Muslimah dan Dakwah Politik
Ideologi kapitalisme-demokrasi telah mengakibatkan penderitaan bagi umat manusia, termasuk perempuan dan generasi. Dunia telah di titik nadir. Kehadira sistem kehidupan baru yang sejahtera dan adil di bawah naungan Negara Khilafah menjadi kebutuhan paling mendesak saat ini. Perubahan sistem menjadi kata kunci. Dakwah politik Islam bagi para Muslimah bukan saja sebuah pilihan terbaik. Bahkan posisinya berada di garis terdepan kewajiban seorang hamba.
Jerat Penjajahan atas Muslimah
Eksploitasi bertopeng pemberdayaan perempuan menjadi jalan tol penjajahan kapitalisme atas perempuan dan anak perempuan di setiap sektor. Tanpa kesadaran politik Islam, para Muslimah pun berbondong-bondong mengikuti tabuhan genderang kesetaraan gender. Semua atas nama perjuangan meraih hak-hak perempuan dan anak perempuan. Tak lagi bisa dibedakan lagi siapa korban penjajahan kapitalisme dan siapa aktor penjajahan yang sebenarnya. Para Muslimah secara sukarela menjadi agen-agen feminisme.
Para Muslimah tidak menyadari bahwa mereka ikut memperpanjang usia penjajahan kapitalisme di setiap negeri. Sebabnya, setiap narasi yang membawa isu perempuan hakikatnya dalam kerangka besar mengubah pemahaman, standarisasi dan keyakinan perempuan dunia, terutama Muslimah, agar menerima logika penjajahan Barat. Karena itu penting untuk merebut semua narasi yang telah dibangun rezim kapitalisme dan membalik narasi untuk menguatkan narasi Islam politik.
Strategi pembangunan nasional dengan mengintegerasikan pengarusutamaan gender (PUG) dalam proyek strategis nasional beserta mayor proyeknya sukses membangun atmosfir kecurigaan akan ketidaksetaraan gender dan pandangan bias laki-laki. Lalu setiap keterlibatan laki-laki untuk meluruskan narasi sesat feminisme pasti ditanggapi secara apriori sebagai upaya mempertahankan kuasa laki-laki atas perempuan. Akibatnya, sulit untuk melibatkan laki-laki dalam pertarungan narasi dan dakwah politik perempuan dalam kancah kehidupan. Perempuanlah yang harus berperan mengangkat narasi dakwah politik perempuan.
Dakwah Politik Perempuan
Dakwah politik perempuan adalah implementasi dakwah politik bagi perempuan untuk mengembalikan peran strategis perempuan sebagai ibu dan pengatur urusan rumah. Tujuannya untuk mewujudkan generasi cemerlang penjaga peradaban Islam dalam naungan Negara Khilafah. Dengan demikian dakwah politik perempuan menempati posisi sangat strategis dalam dakwah Islam. Masa depan peradaban Islam ditentukan antara lain oleh kualitas dan effort para Muslimah dalam menapaki jalan dakwah politik (Lihat: QS at-Taubah [9]: 71).
Hal mendasar mengapa Muslimah harus terjun dalam dakwah politik tentu karena kewajiban. Kesadaran terhadap kewajiban dakwah akan memberikan energi besar dan sumbu panjang perjuangan “melumpuhkan” narasi kesetaraan gender yang selama ini dimainkan rezim global. Sebaliknya, kegagalan Muslimah dalam memposisikan dirinya untuk aktif mendesain perubahan akan berakibat pada 2 (dua) hal paling berbahaya. Pertama, datangnya laknat Allah SWT karena para muslimah menyepelekan bahkan meninggalkan kewajiban dakwah politik. Kedua, Muslimah akan menjadi korban arus besar narasi kesetaraan gender sekaligus menjadi “tentara” penjajah yang akan berdiri tegak menghadang dakwah Islam.
Maka dari itu, dalam menapaki jalan perubahan sistem, yakni jalan dakwah politik Islam, Muslimah harus berada di bawah bimbingan ideologi Islam dengan mengikuti metode perjuangan Rasulullah saw. Jalan perjuangan ini membutuhkan segala bentuk pengorbanan dan penyerahan diri totalitas demi keridhaan Rabb mereka.
