Siyasah Dakwah

Penguasa dan Al-Quran

Penguasa adalah pelindung masyarakatnya dengan suatu mekanisme sistem atau aturan.  Dalam kehidupan kaum Muslim, seorang penguasa adalah pelindung masyarakatnya dengan sistem aturan yang bersumber dari al-Quran—dan as-Sunnah—serta yang terpancar dari keduanya, baik berupa pemikiran dan hukum.  Mengabaikan al-Quran dalam menjalankan sistem kehidupan oleh penguasa adalah bentuk pengabaian dan pelecehan terhadap al-Quran itu sendiri. Allah SWT berfirman:

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِي ٱتَّخَذُواْ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورٗا  ٣٠

Berkatalah Rasul, “Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS al-Furqan [25]: 30).

 

Sesuatu yang diabaikan (mahjûr[an]) merupakan bentuk maf‘ûl, berasal dari al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Maksudnya, mereka mengucapkan kata-kata batil dan keji terhadap al-Quran, seperti tuduhan al-Quran adalah sihir, syair, atau dongengan orang-orang terdahulu (QS al-Anfal [8]: 31).

Bisa juga berasal dari al-hajr yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan, atau tidak mempedulikan). Jadi, mahjûr[an] berarti matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan, atau tidak dipedulikan).

Banyak sikap dan perilaku yang  terkategori hajr al-Qur’ân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak men-tadabburi dan memahami al-Quran; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling dari al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran; bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan, sebagaimana digambarkan Allah SWT:

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَا تَسۡمَعُواْ لِهَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ وَٱلۡغَوۡاْ فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَغۡلِبُونَ  ٢٦

Orang-orang kafir berkata, “Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh al-Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya.” (QS Fushshilat [41]: 26).

 

Dengan demikian, jika ada orang yang melakukan berbagai pelecehan terhadap al-Quran secara nyata, kemudian  penguasa tidak hadir untuk membela dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap pelakunya, itu pun bentuk pengabaian dan pelecehan terhadap al-Quran.

Kita telah menyaksikan akhir-akhir ini kian massif dan terang-benderang pelecehan kaum kafir terhadap al-Quran. Beberapa waktu lalu, 21 Januari 2023, seorang politisi radikal Swedia bernama Rasmus Paludan, yang juga Ketua Partai Politik Sayap Kanan Denmark Starm Kurs, dengan diawali demonstrasi menyampaikan gagasan-gagasan di depan Kedubes Turki di Swedia, membakar al-Quran. Pembakaran ini dilakukan di depan Kedutaan Turki sebagai bentuk kemarahan kepada agama Islam yang dianggap mengancam masa depan negaranya.

Atas hal yang demikian, juga rangkaian kejadian yang serupa, para penguasa negeri-negeri kaum Muslim tidak banyak berbuat dan menindak secara nyata. Hanya bisa mengutuk dan mengecam. Hal demikian sama sekali tidak membuat efek jera atas pelaku nyata pelecehan al-Quran. Pasalnya, memang sejatinya mereka saat ini tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber untuk mengatur sistem kehidupan kaum Muslim.

Kejahatan Rasmus Paludan ini bukan pertama kalinya. Beberapa waktu yang lalu dia juga pernah melakukan hal yang sama.  Paludan juga meremehkan Islam dan mengatakan bahwa aksinya itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Pemerintah Swedia. Aksi demonstrasi ini sudah mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Aksi Paludan ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Paludan yang berkewarganega-raan Swedia juga pernah melakukan aksi pembakaran salinan al-Quran yang memicu ketegangan di kawasan tersebut (Cnbcindone-sia.com,  24/1/23).

 

Penguasa Wajib Memuliakan al-Quran

Kecaman yang dilakukan berbagai komponen masyarakat Dunia Islam sudah terbukti tidak cukup dan tidak berhasil untuk menghentikan berbagai pelecehan terhadap al-Quran dan Islam secara keseluruhan. Sikap para penguasa negeri Muslim untuk membela dan memuliakan al-Quran juga sangat tidak memadai. Sejatinya bersikap lebuh nyata untuk menghentikan dan membuat efek jera terhaap pelaku pelecehan al-Quran.

Penguasa sejati kaum Muslim, yang direpresentasikan oleh seorang  khalifah, wajib menindak tegas pelaku penistaan al-Quran dan penghinaan terhadap Islam secara keseluruhan.  Dari sebuah hadis riwayat Abu Dawud, pernah ada  sahabat yang memiliki seorang budak yang kerap menghina Rasulullah saw. Kemudian budak tersebut dibunuh oleh sahabat. Hal demikian ia lakukan karena kecintaannya pada Islam dan kepada Rasulullah saw. Saat berita ini sampai ke Baginda Nabi, beliau pun membenarkan sikap tersebut.

Sejarah juga mencatat, pada zaman Kekhilafahan Turki Utsmani, ada suatu kejadian di Perancis. Saat Henri de Bornier akan membuat pentas drama komedi yang kontennya menghina Nabi saw., maka Sultan Hamid II segera mengirim surat ke Perancis. Ia mengecam dan melarang pementasan itu serta mengancam akan ada akibat politik yang dihadapi Prancis jika pentas tersebut dilangsungkan. Prancis pun membatalkan pentas tersebut.

