Analisis

Ramadhan Bulan Perjuangan

Bulan Suci Ramadhan 1442 H menyapa. Disambut kaum Muslim di seluruh dunia. Penuh kesyukuran dan kebahagiaan sebagai refleksi keimanan. Dengan berbagai kemuliaan dan keistimewaan yang ada di dalamnya, wajar jika bulan suci ini merupakan salah satu  bulan yang paling dirindukan kehadirannya oleh kaum Muslim.

Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya. Di antara keutamaan bulan suci Ramadhan adalah penghapusandosa, adanya lailatul qodar, pahala dilipatgandakan, setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka lebar.

Setiap perintah ibadah dalam Islam selalu memiliki dimensi vertikal dan horizontal, individual dan sosial. Puasa adalah perintah ibadah yang harus dilakukan oleh setiap individu kaum Muslim. Secara individual, pelaksanaan puasa Ramadhan memiliki dampak meningkatnya kualitas ketakwaan. Namun demikian, puasa tetap memberikan pesan-pesan spiritual sosial.

Sebagaimana disepakati oleh jumhur ulama, ketakwaan adalah derajat mulia bagi seorang Muslim. Bahkan dalam al-Quran, surga juga disebut dengan istilah Darul Muttaqin. Sungguh kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa (QS an-Nahl [16]: 30).

Ujung dari pelaksanaan puasa pada bulan suci Ramadhan adalah meraih status sebagai manusia yang bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183). Siapapun dari kaum Muslim yang mampu menyelesaikan ibadah bulan suci ini akan berpeluang mendapatkan derajat paling mulia di sisi Allah ini. Ketakwaan adalah derajat paling mulia di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).

 

Bulan Perjuangan

Ramadhan merupakan bulan perjuangan menegakkan isi al-Quran dalam kehidupan individu, sosial, berbangsa dan bernegara. Membaca al-Quran adalah Sunnah. Melaksanakan isinya hukumnya wajib.  Spirit Ramadhan ini harus terus terjaga selama menjalani puasa bahkan hingga pasca Ramadhan.

Lebih rinci, setidaknya beberapa spirit Ramadhan yang harus dijaga oleh segenap kaum Muslim agar Ramadhan menjadi bulan perjuangan.

Pertama: Ramadhan sebagai bulan ketaatan. Ramadhan adalah bulan saat manusia Mukmin mencapai puncak ketaatan kepada Allah. Ramadhan juga merupakan pemisah antara orang yang beriman dan tidak beriman. Ibadah puasa begitu istimewa di hadapan Allah SWT.

Ramadhan sebagai puncak ketaatan orang-orang beriman adalah disebabkan karena pada saat berpuasa inilah seluruh waktunya akan dimanfaatkan untuk kebaikan. Jika tidak, maka pahala puasa tidak akan didapatkan, kecuali hanya haus dan lapar. Apalagi perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasanya seperti makan dan minum secara sengaja, semua akan dijauhkan atas dasar keimanan kepada Allah SWT.

Orang-orang yang berpuasa yakin betul akan janji Allah SWT, yakni surga yang akan dihadiahkan kepada mereka kelak di akhirat. Orang berpuasa rela lapar, haus dan manjauhkan segala perbuatan maksiat semata-mata demi meraih janji Allah SWT berupa rahmat, ampunan dan kebahagiaan surga. Sebabnya, salah satu ciri orang bertakwa adalah mereka yang meyakini yang gaib.

Puncak ketaatan seorang yang berpuasa juga ditandai oleh bagaimana mereka mengisi waktu sepanjang Ramadhan untuk melakukan berbagai aktivitas ibadah dalam rangka taqarrub ilalLah. Banyak ibadah yang bisa dilakukan selama Ramadhan agar lebih dekat kepada Allah, misalnya tilawah  dan menelaah al-Quran, qiyamul layl, zikir, bersedekah, membayar zakat, itikaf di masjid, memperbanyak doa dan tobat dll.

Rasulullah saw. dan para Sahabat adalah teladan terbaik dalam upaya meningkatkan ketaatan dan taqarrub ilalLah saat Ramadhan datang. Rasulullah saw. adalah figur yang taat dan nyata dalam kehidupan keseharian. Intensitas dan frekuensi ketaatan itu bertambah selama Ramadhan. Syaikh Faishal bin Ali al-Bu’dani, dalam Kitab Hakadza Kana an-Nabiy fi Ramadhan, menuturkan bahwa selain berpuasa, Rasulullah saw. juga selalu menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat sunnah dan tilawah al-Quran, sahur dan berbuka, banyak berdoa, beritikaf dan bahkan meningkatkan ibadah sosial seperti banyak bersedekah.

