Analisis

Refleksi Isra‘ Mi’raj dan Pembebasan Palestina


Bulan Rajab sebagai salah satu Bulan Haram, diyakini sebagai bulan terjadinya peristiwa yang sangat agung, yakni Isra‘ dan Mi’raj. Peristiwa ini merupakan mukjizat yang Allah anugerahkan kepada kekasihnya, yakni Nabi Muhammad saw. Beliau diperjalankan dari Masjid al-Haram di Makkah ke Masjid al-Aqsha di Palestina, kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Peristiwa tersebut diabadikan oleh Allah SWT di dalam al-Quran (QS al-Isra‘ ayat 1 dan QS an-Najm ayat 13-18).

 

Pembebasan Palestina: Panggilan Keimanan

Tempat peristiwa Isra‘ Mi’raj, yakni Masjid al-Aqsha dan hampir seluruh wilayah Palestina, sejak puluhan tahun lampau hingga hari ini, masih dijajah oleh entitas zionis Yahudi. Bagi kita, umat Islam, upaya membebaskan Masjid al-Aqsha dan seluruh wilayah Palestina dari penjajahan, bukan sekadar masalah kemanusiaan, melainkan panggilan keimanan. Ada beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini.

Pertama: Masjid al-Aqsha adalah situs suci umat Islam. Masjid al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam sebelum Allah memindahkan arah kiblat ke Ka’bah di Makkah. Hal ini diabadikan Allah SWT di dalam al-Quran (QS al-Baqarah ayat 144). Karena itu membela dan berjuang membebaskan Masjid Al-Aqsha dari penjajahan merupakan wujud penghormatan terhadap tempat ibadah yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah dan identitas Islam.

Kedua: Allah SWT menyebut Masjid al­-Aqsha dan sekelilingnya, di antaranya Palestina, merupakan tanah yang diberkahi (QS al-Isra‘ ayat 1). Ini artinya, perjuangan pembebasan Palestina sama dengan membela wilayah yang telah dimuliakan dan diberkahi oleh Allah SWT.

Ketiga: Palestina adalah tanah milik kaum Muslim. Pembukaan (futuuhaat) wilayah Palestina oleh Khilafah Islamiyah dimulai pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Wilayah Palestina sebelumnya berada di bawah penguasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Wilayah ini berhasil dibebaskan oleh umat Islam pada tahun 637 Masehi atau bertepatan dengan tahun 15 Hijrah. Pada saat itu, kunci Baitul Maqdis diserahkan oleh Patriark Sophronius, seorang pemimpin agama Kristen Ortodoks di Yerusalem, kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Penyerahan ini terjadi setelah umat Kristen Yerusalem sepakat untuk menyerahkan kota secara damai kepada umat Islam, setelah pengepungan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Karena itu perjuangan pembebasan Palestina merupakan upaya mempertahankan tanah kaum Muslim yang direbut penjajah.

Keempat: Mengusir penjajah dari tanah kaum Muslim merupakan jihad yang diwajibkan oleh syariah Islam. Syariah Islam mewajibkan kaum Muslim untuk berjihad di jalan Allah SWT ketika negeri mereka dijajah dan dikuasai oleh kaum kafir (Lihat: QS al-Baqarah ayat 190). Karena itu perjuangan membebaskan Palestina adalah kewajiban umat Islam untuk membela agama, kehormatan dan hak umat Islam serta dalam rangka melawan kezaliman.

 

Kondisi Palestina Hingga Kini

Hingga saat ini, sekitar 78% dari wilayah Palestina telah dikuasai oleh Zionis Yahudi. Wilayah yang tersisa, yakni sekitar 22%, terdiri dari Tepi Barat dan Gaza, secara administratif dibagi menjadi wilayah yang dikendalikan oleh Otoritas Palestina (Tepi Barat) dan Hamas (Gaza).

