainya.

Kaab bin Malik ra., yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk, bertobat atas hal demikian. Sebagai bagian dari tobatnya, dia mensedekahkan semua hartanya. Kaab bin Malik ra. berkata kepada Rasul saw., “Ya Rasulullah, di antara tobatku adalah aku menyerahkan semua hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau lalu bersabda:

«أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ مَالِكَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ»، قُلْتُ: فَإِنِّي أُمْسِكُ سَهْمِي الَّذِي بِخَيْبَرَ

“Pertahankanlah sebagian hartamu. Hal itu lebih baik untuk dirimu.” Aku (Kaab bin Malik) berkata, “Sungguh aku mempertahankan bagian hartaku yang ada di Khaibar.” (HR al-Bukhari no. 2757, Ahmad no. 15770, Abu Dawud no. 3317, at-Tirmidzi no. 3102 dan an-Nasa’i no. 3826).

 

Pertemuan semua hadis tersebut dan lainnya dalam topik yang sama adalah seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi (w. 676 H) di dalam Syarhu Shahîh Muslim, “Para ulama berbeda pendapat tentang bersedekah dengan semua harta yang dimiliki. Menurut mazhab kami, hal itu mustahab untuk orang yang tidak mempunyai utang dan tidak memiliki keluarga yang tidak bersabar, dengan syarat dia termasuk orang yang bersabar atas kesempitan dan kefakiran. Jika tidak terpenuhi syarat-syarat ini maka itu makruh.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani (w. 852 H) di dalam Fathu al-Bârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî menyatakan: “Ath-Thabari dan lainnya berkata, “Jumhur ulama berkata: Siapa saja yang mensedekahkan semua hartanya pada waktu sehat badan dan akalnya, sementara dia tidak mempunyai utang dan dia bisa bersabar atas kesempitan serta tidak mempunyai keluarga atau memiliki keluarga yang juga mampu bersabar, maka itu boleh. Jika tidak ada sesuatu dari syarat-syarat ini maka hal itu tidak disukai (dimakruhkan).”

Yang lebih afdhal, seperti dalam hadis Kaab bin Malik ra. dan yang lainnya, ketika bersedekah, hendaklah dipertahankan harta yang mencukupi kebutuhan sendiri dan keluarga secara normal sebagaimana berlaku umum di masyarakat tempat orang itu hidup.

WalLâh a’lam wa ahkam. [Yahya Abdurrahman]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × five =

Check Also
Close
Back to top button