Dari Redaksi

Khutbah Arafah: Betapa Berharga Nyawa Seorang Muslim!

Islam adalah agama yang sangat menghargai nyawa manusia. Terbukti bagaimana Rosulullah saw. saat khutbah di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke-10 Hijrah. Saat melaksanakan ibadah haji yang dikenal dengan haji wada (perpisahan), karena tidak lama kemudian Rasulullah saw. wafat, beliau menyampaikan khutbahnya di Padang Arafah, antara lain, “ Sungguh darah dan harta kalian haram (suci), seperti sucinya hari kalian ini, di negeri kalian ini, dan pada bulan kalian ini.” (HR Muslim).

Tidaklah mengherankan dalam Islam, perkara menyakiti seseorang, menumpahkan darahnya, apalagi membunuh dirinya, diberikan sanksi yang berat dan tegas. Dalam perkara pembunuhan, siapapun yang terbukti bersalah membunuh seorang manusia  akan dikenai hukuman qishash, yaitu hukuman mati! Di dalamnya ada kehidupan bagi orang-orang yang mau berpikir! Allah SWT berfirman (yang artinya): Dalam hukum qishash itu ada (jaminan keberlangsungan) hidup bagian kalian (TQS al-Baqarah [2]: 179).

Terkait ayat di atas, dalam tafsirnya Imam Ibnu Katsir menjelaskan: Allah SWT berfirman bahwa di dalam pensyariatan hukum qishash bagi kalian, yakni menghukum mati si pembunuh, terkandung hikmah yang besar, yaitu jaminan kelangsungan hidup dan pemeliharaan nyawa. Sungguh seseorang itu, jika tahu (bahwa jika dia membunuh seseorang akan dikenai hukuman mati), niscaya dia akan mencegah dirinya dari melakukan niatnya itu. Di dalam peraturan ini terkandung jaminan kelangsungan hidup bagi jiwa manusia.” SubhanalLaah.

Pentingnya nyawa manusia dalam Islam ini bukan sekadar masalah filosofis. Islam juga menurunkan syariah-Nya yang rinci sebagai thariiqah (metode) untuk menjaga nyawa manusia ini. Dalam hal ini penerapan hukum qishash dalam perkara pembunuhan. Dalam penerapan hukum ini , peran negara sangat penting. Negara (Khilafah) yang diwakili oleh Khalifah adalah penanggung jawab utama dalam menjaga nyawa manusia ini. Khilafah pula yang mengadili dan memberikan keputusan hukum yang adil dalam perkara pembunuhan.

Dalam Islam, Khilafah tidak boleh membiarkan pembunuhan terjadi tanpa ada sanksi yang tegas meskipun itu satu nyawa! Sebabnya, dalam Islam, sebagaimana Hadis Rasulullah saw., “Sungguh lenyapnya dunia lebih ringan di sisi Allah SWT daripada pembunuhan seorang Muslim.

Rasulullah saw. pun langsung mempraktikkan hal ini. Sebagai penguasa Daulah Islam di Madinah, Rasulullah saw.  memberikan sanksi tegas kepada orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ yang mengeroyok hingga mati seorang laki-laki Muslim. Pasalnya laki-laki Muslim ini menikam seorang Yahudi yang menodai kehormatan seorang Muslimah di pasar Yahudi Bani Qainuqa’. Rasulullah saw. mengepung orang-orang Yahudi ini. Awalnya, Rasulullah saw. memutuskan untuk membunuh seluruh orang Yahudi. Namun, karena kasih saying beliau, akhirnya diputuskan untuk hanya mengusir seluruh orang Yahudi itu dari Madinah.