Mengulang Keberhasilan Dakwah Rosul
Contoh paling agung perubahan sistem tanpa kekerasan adalah perubahan sistem jahiliyah Arab menuju sistem Islam di Yatsrib (Madinah). Perubahan ini langsung dicontohkan oleh Rasulullah saw. bersama para Sahabat beliau. Hasilnya sungguh luar biasa. Tercipta sebuah masyarakat yang para pemimpinnya, penduduk negerinya yang plural beragam suku dan agama serta angkatan perangnya bersuka-cita menyambut penerapan sistem baru, yakni sistem Islam. Peristiwa bersejarah perubahan sistem ini berlangsung tanpa kekerasan, tanpa makar dan kudeta, tanpa people power.
Bandingkan dengan perubahan sistem sekuler yang dilakukan oleh Mustafa Kamal at-Taturk di Turki akhir masa Khilafah Utsmaniyah. Sebuah perubahan sistem yang mengerikan, penuh intrik makar dan kudeta. Ribuan penduduknya di penjara karena menolak sistem sekuler. Para Muslimahnya dipaksa menanggalkan jilbab mereka.
Hari ini penerapan sistem demokrasi-sekuler hanya meninggalkan kisah derita perempuan dan generasi berjilid-jilid tanpa jeda. Apa kabar Muslimah dan anak-anak Uighur, Rohingya, Palestina, Afganistan, Suriah dan negeri-negeri lainnya tanpa penerapan sistem Islam? Benarlah firman Allah SWT:
Dengan demikian garansi perubahan sistem terbaik hanya ada pada perubahan dengan sistem Islam dengan mengadopsi metode dakwah Rasul saw. Dengan menapaki jalan dakwah yang ditetapkan oleh wahyu, umat akan mengulang keberhasilan yang sama sebagaimana kali pertama metode dakwah Rasul saw. dijalankan. Akan datang masa Kekhilafahan kedua yang mengikuti manhaj Kenabian.
Muslimah dan Dakwah Berjamaah
Pada tahun ke-12 sejak Muhammad saw. diutus (622 M), rombongan haji dari Yatsrib datang ke Makkah sebanyak 75 orang. Dua di antaranya wanita. Keduanya adalah Nasibah binti Kaab Ummi Imarah dan Asma’ binti ‘Amru bin Adiy. Perjalanan dilakukan untuk menempuh tujuan politis, yakni melaksanakan Baiat Aqabah kedua. Tidak lain dalam rangka mewujudkan cikal-bakal pondasi dan pilar pertama pendirian negara yang akan menerapkan Islam di tengah masyarakat dan mengemban dakwah ke seluruh dunia.
Sebelumnya para wanita terdekat dari keluarga Rasulullah dan Sahabat juga turut aktif dalam dakwah politik yang dilakukan. Sebut saja Ibunda Ummul Mukminin Khadijah ra. Beliau memberikan dukungan jiwa dan seluruh hartanya untuk keberhasilan dakwah Rasulullah saw. Kemudian putri Abu Bakar, Asma’, sebagai penanggung jawab logistik perjalanan hijrah Rasulullah saw. Dalam kondisi hamil tua, Asma’ binti Abu Bakar mengantarkan bekal makanan ke Gua Tsur dengan berjalan kaki di tengah kejaran musuh kafir yang akan membunuh Rasulullah saw.
Para Muslimah generasi awal sangat memahami peran utama mereka sebagai ibu dan manajer rumah. Mereka tidak melalaikan peran tersebut. Mereka juga memahami kewajiban dakwah politik bersama Rasulullah saw. dan para Sahabat. Karena itu mereka menginfakkan jiwa mereka dalam dakwah politik dengan menanggung risiko sebagaimana kaum laki-laki. Mereka memahami seruan dakwah berjamaah bagi laki-laki juga berlaku sama sebagai seruan dakwah bagi Wanita (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104).
Totalitas mengadopsi metode dakwah Rasul saw. mengharuskan para Muslimah terjun aktif bergabung dalam jamaah dakwah berupa kutlah siyaasi (kelompok politik) Islam. Tentu dengan meninggalkan politik sekuler. Syaikh Taqiyudin an-Nabhani, menukil dari Imam al-Amidi (Al-Ihkaam fii Ushuul al-Ahkaam), menjelaskan syarat meneladani metode perubahan Rasul, yakni dengan mengambil amal perubahan sama dengan beliau berikut arah, target dan tujuannya.
WalLaahu a’lam. [Endiyah Puji Tristanti]