Dunia Islam

Pembiaran Gaza dan Hakikat Iran

Iran merupakan negara nasional yang penuh dengan rasisme. Iran memiliki karakter nasionalis dan ambisi regional. Sistem republik di Iran merupakan prinsip kebijakan negara. Iran, antara politik dan mazhab, menjadikan kemanfaatan (utilitarianisme) sebagai standar untuk tindakan-tindakannya sebagaimana keadaan tabiat negara sekuler. Dari sisi lain, Iran menjadikan sektarianisme sebagai usluub untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Ambisi regional Iran merupakan manifestasi dari kepentingan-kepentingan ini.

Begitulah, dengan ideologi hibrida (gabungan) ini, Iran dinilai sebagai negara non-ideologis. Tidak diragukan lagi, Iran berada di bawah pengaruh negara-negara ideologis terkemuka lainnya di dunia. Ini artinya, Iran, dalam klasifikasinya, dapat dinilai sebagai negara yang beredar di orbit Amerika dan hampir mendekati keagenan, sama seperti Turki di bawah Erdogan. Hal ini dapat diperhatikan oleh mereka yang mengikuti kebijakannya.

Adapun dari sisi ambisi regionalnya dan tindakan-tindakan politiknya di kawasan secara langsung dan tidak langsung melalui wakil-wakilnya, maka salah jika ditafsirkan tanpa mempertimbangkan kebijakan Amerika, yang memiliki kepemimpinan global. Setelah Amerika keluar dari politik isolasi Perang Dunia II, Amerika mempersiapkan diri menjadi imperialism baru. Amerika datang ke Dunia Islam dengan banyak cara.

Pertama: Amerika mengadopsi cara-cara yang memiliki karakter nasionalistis yang di dalamnya berfokus pada slogan-slogan nasionalisme: “penghapusan penjajahan”, “hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri”,dll Amerika juga menggunakan agen-agennya untuk mengobarkan gerakan revolusioner nasionalis melawan penjajah Eropa (penjajah lama). Amerika berhasil melakukan hal tersebut dengan memfokuskan kebijakannya pada kudeta militer dan bersandar pada para penguasa militer yang kuat (seperti di Mesir dan Suriah) selama periode 50-an, 60-an, dan 70-an, abad yang lalu.

Amerika menambahkan cara baru dalam imperialismenya. Amerika menggunakan cara-cara yang memiliki karakter religius yang sejalan dengan doktrin imperialismenya (pemisahan agama dari negara). Amerika mulai mengadopsi “menjadikan syariah sebagai pemutus (tahkîm asy-syarî’ah)” dan slogan-slogan islami. Dalam kerangka kebijakan Amerika ini, terjadi Revolusi Iran. Lalu lahirlah apa yang disebut dengan “Republik Islam Iran”. Perasaan kaum Muslim yang menginginkan berhukum pada syariah islamiyah pun bersimpati pada Republik Islam Iran ini. Saat itu kaum Muslim menganggap bahwa Iran sebagai model baik untuk Dunia Islam.

Begitulah. Amerika menemukan keinginannya pada Iran untuk mencapai sejumlah tujuan besarnya yang melayani eksistensi dan ambisinya. Sebaliknya, Iran menemukan keinginannya pada Amerika untuk membawa dirinya dengan tangannya ke wilayah tersebut. Iran pun menikmati dukungan Amerika yang memenuhi ambisi regionalnya!

Adapun tujuan-tujuan Amerika, di antaranya sebagai berikut:

  • Perang terhadap Islam. Hal itu dengan jalan menyulut konflik sektarian, menimbulkan perselisihan dan keretakan di tengah kaum Muslim, mengalihkan pikiran kaum Muslim dari tabiat konflik yang hakiki antara Islam dan kekufuran. Termasuk menyibukkan kaum Muslim dari isu Palestina dengan konflik sektarian ini.
  • Menggunakan kartu Islam moderat untuk menarik perasaan kaum Muslim agar berjalan mengikuti agen-agennya yang bersembunyi di balik kedok Islam, seperti yang terjadi pada revolusi Khomeini. Hal ini untuk menjauhkan kaum Muslim dari proyek Islam politik yang menyerukan penegakan Daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj
  • Menggunakan Iran secara militer sebagai “orang-orangan sawah” untuk memeras negara-negara Teluk secara ekonomi; sekaligus sebagai momok untuk mempertahankan negara-negara Eropa agar tetap berada dalam dekapan masa depan kebijakan Amerika.