Tanggung jawab penguasa ini dilanjutkan oleh para khalifah yang menjadi penguasa negara Khilafah setelah Rasulullah saw. wafat. Di antaranya dicatat dalam tinta emas sejarah Islam, bagaimana Khalifah al-Mu’tashim Billah menaklukkan wilayah Ammuriah (wilayah Turki ) yang saat itu dikuasai oleh pasukan adidaya Romawi. Futuuhaat ini tidak bisa dilepaskan dari teriakan minta tolong seorang Muslimah yang dinodai pasukan Romawi. Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah al-Mu’tashim Billah dengan ungkapan yang legendaris yang terus terngiang dalam telinga seorang Muslim: “Waa Mu’tashimaah!” (Di mana engkau, wahai Mutashim? Tolonglah aku!) Sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Kota Ammuriah (Turki). Panjangnya barisan tentara Khilafah ini tidak putus dari gerbang Istana Khalifah di Kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki). Begitu besarnya pasukan yang dikerahkan oleh khalifah. Tercatat dalam sejarah: 30 ribu pasukan Romawi terbunuh dan 30 ribu lainnya ditawan.

Keberadaan Khilafah sebagai pelindung (al-Junnah), penjaga utama kemuliaan nyawa dan kehormatan Muslim, inilah yang saat ini hilang di tengah-tengah umat. Karena itu  meskipun sudah lebih dari 36 ribu umat Islam menjadi syuhada di Gaza akibat kebrutalan entitas penjajah yahudi yang didukung Amerika, saat ini tidak ada seorang penguasa Muslim pun bergerak membebaskan Gaza. Saat ini entitas penjajah Yahudi sedang bersiap-siap untuk melakukan lanjutan genosida menghabisi penduduk Rafah yang sudah tersudut di selatan Gaza. Karena itu berbicara tentang perlindungan terhadap nyawa umat Islam, pembebasan Palestina dan negeri-negeri Islam lainya yang ditindas, tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan umat akan negara Khilafah ‘ala Minhaaj an-Nubuwwah.

Salah satu pesan khutbah Rasulullaah di Arafah di atas seharusnya menjadi perhatian utama para penguasa Muslim, termasuk kaum Muslim yang menunaikan ibadah haji. Yang terjadi malah sebaliknya. Penguasa Saudi malah melarang para jamaah haji untuk bicara politik. Padahal jelas-jelas khutbah Rasulullah saw. di Arafah bukan hanya bicara ibadah mahdhah (ritual). Beliau juga bicara tentang pentingnya nyawa dan kehormatan umat Islam yang dalam praktiknya ditunjukkan dengan keberadaan penguasa (khalifah) yang melindungi rakyatnya. Tentu ini masalah politik.

Penguasa Saudi, juga para penguasa Arab lainnya, saat ini dilanda ketakutan yang luar biasa. Mereka melarang rakyatnya untuk bicara politik termasuk masalah Palestina. Perkara yang jelas-jelas tidak bisa dilepaskan dengan masalah politik. Diamnya penguasa negara-negara Arab dan negeri Islam lainnya telah memperkuat kesadaran umat bahwa para penguasa mereka sesungguhnya adalah penguasa pengkhianat. Keberadaan penguasa ini bukanlah untuk melayani rakyat, melindungi umat Islam, termasuk nyawa kaum Muslim. Mereka malah menjadi ‘irondome’ yang paling dekat untuk melindungi eksistensi entitas penjajah Yahudi.

Negara imperialis Barat  juga sama takutnya dengan munculnya kesadaran umat tentang kegagalan sistem internasional ala Kapitalisme yang diwakili PBB. Juga menguatnya kesadaran umat bahwa sistem negara-bangsa, terutama di Arab, lahir dari rahim kolonialisme (Sykes-Picot), yang telah memperlemah umat Islam dan menghalangi persatuan umat. Kondisi ini akan semakin membangun kesadaran umat tentang kebutuhan akan sistem politik baru yang akan melebur sekat-sekat negara-bangsa di bawah naungan Khilafah ‘alaa minhaaj an-Nubuwwah.

AlLaahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × one =

Check Also
Close
Back to top button