
Ustadz HM Ismail Yusanto: Khilafah Pasti Tegak Kembali
Pengantar:
Khilafah sesungguhnya telah menjadi isu global, khususnya di Dunia Islam. Mengapa ini bisa terjadi? Apa penyebabnya? Mungkinkah Khilafah global bisa tegak kembali? Bagaimana peluangnya? Bagaimana pula caranya? Apa yang mesti dilakukan umat Islam sedunia dalam menyongsong tegaknya kembali Khilafah?
Itulah di antara pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada Cendekiawan Muslim, Ustadz H. M. Ismail Yusanto dalam wawancara kali ini. Di bawah ini adalah hasil wawancaranya,
Ustadz, opini tentang menegakkan kembali Khilafah semakin meluas di seantero dunia. Namun tantangannya juga banyak. Mengapa Barat menolak tegaknya kembali Khilafah?
Barat tahu persis, satu-satunya kekuatan yang bakal menghentikan hegemoni dan dominasi Barat atas dunia ini adalah Islam. Bukan sembarang Islam, tentu saja, melainkan Islam politik melalui tegaknya kembali Khilafah. Bagaimana mereka bisa tahu? Karena Barat juga mengkaji Islam. Banyak pusat studi Islam di Barat didirikan di berbagai universitas maupun lembaga riset resmi milik negara. Di dalamnya terdapat banyak ahli Islam, tetapi bukan Muslim. Dari hasil pengkajian, mereka tahu di mana letak kekuatan umat Islam dunia. Sejarah dunia juga membuktikan, Khilafah telah berhasil mewujudkan sebuah peradaban hebat berbilang abad lamanya saat Barat justru hidup dalam keterbelakangan.
Setelah pada tahun 1924 berhasil menghancurkan Khilafah Utsmani, mereka juga tahu bahwa umat saat ini tengah berjuang keras mewujudkan kembali payung Dunia Islam itu. Mereka tahu, jika Khilafah tegak, berakhirlah dominasi dan hegemoni mereka, khususnya atas Dunia Islam. Berakhir pula masa pesta-pora mereka mengeruk keuntungan SDA dan seluruh potensi ekonomi negeri-negeri Muslim. Berakhir keleluasaan mereka membodohi dan menzalimi umat Islam, serta menundukkan Dunia Islam di bawah kekuasaan mereka. Berganti, merekalah yang harus tunduk pada Dunia Islam. Tentu itu semua tak mereka kehendaki.
Maka dari itu, mereka akan berusaha menghalangi kebangkitan Islam. Raksasa Dunia Islam yang kini sedang lelap tertidur harus dibuat tetap tidur. Kalau bisa, untuk selamanya.
Apa yang biasa dijadikan “dalil” oleh Barat untuk memonsterisasi Khilafah?
Banyak. Di antaranya, tegaknya Khilafah akan memberangus keberagaman umat beragama. Ini ‘dalil’ ngawur. Semua orang tahu, Islam sangat menghargai keragaman atau pluralitas. Dalam sejarahnya, Islamlah agama yang sangat bisa menjaga pluralitas itu. Lihatlah apa yang terjadi di sepanjang peradaban Islam. Hidup damai sejahtera orang-orang non-Muslim. Ketika Islam menguasai Spanyol, disebut Espanyol in three religions, karena selama lebih dari 700 tahun di bawah Islam, hidup damai sejahtera orang Yahudi dan Nasrani. Karen Armstrong menulis, ‘The jews enjoyed their golden age under Islam in Andalusia.”
Namun, semua kebaikan itu hancur ketika Katolik menguasai Spanyol. Bukan hanya Muslim, orang-orang Yahudi pun terusir dari wilayah yang telah memberikan rasa aman berbilang abad lamanya. Kemudian, lagi-lagi mereka mendapatkan tempat perlindungan dari umat Islam. Muhammmad al-Fatih-lah yang melakukan putusan penting itu. Melindungi mereka di Bukit Galata, Istanbul. Di sana mereka beranak-pinak, hingga sekarang. Jadi, dari mana mereka bisa mengatakan bahwa Khilafah akan memberangus keragaman agama?
Selain itu, ini ‘dalil’ yang paling sering mereka katakana, bahwa tegaknya Khilafah akan menimbulkan perang dan konflik berkepanjangan. Ini dalil aneh. Sekarang saja, tanpa Khilafah, konflik dan perang terjadi di mana-mana. Lihatlah di Rohingya, Palestina dan Ukraina. Sebelumnya juga terjadi di Irak, Afganistan, Iran, Vietnam, Korea, bahkan juga Perang Dunia. Apakah itu semua ditimbulkan oleh Khilafah?