Kumpulan teater tersebut lalu memilih Inggris untuk dijadikan tempat pentas drama tersebut. Kembali Sultan Hamid II mengirim surat ke negara Inggris untuk menghentikan pentas drama tersebut, Inggris menolak dengan dalih kebebasan berekspresi. Sultan Abdul Hamid II kemudian memberikan ancaman kepada Inggris. Jika drama penghinaan tersebut tetap dipentaskan maka Sultan Hamid II  akan mengumumkan jihad kepada kaum Muslim untuk menyerang Inggris. Inggris pun membatalkan pementasan tersebut.

Demikian pula kejadian di era Khalifah Al-Mu’tasim Billah pada tahun 837. Ia menyambut seruan budak Muslimah dari Bani Hasyim. Saat itu Muslimah itu dilecehkan. Dia lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tasim Billah. Seruan itu kemudian dijawab oleh  Al-Mu’tasim Billah dengan mengirimkan puluhan ribu pasukan yang panjang barisan tentaranya tidak putus dari gerbang istana Khalifah hingga ke Kota Amuria. Amuria takluk dan bebas dari jajahan Romawi. Sebanyak 30.000 tentara Amuria terbunuh dan 30.000 ditawan.

Tindak tegas Khilafah terhadap pelecehan Muslimah menjadi bukti betapa penistaan tidak boleh dibiarkan. Apalagi jika menyangkut penistaan terhadap Allah, Rasul-Nya, al-Quran dan kesucian Islam.  Tak ada kata lain selain Khilafah Islam memaklumkan perang terhadap pelaku penistaan tersebut. Khilafah akan menjaga dan melindungi marwah Islam dan umat Islam.  Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّة يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَه بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْه

Imam (Khalifah) itu ibarat perisai; seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, ia akan mendapatkan pahala karenanya. Jika ia memerintahkan selain itu, ia akan mendapatkan siksa (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Kemuliaan Penguasa yang Menerapkan al-Quran

Kemuliaan Penguasa yang menerapkan al-Quran telah terbukti nyata dan tidak terbantahkan dengan fakta sejarah lebih dari 1000 tahun lebih di tidak kurang dari sepertiga belahan dunia.  Al-Quran sebagai sumber kehidupan juga sudah merupakan jaminan dari Allah dan Rasul-Nya.  “Rumus”-nya  sudah sangat jelas. Apa pun dan  siapa pun,  yang dekat, bersama-bersama, apalagi dengan sempurna hidup dan menerapkan al-Quran, pasti mulia. Baik individu, masyarakat maupun penguasa dalam sebuah negara akan mulia ketika mereka melaksanakan al-Quran.

Bulan, ketika di dalamnya diturunkan al-Quran, yakni Ramadhan, menjadi bulan yang sangat mulia dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Demikian pula malamnya, yang di dalamnya al-Quran diturunkan, menjadi sangat mulia. Itulah Lailatul Qadar. Itulah malam kemuliaan, yang jika seorang mukmin melakukan kebaikan, akan diberi pahala beramal lebih dari 80 tahun.

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ ١٨٥

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil (QS al-Baqarah [2]:185).

 

Malaikat adalah makhluk mulia Allah yang diciptakan tanpa hawa nafsu. Mereka selalu melakukan kebaikan kepada Allah. Saat ada malaikat yang berperan menurunkan al-Quran, yakni Jibril as., jadilah ia merupakan malaikat termulia di antara para malaikat.

Demikian pula nabi dan rasul. Nabi dan rasul adalah manusia pilihan pada zamannya untuk menyampaikan risalah dari Allah SWT.  Jadilah Rasulullah saw. pemimpin sekaligus penutup para nabi karena kepada beliaulah diturunkan al-Quran.

Demikian pula seorang Mukmin, dia akan menjadi manusia terbaik, manusia termulia, ketika selalu berinteraksi dengan al-Quran; mulai dari mempelajari, mengajarkan dan mengamalkan al-Quran. Rasulullah saw. sabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعلَّمَ الْقرآنَ وعلَّمَه

Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan al-Quran (HR al-Bukhari).

 

Umat Islam saat ini pun jelas akan menjadi umat terbaik saat mereka berkomitmen serta konsekuen menerapkan dan menjalankan isi dari al-Quran. Allah SWT berfirman:

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ ١١٠

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi mungkar dan mengimani Allah (QS Ali Imran [3]: 110).

 

Masyarakat, individu dan negara yang direpsesentasikan oleh penguasa juga pasti akan mendapatkan kemuliaan, keberkahan di bumi dan langit ketika menerapkan al-Quran dalam kehidupan. Allah SWT berfirman:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ  ٩٦

Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan  tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itulah Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka itu (QS al-A’raf [7]: 96).

 

WalLâhu a’lam. [Luthfi Hidayat]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × two =

Back to top button