Korban jiwa yang dibantai secara keji oleh entitas zionis Yahudi tidak terbilang banyaknya. Ada beberapa peristiwa yang dapat direkam yang menggambarkan begitu banyaknya korban dari umat Islam. Di antaranya “Perang (baca: pembantaian) 1948”, diperkirakan sekitar 13.000 warga Palestina syahid, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Pada Perang Enam Hari 1967, ada sekitar 20.000 warga Palestina syahid, banyak di antaranya adalah warga sipil. Berikutnya, dalam rentang waktu antara tahun 2000 hingga 2023, lebih dari 100.000 warga Palestina menjadi korban genosida. Terakhir, sejak 7 Oktober 2023 hingga kini, jumlah korban kejahatan genosida Yahudi di Gaza mencapai lebih dari 45.000 jiwa. Ini belum termasuk lebih dari 100.000 warga Palestina mengalami luka serius. Laporan UNICEF pada bulan Agustus 2024 menyebutkan bahwa sekitar 1,7 juta orang di Gaza dipindahkan ke wilayah seluas 48 kilometer persegi. Hal ini telah menciptakan kepadatan penduduk lebih dari 35 ribu orang di setiap kilometer persegi.

Bangunan rumah tempat tinggal, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya, sebagian besar roboh terkena bombardir. Hingga tahun 2024, sekitar 66% bangunan di Jalur Gaza telah mengalami kerusakan atau hancur akibat serangan militer entitas Yahudi. Dari total 163.778 bangunan yang rusak, sebanyak 52.564 bangunan hancur total, 18.913 mengalami kerusakan parah, 35.591 kemungkinan rusak, dan 56.710 terkena dampak sedang. Kota Gaza menjadi area dengan kerusakan terparah. Sebanyak 36.611 bangunan hancur.

Kerusakan ini menghasilkan sekitar 42 juta ton puing, yang menimbulkan risiko kesehatan signifikan bagi penduduk setempat. Kerusakan infrastruktur yang masif ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang mendalam. Ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan akses terbatas terhadap layanan dasar seperti air bersih, listrik, dan perawatan kesehatan.

 

Mengapa Palestina Belum Bisa Dibebaskan?

Permasalahan Palestina sesungguhnya merupakan persoalan hidup dan mati. Semakin lama Palestina dibiarkan tanpa ada yang membela, akan semakin banyak korban jiwa, semakin banyak orang-orang yang sakit hingga meregang nyawa, semakin banyak pengungsi yang kelaparan dan akan semakin panjang penderitaan umat Islam. Pertanyaannya, mengapa setelah puluhan tahun dijajah, Palestina belum juga bisa dibebaskan?

Secara umum ada permasalahan internal dan eksternal yang dihadapi umat Islam. Pertama: Secara internal, umat Islam mengalami permasalahan yang sangat serius. Mereka terpecah-belah di beberapa negara-bangsa (nation state) yang lemah. Umat Islam yang dulu bersatu dalam kesatuan politik dan militer di bawah naungan Khilafah, kini terkerat-kerat menjadi sekitar 57 negara-bangsa. Apalagi negeri-negeri Islam tersebut mengalami fragmentasi politik dan kepentingan. Akibatnya, kesatuan visi dan langkah dalam membela Palestina sulit diwujudkan. Bagaimana bisa membebaskan Palestina jika antar negeri Muslim terlibat konflik satu sama lain?

Secara internal para penguasa negeri-negeri Muslim juga salah dalam metode memerdekakan Palestina. Tidak sedikit mereka yang mengusulkan solusi yang batil, yakni solusi dua negara (two state solution), yakni satu untuk rakyat Palestina dan satu lagi untuk entitas zionis Yahudi. Konsep ini bukan hanya batil, melainkan juga menyakiti dan mengkhianati umat Islam seluruh dunia. Bagaimana bisa penjajah diberi lahan yang sejatinya milik umat Islam?

Di antara hal lain yang menghambat pembebasan Palestina adalah pengkhianatan para penguasa negeri Muslim. Ada sekian banyak negara yang mayoritas beragama Islam justru menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Mesir, misalnya, menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi sejak Perjanjian Damai Camp David pada tahun 1978. Yordania menandatangani perjanjian damai dengan entitas Yahudi pada tahun 1994. Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi pada tahun 2020 melalui Kesepakatan Abraham. Sudan setuju untuk menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi pada tahun 2020. Maroko menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi pada tahun 2020. Turki sejak tahun 1949 menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Bosnia-Herzegovina menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi sejak 31 Agustus 1997. Kosovo menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi sejak 4 September 2020. Pertanyaannya, bagaimana bisa umat Islam mengusir entitas zionis Yahudi dari tanah Palestina, sementara pada saat yang bersamaan mereka bermesraan dengan negara penjajah?