 

Harmonisasi Amerika-Iran

Berdasar ritme inilah terjadi keharmonisan antara Amerika dan Iran. Amerika mengabdikan kebijakannya untuk mendukung kelompok minoritas demi kepentingan kelompok minoritas, termasuk para pengikut Iran. Hal itu membantu tumbuhnya sektarianisme di Irak, Suriah, Lebanon, negara-negara Teluk, dan baru-baru ini di Yaman.

Terkait Yaman: Amerika telah berkontribusi besar bersama Iran dalam mendukung Houthi di Sha’adah, yang terletak di Yaman utara. Dengan dalih kebebasan dan gagasan minoritas, Amerika menghalangi kehancuran rezim Ali Saleh (agen Inggris) yang berusaha untuk melikuidasi mereka.

Terkait Irak: Amerika tidak akan menduduki dan merampas Irak tanpa bantuan hakiki dari Iran, para penguasa Iran, partai-partainya Iran di Irak, dan seluruh pemimpin keagamaan dan non-keagamaannya. Muhammad Ali Abthahi, mantan Wakil Presiden Iran, mengatakan pada konferensi “Teluk dan Tantangan Masa Depan” pada tanggal 15 Februari 2004: “Seandainya tanpa dukungan Iran, Amerika tidak akan mampu menduduki Irak dengan mudah ini.”

Terkait Afganistan: Rezim Iran membantu Amerika dengan kuat dalam perangnya terhadap kaum Muslim. Hasyimi Rafsanjani, mantan Presiden Iran, mengatakan kepada Surat Kabar Asy-Syarqu al-Awsath pada 9/2/2002 M: “Pasukan Iran memerangi Thaliban dan berkontribusi dalam mengalahkan mereka. Jika pasukan mereka tidak membantu memerangi Thaliban, niscaya Amerika akan tenggelam dalam kekacauan di Afganistan.”

 

Hakikat Konflik Iran vs Entitas Yahudi

Salah satu pesaing ambisi regional Iran adalah eksistensi entitas Yahudi. Mereka saling berbagi peran atas ambisi regional dan dukungan logistik yang sama. Republik Iran dan entitas Yahudi tidak lain hanyalah dua polisi yang tidak melewati garis merah kebijakan Amerika. Keduanya ingin menjadi yang terbaik di mata Amerika. Seandainya Iran jujur dalam klaimnya niscaya Iran menerapkan sistem Islam di wilayahnya dan bukan sistem republik (sekuler).

Begitulah. Iran mengeksploitasi kedok Islam moderat sebagai sebuah manifestasi dalam upayanya mengambil solusi-solusi yang memungkinkan Iran mencegah perluasan entitas Yahudi di wilayah tersebut dengan mengorbankan ambisi regionalnya, dan untuk menghentikan entitas Yahudi hingga batas kemampuannya. Oleh karena itu, Iran mendorong perlawanan Palestina agar tetap kuat secara kualitas sebagai wasilah yang hanya dijadikan batu sandungan untuk menghambat ekspansi entitas Yahudi.

Inilah ringkasan konflik antara Iran dan entitas Yahudi. Pertarungan persaingan untuk mengokohkan eksistensi. Bukan yang lain.

Ya Allah, percepatlah lenyapnya para penguasa jahat dan segerakan untuk kami tegaknya Al-Khilaafah ar-Raasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Ustadz Ramzi Rajih]

[Dikutip dari sumber: https://www.al-waie.org/archives/article/19225]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

7 − 2 =

Back to top button