Di kalangan Sahabat, salah satunya Salman al-Farisi, merupakan sosok teladan yang pantas dicontoh dalam ketaatan dan ibadah selama bulan suci Ramadhan. Saat ditanya Rasulullah siapa yang berpuasa sepanjang hari, siapa yang shalat sepanjang malam, siapa yang mengkhatamkan al-Quran setiap hari, maka semua pertanyaan Rasulullah itu dijawab oleh Salman al-Farisi. Salman melaksanakan apa yang ditanyakan Rasulullah saw. hingga membuat para sahabat yang lain merasa iri.

Kedua: Ramadhan sebagai bulan  perjuangan. Banyak peristiwa besar yang terjadi pada bulan suci ini. Pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijrah, Rasulullah saw. memimpin Perang Badar al-Kubra. Saat itu pasukan Islam yang berjumlah 313 prajurit melawan kafir Quraisy yang berjumlah 1000 prajurit.

Pada bulan Ramadhan juga terjadi peristiwa penaklukan Kota Makkah atau Fath Makkah. Tepatnya terjadi pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 H yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. Penaklukan Kota Thaif juga terjadi pada bulan suci Ramadhan di bawah Panji Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw.

Bahkan pada bulan suci Ramadhan tanggal 15 1294 H juga terjadi Perang Yalhiz. Saat itu pasukan Khalifah Utsmani yang berjumlah 34.000 pasukan kaum Muslim melawan tentara kaisar Rusia berjumlah 740.000. Kemenangan di tangan kaum Muslim. Penaklukan kaum Tartar juga terjadi pada bulan Ramadhan. Khalifah al-Mu’tashim memenangkan Perang Khiththin untuk membela seorang Muslimah yang dilecehkan tentara Romawi. Penaklukan Syam oleh Shalahuddin al-Ayyubi dan kemenangan Panglima Nuruddin Zanki dari kaum salibis juga terjadi pada bulan Ramadhan.

Berbagai peristiwa perjuangan ini mestinya menjadi ibrah umat Islam untuk senantiasa menjaga spirit Ramadhan dengan berbagai aktivitas ketaatan kepada Allah yang positif, produktif dan kontributif. Jangan sampai Ramadhan justru diisi dengan aktivitas bermalas-malasan seperti tidur, menonton TV atau sekadar ngerumpi.

Ramadhan sebagai bulan perjuangan juga dibuktikan dalam sejarah. Bulan suci ini Allah tetapkan sebagai momen untuk mewujudkan misi agung yang krusial dua kali pada zaman Nabi saw. Tanggal 17 Ramadhan 2 H ditetapkan sebagai Yawm al-Furqan (Hari Penentuan), momen Perang Badar al-Kubra, yang menentukan kalah dan menangnya Islam. Jika kaum Muslim kalah, kaum Muslim pun habis, dan Islam pun tak akan ada lagi. Ini momen krusial pertama.

Betapa krusialnya momen ini tampak dari doa yang dipanjatkan oleh Nabi saw. pada malam Perang Badar al-Kubra itu. Ketika itu Nabi saw. berdoa kepada Allah SWT,   “Ya Allah, jika kelompok [yang sedikit ini] kalah maka setelah ini, Engkau tak akan pernah lagi disembah.”

Doa ini dipanjatkan oleh Nabi saw. di tengah malam. Diulang-ulang. Dengan tubuh bergetar. Hingga surban yang ada di pundak sebelah kanan Nabi saw. pun terjatuh ke tanah. Surban itu diambil oleh Abu Bakar. Abu Bakar yang ketika itu ada di belakang Nabi saw. pun merinding. Bulu kuduknya berdiri mendengarkan doa Nabi saw. yang dahsyat itu. Akhirnya, Abu Bakar berkata kepada beliau, “Cukup. Cukup, ya Rasulullah. Allah telah mendengar doamu.”

Momen krusial yang kedua juga ditetapkan oleh Allah untuk diwujudkan pada bulan Ramadhan yang agung ini. Tepatnya, 20 Ramadhan 8 H, ketika Nabi bersama 10,000 Sahabat melakukan Penaklukan Kota Makkah. Makkah bukan hanya tempat Baitullah, yang menjadi perhatian dunia, tetapi juga ibukota Emperium Arab, Quraisy. Ketika ibukota Emperium Arab, Quraisy ini jatuh ke tangan kaum Muslim, seluruh Jazirah Arab pun berbondong-bondong menyatakan ketun-dukannya kepada Negara Islam di Madinah, yang dipimpin oleh Nabi saw.