Kedua: permasalahan ekternal. Di antara faktor penyebab negara entitas Yahudi tetap bertahan menjajah Palestina adalah karena didukung oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, baik dalam bentuk bantuan militer, ekonomi maupun diplomasi. Ini memperkuat posisi negara entitas zionis Yahudi itu dalam mempertahankan penjajahannya.

Lembaga internasional yang paling powerfull pengaruhnya di dunia, yakni United Nations (Perserikatan Bangsa-bangsa/PBB), juga pada posisi mendukung entitas Yahudi. Pada 29 November 1947, Majelis Umum PBB, misalnya, mengesahkan Resolusi 181. Resolusi ini mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara: satu negara Yahudi dan satu negara Arab, dengan Yerusalem menjadi wilayah internasional di bawah pengawasan PBB. Dalam rencana ini, 56% wilayah Palestina diberikan kepada negara Yahudi meskipun pada saat itu populasi Yahudi hanya sekitar sepertiga dari total penduduk Palestina. Berikutnya, pada 14 Mei 1948, PBB juga memberikan dukungannya kepada negara entitas zionis tersebut ketika mereka secara sepihak memproklamasikan kemerdekaannya, dengan mengacu pada dukungan internasional yang diberikan melalui Resolusi 181. PBB kemudian menerima entitas Yahudi sebagai anggota penuh pada 11 Mei 1949 melalui Resolusi 273. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-bangsa mustahil mengeluarkan kebijakan yang mengusir Yahudi dari Palestina karena mereka didukung habis-habisan oleh PBB.

 

Membutuhkan Khilafah

Dari berbagai fakta dan permasalahan yang ada, keberadaan institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah bukan sekadar wajib, melainkan sangat dibutuhkan. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di seluruh dunia, yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebagai kepemimpinan umum bagi kaum Muslim sedunia, Khilafah bertanggung jawab melindungi umat dari penindasan dan melindungi wilayah kaum Muslim di manapun dari penjajahan.

Dalam sejarah, Khilafah memainkan peran penting dalam upaya melindungi umat Islam, termasuk melindungi tanah kaum Muslim dari upaya pencaplokan oleh Zionis Yahudi. Bahkan ketika Khilafah Islam sudah mulai lemah, yakni pada tahun 1896, pimpinan Zionis, Theodor Herzl mengirimkan perwakilannya untuk bertemu dengan Sultan Abdul Hamid II. Dia menawarkan imbalan besar jika Yahudi diizinkan membeli tanah di Palestina untuk mendirikan negara Yahudi. Pada saat itu, Khalifah Abdul Hamid II dengan tegas menolak permintaan Zionis tersebut. Ia menyatakan bahwa tanah Palestina adalah tanah milik umat Islam yang tidak boleh dijual kepada siapa pun. Dalam lintasan sejarah, Palestina sebagai bagian dari wilayah kaum Muslim, dilindungi oleh kekuatan Khilafah, seperti Khilafah Umayah, Abbasiyah dan Utsmaniyah. Ketika Khilafah runtuh pada 1924, umat Islam kehilangan institusi politik yang mampu melindungi dan memperjuangkan hak-hak mereka di Palestina.

Keberadaan Khilafah sebagai institusi politik tentu akan dapat menyatukan kekuatan negeri Muslim yang kini terpecah-belah; menyatukan kekuatan militer, politik dan ekonomi umat Islam untuk mengusir penjajahan Zionis Yahudi. Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., tahun 637 M (15 H), dengan kekuatan politik dan militer yang kokoh, di bawah komando Khalifah, wilayah Palestina dapat dibebaskan dari cengkeraman Kekaisaran Byzantium Romawi. Ketika Baitul Maqdis dijajah tentara salib Kristen selama sekitar 88 tahun, pada tahun 1187 M, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi juga dengan kekuatan politik dan militer, dapat kembali membebaskan Baitul Maqdis dari penjajahan.

