Pengantar

Pengantar [Negara Pemalak]

Assalâmu ’alaykum wa rahmatulLâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, di negara yang menganut ideologi Kapitalisme, pajak adalah pemasukan utama APBN, selain utang. Bukan sumberdaya alam di negara tersebut meski jumlahnya berlimpah. Contoh nyata adalah Indonesia. Tidak kurang dari 70% pemasukan APBN dari pajak. Sebaliknya, tidak lebih dari 20% pemasukan APBN bersumber dari sumberdaya alam. Padahal Indonesia sangat kaya akan sumberdaya alam. Ada minyak bumi, emas, perak, nikel, batubara, hasil-hasil hutan, hasil-hasil laut, dan masih banyak lain. Semua itu, jika dikelola secara benar dan memang ditujukan semata-mata demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, setiap tahun berpotensi menghasilkan ribuan triliun rupiah. Bisa berkali lipat dari kebutuhan APBN kita yang saat ini hanya sekitar Rp 3.000-an Triliun. Artinya, tanpa pajak, juga utang, sebetulnya negara ini bisa dibangun dan dikelola secara optimal.

Namun, faktanya bertolak belakang. Ironis. Negeri ini benar-benar menjadikan pajak—yang tentu berasal dari rakyat—sebagai sumber pemasukan utama APBN. Bahkan sekarang Pemerintah akan menaikkan kembali PPN menjadi 12%. Tentu saja pajak ini bersifat regresif. Berlaku bagi seluruh rakyat. Kaya-miskin. Tanpa kecuali. Artinya, setiap kali mereka melakukan transaksi barang atau jasa, mereka bakal “dipalak” sebesar 12%. Ironisnya, kenaikan PPN ini diberlakukan di tengah kondisi ekonomi sebagian besar anggota masyarakat sedang terpuruk. Daya beli masyarakat kebanyakan pun makin menurun. Terbukti, dalam beberapa bulan terakhir terjadi deflasi. Alhasil, pemberlakukan kenaikan PPN menjadi 12% dalam kondisi ekonomi masyarakat yang sulit adalah sebuah kezaliman.

Kita pantas bertanya: Lalu kemana hasil-hasil sumberdaya alam yang sangat berlimpah-ruah itu? Jawabannya sebetulnya kita sudah tahu. Sebagian besar sumberdaya alam itu telah lama dikuasai oleh oligharki aseng dan asing. Pertanyannya: Mengapa Pemerintah tidak segera mengambil-alih semua sumberdaya alam itu—yang notabene milik rakyat—dari tangan oligharki tersebut? Jawabannya kita juga sudah tahu. Penguasa saat ini, juga sebelum-sebelumnya, memang adalah pelayan oligharki, bukan pelayan rakyat. Jadi, kita pesimis bahwa penguasa saat ini berani bertindak tegas terhadap oligharki. Apalagi, naiknya penguasa ke tampuk kekuasaan juga tak lepas dari peran oligharki di belakangnya.

Jadi harus bagaimana? Tak lain bangsa ini harus segera melakukan perubahan mendasar dan sistemik. Dari sistem sekuler-kapitalis ke sistem Islam. Tentu dalam insitusi Khilafah Islam.

Itulah antara lain yang dibahas dalam tema utama al-waie edisi kali ini, selain sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu ’alaykum wa rahmatulLâhi wa barakâtuh.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − 3 =

Back to top button