Setelah peristiwa Penaklukan Kota Makkah (Ramadhan 8 H), yang diikuti dengan Perang Hunain (Syawal 8 H), Nabi saw. kembali ke Madinah setelah terlebih dulu melaksanakan umrah. Lalu tahun 9 H, ada 70 kabilah dan suku dari seluruh Jazirah Arab menghadap Nabi saw. di Madinah sehingga tahun itu Nabi saw. tidak bisa menunaikan ibadah haji. Nabi menunjuk Abu Bakar sebagai Amirul Haj. Setelah Abu Bakar berangkat, QS at-Taubah turun kepada Nabi saw., yang dimulai tanpa Basmalah, tetapi kalimat yang tegas: Bara’atun minalLahi wa Rasulihi (Allah dan Rasul-Nya berlepas diri…). Ini menandai tak ada lagi kompromi dengan kekufuran.

Inilah dua misi krusial yang benar-benar luar biasa: Perang Badar al-Kubra dan Penaklukan Kota Makkah. Semuanya dilakukan oleh Nabi saw. atas titah Allah SWT pada  Bulan Ramadhan.

Mengapa Ramadhan dipilih oleh Allah untuk mewujudkan misi krusial tersebut? Tentu hal ini menandaskan bahwa Bulan Ramadhan bukan hanya berdimensi ritual, namun juga berdimensi perjuangan.

Ketiga: Ramadhan sebagai bulan al-Quran atau sering disebut sebagai syahrul al-Qur’an. Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Membaca al-Quran mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Terutama pada bulan suci Ramadhan. Selama bulan suci Ramadhan tentu bukan hanya sebatas membaca, namun juga harus diiringi dengan pemahaman dan penghayatan akan makna setiap ayat dan surah dalam al-Quran.

Untuk memotivasi kaum Muslim sekaligus kabar gembira, Allah akan melipatgandakan kebaikan setiap amalan pada bulan suci Ramadhan. Sebagai contoh saat kaum Muslim membaca al-Quran di bulan suci Ramadhan. Jika kaum Muslim membaca satu juz al-Quran kira-kira berjumlah 7000 huruf. Kalikan satu huruf dengan 10 kebaikan, dikalikan pahala 70 kewajiban maka akan menghasilkan  4.900.000 kebaikan. Jika satu kali saja al-Quran dikhatamkan selama bulan Ramadhan, akan didapat 147 juta kebaikan. Jika tiga kali akan didapatkan 441 juta kebaikan. Sungguh Allah melipatgandakan pahala setiap amal shalih pada bulan Ramadhan. Karena itu penting menjadikan Ramadhan sebagai ladang pahala. Bukan bulan untuk bermalas-malasan.

Yang diwajibkan dari al-Quran adalah mengamalkan isinya. Al-Quran berisi hukum dan ajaran yang meliputi semua aspek kehidupan manusia; baik untuk individu, keluarga, sosial, berbangsa dan bernegara. Itulah mengapa Allah menegaskan umat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah (QS al-Baqarah [2]: 208).

Pelaksanaan al-Quran sebagai refleksi ketaatan harus menyeluruh, baik dalam aspek individu maupun dalam aspek sistemik. Hukum-hukum individu bisa dijalankan secara individual. Adapun  secara sistemik harus dijalankan oleh negara seperti aspek ekonomi Islam, pendidikan Islam, sanksi pidana Islam, politik Islam dan aspek lainnya yang berkaitan dengan peradaban Islam.

Penting juga menjadikan Ramadhan sebagai kesempatan emas untuk kaum Muslim memikirkan kondisi kaum Muslim di negeri ini dan di belahan penjuru dunia ketika al-Quran tidak diterapkan secara kaffah. Saat ini kaum Muslim di seluruh dunia masih dalam kondisi terpinggirkan, terzalimi dan terjerat kemiskinan. Ramadhan adalah momen yang tepat untuk mencari akar masalah dan mencari solusi fundamental oleh seluruh kaum Muslim di dunia. Akar utama tidak lain adalah saat syariah Islam dicampakkan dan institusi penerapnya, Khilafah, diruntuhkan sejak 100 tahun lalu.