Negara-negara kapitalis penjajahlah yang harus ditunjuk sebagai biang dari segala kekisruhan itu. Mengapa tudingan itu diarahkan pada Khilafah? Khilafah hadir justru untuk mencegah kezaliman itu berlangsung terus. Siapa yang bisa menghentikan kezaliman-kezaliman itu jika bukan kekuatan global yang kuat dan adil? Itulah Khilafah.
Instrumen apa dan siapa yang dipakai Barat untuk melancarkan propagandanya?
Ada 4 instrumen yang biasa dipakai Barat untuk melancarkan propagandanya, yakni instrumen politik, ekonomi dan opini, serta kelembagaan dunia.
Secara politik, Barat berusaha menghalangi tegaknya Khilafah melalui para penguasa di negeri Muslim. Penguasa antek Barat itu, seperti terlihat ini hari di berbagai negeri Muslim, termasuk Indonesia, bisa bertindak dengan sangat efektif untuk mencegah tegaknya Khilafah di negeri itu. Termasuk membuat kontra opini tentang Khilafah yang mungkin telah berkembang di negeri itu. Jika secara politik pemimpin itu tidak bisa menjalankan misi ini, apalagi terbukti malah mendukung segala yang serba Islam seperti yang terjadi di Aljazair dan Mesir, maka Barat tak segan untuk menggulingkan mereka.
Barat juga menggunakan instrumen ekonomi. Barat menggelontorkan dana yang sangat besar kepada siapa saja, baik itu negara maupun lembaga swasta, untuk turut serta dalam propaganda ini. Tak sedikit LSM di negeri ini menerima dana dari negara-negara Barat dengan aneka cover program seperti terkait plularisme, demokrasi, gender dan lainnya. Departemen Luar Negeri AS dan USAID, misalnya, menunjuk pelaksana penyaluran dana dan kontak dengan berbagai LSM dan para individu di negeri-negeri Muslim. Di antaranya The National Democratic Institute (NDI), The Asia Foundation (TAF) dan The Center for Study of Islam and Democracy (CSID). NDI sangat aktif di awal reformasi dalam turut merancang berbagai langkah, termasuk dalam penyusunan berbagai RUU, yang menentukan arah reformasi.
Lalu secara opini, dengan jaringan media yang mereka miliki, Barat terus membombardir dunia dengan opini tentang buruknya terorisme, radikalisme dan fundamentalisme yang mengarah pada Islam. Instrumen ini diperkuat oleh kelembagaan dunia, seperti PBB dan organ-organ di bawahnya, yang mereka kuasai untuk melancarkan opini yang mereka maui. Lembaga-lembaga seperti Rand Corporation memegang peranan penting dalam memberikan arah propaganda. Daniel Pipes, tokoh utama Rand, mengatakan, “Tujuan jangka pendek dari perang ini haruslah untuk menghancurkan Islam militant. Namun, tujuan jangka panjang dari perang ini adalah modernisasi Islam.”
Bagaimana upaya Barat agar isu monsterisasi Khilafah ini menjadi isu global?
Barat gencar melakukan politik labelling (pelabelan), kemudian monsterizing atau monsterisasi; seolah semua orang atau kelompok yang dilabeli radikal apalagi teroris sebagai membahayakan tatanan global. Harapannya, dengan itu, umat Islam, juga umat selain Islam, menjadi takut dan menjauh dari Islam. Islam yang dimaksud di sini tentu bukan Islam dalam arti umum. Namun, Islam yang menolak sekularisme, liberalisme, kapitalisme, termasuk komunisme serta dominasi asing dan aseng, serta menginginkan tegaknya syariah kaaffah dan Khilafah.
Khilafah sebagai ajaran Islam, yang menurut para ulama merupakan min a’zham al-wajibaat (bagian dari kewajiban yang agung), menjadi sasaran utama penggambaran sebagai monster atau demon (setan, iblis atau hantu) yang jahat (evil) dan kejam (cruel). Tujuannya tentu agar publik menjauhi ide khilafah. Dengan begitu upaya sekularisasi kaum Muslim dapat terus terwujud dan kebangkitan Islam politik tak terjadi.