Oleh karena itu, pembebasan Palestina saat ini pun hanya mungkin dilakukan dengan persatuan kaum Muslim seluruh dunia, juga dengan kekuatan politik dan militer yang kokoh. Hal itu akan terwujud jika ada khilafah di tengah-tengah kaum Muslim.

 

Refleksi Isra‘ Mi’raj dan Pembebasan Palestina

Peristiwa Isra‘ Mi’raj Nabi Muhammad saw, bukan hanya membawa pesan kewajiban shalat lima waktu, melainkan membawa beberapa pesan penting. Di antaranya:

Pertama, ketika Nabi Muhammad saw. diberi kesempatan untuk menjadi imam shalat bagi para nabi yang berbeda bangsa dan warna kulit, hal tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah pengakuan dan penyerahan kepemimpinan dunia dari para nabi terdahulu, termasuk dari kalangan Bani Israil kepada Nabi Muhammad saw. sebagai penghulu para nabi. Peristiwa tersebut juga menjadi simbol kesatuan umat Islam seluruh dunia di bawah kepemimpinan umat Islam. Peristiwa ini sekaligus menjadi pertanda bahwa Baitul Maqdis dan wilayah Syam akan menjadi bagian dari kekuasaan Islam karena tuan rumahlah yang berhak menjadi imam. Karena itu sudah selayaknya umat Islam kembali memimpin dunia dan membangun peradaban yang agung, yang fondasinya telah dibangun oleh Rasulullah saw dan diteruskan para Khalifah setelahnya. Peradaban ini akan membebaskan manusia dari penindasan dan penjajahan.

Kedua, ketika Nabi Muhammad saw. ditawari dua buah pilihan oleh Malaikat Jibril as., untuk memilih gelas berisi air susu atau gelas berisi khamr’. Saat itu, Nabi Muhammad dengan mantap memilih susu. Beliau dengan tegas mengambil sesuatu yang halal seraya mengabaikan perkara yang haram. Lalu Jibril as merespon sambil berkata, “Kamu telah membimbing menuju fitrah. Kamu telah membimbing umatmu.” Fragmen ini sesungguhnya menandakan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. untuk memimpin dunia selepas kepemimpinan Bani Israil adalah ajaran fitrah, yang memiliki kebaikan dan kemaslahatan bagi umat manusia. Karena itu umat Islam harus meyakini dan percaya diri, bahwa Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, yang ketika diterapkan di tengah masyarakat akan membawa kebaikan bukan hanya bagi orang Islam, melainkan bagi seluruh umat manusia.

Ketiga, peristiwa Isra‘ Mi’raj terjadi sebelum hijrah dan pendirian masyarakat Islam di Madinah. Kita mengetahui bahwa peristiwa Isra‘ Mi’raj menjadi ujian keimanan bagi orang-orang yang beragama Islam. Mereka dicemooh oleh orang-orang kafir sambil menyebut nabinya telah berdusta karena mengisahkan peristiwa yang mereka anggap mustahil terjadi. Ada sebagian umat Islam yang terpengaruh, tetapi sebagian umat Islam semakin kokoh keimanannya. Peristiwa ini sejatinya menjadi ujian dan seleksi keimanan. Hal ini karena selayaknya orang yang akan menopang masyarakat Islam di Madinah hanya orang-orang yang kokoh keimanannya.

Saat ini pun umat Islam di seluruh dunia, khususnya para pejuang Islam, termasuk umat Islam di Palestina, tidak kurang-kurang mengalami ujian yang mengguncangkan keimanan, tetapi mereka tetap kokoh menggenggam ke­imanannya. Semoga merekalah yang kelak akan menjadi tulang punggung tegaknya Khilafah Islam yang akan membebaskan negeri kaum Muslim, khususnya Palestina dari penjajahan. Aamiin yaa AlLaah. [Luthfi Afandi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen + twelve =

Back to top button