Akibat hilangnya syariah dan Khilafah, negeri ini juga tengah menghadapi berbagai kerusakan kehidupan akibat bercokolnya ideologi demokrasi sekuler liberal. Maraknya miras, pornografi dan pornoaksi telah menjerumuskan bangsa ini ke dalam kubangan perilaku amoral. Akibatnya, marak tindak kriminal, pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas, LGBT, perzinahan, pelacuran hingga tawuran. Entah sudah berapa nyawa melayang akibat kriminalitas yang disulut oleh tenggakan miras yang diharamkan oleh Allah.

Di sisi lain dakwah dikriminalisasi. Ulama dizalimi. Bahkan syariah Islam dituduh sebagai ajaran radikal.

Berbagai tragedi dan kezaliman kini tengah dihadapi oleh kaum Muslim di berbagai negara dari Palestina, Suriah, Irak, Myanmar hingga negara-negara Eropa. Tragedi Palestina berupa pembunuhan dan penjajahan atas kaum Muslim tentu bukan semata-mata masalah kemanusiaan, tetapi masalah akidah seorang Muslim. Dalam pandangan Islam, Tanah Palestina (Syam) adalah tanah milik kaum Muslim. Kaum Muslim di seluruh dunia adalah bersaudara. Satu kesatuan bagai satu tubuh. Jika sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakitnya.

Di tanah ini berdiri al-Quds, yang merupakan lambang kebesaran umat ini. Ia menempati posisi yang sangat mulia. Umat Islam jangan melupakan sejarah (Lihat: QS al-Anbiya [29]: 71-72).

Yang dimaksud dengan negeri di sini ialah negeri Syam  termasuk di dalamnya Palestina. Allah  memberkahi negeri itu karena kebanyakan nabi dilahirkan di negeri ini. Tanahnya pun subur. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR at-Tirmidzi).

Khalifah terakhir Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, mengatakan, “Sungguh aku tidak akan melepaskan Bumi Palestina meskipun hanya sejengkal…Tanah Palestina bukanlah milikku, tetapi milik kaum Muslim…Rakyatku telah berjihad untuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini…Hendaknya kaum Yahudi menyimpan saja jutaan uangnya…Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Selagi aku masih hidup, goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi.”

Oleh karena itu tidak berlebihan jika momentum bulan Ramadhan ini harus dijadikan juga sebagai bulan dakwah dan penyadaran. Maknanya adalah memberikan penyadaran kepada umat melalui berbagai cara dan media bahwa kondisi umat Islam di Indonesia dan seluruh yang penuh nestapa adalah karena tidak adanya lagi institusi yang mampu menerapkan al-Quran secara kaffah. Ramadhan harus menjadi tonggak bagi gerakan dakwah ideologis untuk kembali menyatukan umat dalam rangka berjuang menegakkan penerapan syariah kaffah.

Saatnya menjadikan Ramadhan sebagai momentum muhasabah dan dakwah keumatan untuk kembali menjadikan kaum Muslim sebagai umat terbaik yang bersatu dan bersaudara.  Islam adalah  agama damai yang memberikan rahmat bagi seluruh bangsa dan alam semesta. Islam adalah agama yang mendamaikan umat manusia dan kemanusiaan serta mengharamkan tindakan kekerasan apalagi terorisme.

Jika empat kekuatan umat bersatu saat bulan Ramadhan (kekuatan ketaatan, kekuatan doa, kekuatan dakwah dan kekuatan persatuan) digunakan untuk mewujudkan misi agung tegaknya syariah dan Khilafah, sebagaimana yang dititahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka empat kekuatan ini akan mengundang kekuatan kelima, yaitu pertolongan Allah SWT.

Dengan hati ikhlas penuh pengorbanan dan perjuangan, insyaallah pertolongan Allah SWT sangat dekat. Tidaklah sia-sia setiap pengorbanan di jalan dakwah dan perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah. Apalagi pada bulan suci Ramadhan. Sebabnya, Allah SWT akan memberikan pahala berlipat ganda sekaligus menurunkan pertolongan-Nya. Allah pun menyatakan:

وَكَانَ حَقًّا عَلَيۡنَا نَصۡرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٤٧

Kami selalu berkewajiban untuk menolong orang-orang yang beriman (QS ar-Rum [30]: 47).

 

WalLâh a‘lam bi ash-shawâb. [Dr. Ahmad Sastra]

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen + eight =

Back to top button