Lalu Barat melakukan operasi pembusukan ide khilafah melalui pembentukan ISIS, sebagaimana diakui oleh mantan Menlu AS, Hillary Clinton. Katanya, AS-lah yang membentuk dan mendanai ISIS, melalui sebuah operasi Sarang Lebah. Di dalamnya ada keterlibatan Israel. Pada tahun 2105, pimpinan ISIS yang ditangkap di Irak ternyata seorang kolonel aktif di militer Israel. Namanya Yusi Oulen Shahak di Brigade Golani tentara rezim Zionis dengan kode Re34356578765az231434. Beberapa militan ISIS yang ditangkap juga mengaku bahwa agen-agen Israel dari Mossad, juga badan spionase Israel lainnya, berperan dalam gelombang pertama serangan ISIS di Irak dan perampasan Kota Mosul di musim panas 2014. Selain untuk mencitraburukkan khilafah, operasi ini juga bertujuan untuk menghimpun para pemuda Islam yang bersemangat dalam perjuangan ke dalam apa yang mereka katakan sebagai Kekhalifahan. Setelah terhimpun, lalu mereka dilumat habis.
Bagaimana Barat mengkondisikan agar negara-negara di dunia ikut dengan opininya, menyuarakan penolakan Khilafah?
Barat memaksa negara-negara di dunia untuk selalu berpihak kepada mereka, seperti ketika dulu setelah terjadi tragedi 911, Presiden Bush bilang, ‘either you are with us or with terrorist”. Siapa saja yang tak mau bersama Barat akan dianggap pro Islam dan dipastikan nasib kekuasaannya tak akan lama.
Bagaimana upaya untuk mengaburkan dan menguburkan sejarah keemasan masa Khilafah?
Meski tidak mudah, Barat terus berusaha mengaburkan dan menguburkan sejarah gemilang Khilafah. Mereka tahu sejarah itu sangat penting. Selain melalui para intelektual mereka sendiri, usaha itu juga dilakukan melalui banyak intelektual Muslim. Di antaranya yang sangat terkenal adalah Farag Fouda, seorang intelektual Mesir, yang menulis buku Al-Haqiiqah al-Ghaybah (Kebenaran yang Hilang). Melalui buku ini, Fauda mencoba untuk mengungkap fakta sejarah, yang menurut dia disembunyikan oleh umat Islam, yakni “perihal perilaku buruk Khalifah”. Oleh para ulama di sana, bahkan juga oleh pemerintah Mesir buku ini dianggap provokatif, menyesatkan dan bertentangan dengan apa yang diyakini oleh umat Islam.
Usaha itu tentu bakal sia-sia. Sebabnya, sejarah kegemilangan Khilafah sudah demikian masyhur, bahkan di antara para sejarahwan non-Muslim/ D antaranya Will Durant. Dalam The Story of Civilization ia menulis, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”
Bagaimana makar hukum yang dilakukan untuk menekan dan menghambat dakwah Khilafah?
Barat mendorong lahirnya UU Anti Terorisme. Boleh disebut, hampir semua negeri Muslim sekarang punya UU seperti ini. Untuk apa? Tak lain untuk memerangi para pejuang Islam. Jika benar UU ini digunakan untuk memerangi terorisme, dan teroris itu diartikan sebagai orang atau kelompok bahkan negara yang dalam usaha meraih tujuan menggunakan kekerasan, mestinya AS harus dinyatakan sebagai teroris. Merekalah yang terbukti paling banyak melakukan kekerasan. Namun, nyatanya tidak. Lebih dari 95% individu dan kelompok yang disebut teroris dalam list FTO (Foreign Terrrorist Organization) adalah individu dan kelompok Muslim, seperti Syaikh Ahmad Yasin dan Hamas.
Tak cukup dengan UU Anti Terorisme, Barat kini juga mendorong perang melawan radikalisme (war on radicalism) dengan alasan radikalisme adalah akar dari terorisme. Lagi-lagi, itu semua hanyalah kedok (mask) untuk maksud sesungguhnya, yakni war on Islam.
Apa tanda-tanda persatuan global dan kerinduan tegaknya kembali Khilafah semakin membuncah?
Banyak. Di antara yang paling nyata adalah meningkatnya dukungan umat untuk penerapan syariah secara kaaffah. Hasil polling yang dilakukan oleh Pew Research Center yang berpusat di Washington DC di lebih dari 30 negeri Muslim menunjukkan hal itu. Mayoritas penduduk di negeri Muslim menginginkan penerapan syariah. Di antaranya, 64% Muslim di Indonesia, 86% di Malaysia, lalu lebih dari 99% Muslim Afganistan.
Lalu fakta adanya protes meluas di banyak negeri Muslim atas tragedi Gaza juga menunjukkan bagaimana umat secara global bersikap terhadap saudaranya yang tengah mengalami kezaliman.
Bagaimana optimisme kembalinya Khilafah?
Optimisme bakal tegak kembali Khilafah tentu tak bisa dilepaskan dari nasrulLaah atau pertolongan llah. NasrulLaah itu merupakan qadha’ atau ketentuan Allah yang tidak mungkin kita ketahui dimana kapan dan kepada siapa akan diberikan.
Yang pasti, keadaan sekarang jauh berbeda dibandingkan dengan tahun dua atau tiga dekade lalu. Ketika itu, umat tak sedikit yang bahkan untuk menyebut kata khilafah pun masih ketukar-tukar dengan istilah khilafiyah. Alhamdulillah, kini istilah itu makin dikenal oleh publik, bukan hanya di negeri ini, tetapi juga di negeri Muslim lain. Memang, mungkin tidak semua memahami dalam konotasi yang positif akibat propaganda jahat para pembenci Islam.
Alhamdulillah, respon masyarakat dan para tokoh umat sekarang ini luar biasa. Terlihat dari, misalnya, padatnya selalu kegiatan-kegiatan dakwah seperti kajian, training, seminar, diskusi publik, tablig akbar atau yang lainnya. Ini bukan hanya terjadi di negeri ini, tetapi juga di banyak negara. Ada gelombang dahsyat kesadaran umat untuk bangkit.
Mengapa itu bisa terjadi? Umumnya memang karena merasa keimanan dan kesadaran mereka tersentuh setelah mendengar dakwah yang mereka ikuti. Dengan dasar al-Quran dan as-Sunnah serta qawl (perkataan) para ulama, juga argumen historis dan empiris, penjelasan-penjelasan itu terasa demikian kokoh sehingga buat orang yang ikhlas, tidak ada tempat untuk mengelak. Ditambah fakta krisis multidimensi yang melanda dunia, termasuk Indonesia, membawa mereka pada kesimpulan bahwa mengharap sekularisme adalah perbuatan sia-sia. Tidak ada jalan lain kecuali kembali pada (syariah) Islam. Demikian juga pembantaian terhadap umat Islam yang terjadi di berbagai tempat. Ini membawa mereka pada kesimpulan bahwa umat saat ini memang demikian lemah, hidup tanpa pelindung yang nyata. Ketika dijelaskan bahwa pelindung itu tidak lain adalah Khilafah, dan Khilafah pula satu-satunya yang mampu menyatukan umat sehingga kekuatan Islam bisa diwujudkan, menjadi mudah diterima. Apalagi Khilafah memang telah pernah ada di masa kejayaan Islam. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan konsisten, di waktu yang tidak lama insha Allah cita-cita itu akan tercapai.
Apa yang harus dilakukan oleh umat untuk menyongsong abad kemenangan Islam?
Kita tahu, salah satu hambatan terbesar dari penerapan syariah dan penegakan Khilafah adalah kenyataan tidak sedikit umat Islam itu sendiri yang justru belum paham atau salah paham terhadap ide syariah dan khilafah.
Lebih dari 40 tahun umat di negeri ini hidup dalam rezim yang otoriter. Tidak ada ruang sedikitpun untuk berbicara tentang hal-hal yang fundamental dalam Islam seperti soal syariah dan khilafah. Karena itu wajar jika banyak dari umat Islam yang tidak paham atau salah paham terhadap syariah. Ada yang menilai syariah itu menakutkan, syariah menghambat kemajuan, dan sebagainya. Apalagi Khilafah.
Maka dari itu, penting sekali memahamkan atau meluruskan pemahaman mereka secara terus-menerus. Diperlukan kerja lebih keras, lebih cerdas dan lebih ikhlas untuk menjelaskan ide ini kepada umat. Dengan begitu makin banyak umat yang memahami ide penting ini. Halangan pasti akan menghadang. Namun, begitulah perjalanan dakwah. Memang tidak pernah mulus. Selalu saja ada ancaman, tantangan, hambatan, gangguan dan rintangan (ATHGR).
Teruslah melangkah meski duri tajam menusuk kaki. Di hadapan, masa depan Islam gemilang kan menanti. Tak peduli orang kafir, orang musyrik dan munafik terus membenci. Demikianlah janji Allah, pasti akan terjadi. []