
Dari Monas, Bela Palestina
Bersyukur saya dapat menghadiri Reuni 212 tahun 2024 lalu. Kegiatan tahunan yang diselenggarakan setiap tanggal 2 bulan Desember, bulan ke-12. Bertempat di lapangan Monas, jantung Kota Jakarta. Awalnya kegiatan ini dilaksanakan pada 2 Desember tahun 2016 sebagai bentuk penolakan terhadap penistaan agama oleh calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya ya, kan? Dibohongi pakai Surat al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, nggak apa-apa,”begitu penggalan pernyataan Ahok saat itu.
Majelis Hakim memutus Ahok bersalah dan telah menistakan agama Islam. Sejak itu acara ini dijadikan momentum perjuangan dan persatuan umat. Berulang dilaksanakan setiap tahun dengan nama “Reuni 212”. Temanya disesuaikan setiap tahun. Pada tahun 2024, pertemuan akbar ini bertajuk ‘Indonesia Berkah, Palestina Merdeka’.
“Dulu tahun 2016, saat acara 212, saya khuthbah di sini. Saya ingin menyampaikan kembali apa yang saya sampaikan saat itu,” ujar Habib Rizieq Syihab mengawali tausiyah. “Ayat suci harus di atas ayat konstitusi. Ayat suci adalah wahyu Ilahi yang tidak dapat diganti, sementara ayat konstitusi adalah produk manusia yang harus sejalan dengan ayat suci,” tegasnya.
Beliau menambahkan, “Kalau mau Indonesia berkah, harus beriman dan bertakwa. Maksudnya tunduk pada hukum Allah baik hukum dengan pribadi perorangan. Hukum berkaitan rumah tangga, hukum sosial kemasyarakatan sampai pada hukum tata negara.”
Tegas sekali pernyataan beliau, “Jadi, jangan mimpi Indonesia berkah kalau hukum Allah dilecehkan. Jangan mimpi Indonesia berkah kalau hukum Allah ditinggalkan. Jangan mimpi Indonesia berkah kalau al-Quran ditaruh di belakang. Jadikan Indonesia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ayat suci akan selalu dan senantiasa ada di atas konstitusi. Ayat suci adalah wahyu Illahi. Tidak boleh diganti. Tidak boleh direvisi. Wajib untuk dipatuhi dan ditaati. Harga mati.”
Pada saat itu, di panggung utama banyak tokoh yang hadir. Ada pimpinan DPR RI Hidayat Nur Wahid, perwakilan MUI Pusat, beberapa pimpinan partai, pimpinan Ormas/Lembaga Islam, dan tokoh-tokoh daerah. “Demokrasi menyatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Itu tak sesuai realita. Mestinya, ‘suara Tuhan’ yakni ayat suci itu, justru harus dijadikan sebagai suara rakyat. Suara rakyat harus tunduk pada ayat suci,” bisik saya kepada Ustadz Bukhori Muslim, salah seorang tokoh yang hadir saat itu.
“Tegasnya, yang wajib diterapkan oleh rakyat dan negara adalah syariah Islam secara kâffah yang bersumber dari kitab suci,” beliau merespon.
KH Muhyiddin Junaidi menyampaikan terkait Palestina. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu menyampaikan, “Palestina harus dibela. Bukan sekadar dengan nyawa dan darah, tapi dengan sharukh (roket).”
Takbir pun menggema. “Bi ruuh, bi dam, bi sharukh nafdika ya Aqsha …,” diikuti dengan gegap gempita oleh para peserta.
Tokoh asal Palestina yang hadir adalah Ahid Abu ‘Atha. “Ada tiga pesan yang ingin saya sampaikan terkait Palestina,” ujarnya membuka. “Dari jantung Indonesia, wahai rakyat Palestina, sabarlah, tambahlah kesabaran dan ribath-lah karena Allah bersama kalian. Wahai saudara-saudara di Gaza, saudara-saudara kalian di Monas, Jakarta, pada hari ini berkumpul mendukung kalian,” ucapnya penuh semangat.
Itu pesan pertama. Pesan semangat bagi kaum Muslim di Gaza, Palestina, yang hingga kini terus dibantai oleh zionis Yahudi.
Pesan kedua yang beliau sampaikan adalah pesan bagi para penguasa di negeri-negeri Muslim. “Untuk para penguasa Muslim, termasuk Presiden Prabowo Subiyanto, rakyat Palestina hingga saat ini masih dibantai. Rakyat Palestina hingga kini dihalangi beribadah. Mereka mengalami kelaparan, dibunuh dan diusir. Kalian harus menghentikan semua ini,” seruannya menggelegar. “Jika kalian bersatu maka kekuatan kalian akan lebih besar dari pada kekuatan zionis sang perampas ini,” ujarnya memberi keyakinan.
Pesan ketiga beliau tujukan bagi para pemimpin ormas/Lembaga Islam dan pimpinan berbagai institusi lainnya. Dengan suara bergetar beliau menyampaikan, “Untuk para ulama, tokoh dan pimpinan umat, kami ingin sampaikan bahwa Masjidil Aqsha adalah amanah yang ada di pundak kalian. Anak-anak Palestina adalah amanah yang ada di Pundak kalian. Para mujahidin Gaza dan Palestina adalah amanah yang ada di pundak kalian.”
Beliau melanjutkan, “Setiap hari umat Islam di Gaza, anak-anak Palestina bertanya ‘aynal ummah’, di mana umat? Pada hari ini wahai para ulama dan tokoh umat, wahai para panglima, aku sampaikan kepada kalian bahwa warga Palestina sekarang merupakan tanggung jawab kalian, dan Masjidil Aqsha merupakan tanggung jawab kalian. Kami telah menjaga Masjidil Aqsha dengan mengorbankan harta kami. Kami telah dan terus menjaga Masjidil Aqsha dengan mengorbankan anak-anak kami. Juga, kami telah menjaga Masjid al-Aqsha dengan istri dan anak perempuan kami. Inilah kewajiban kami yang telah kami tunaikan. Kalian sejatinya menunaikan kewajiban itu dengan pengorbanan seperti yang rakyat Palestina korbankan.”
Sayang, suara para penguasa negeri Muslim nyaris tak terdengar. Indonesia? Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta menyampaikan 5 usulan yang berkaitan dengan upaya politik dan diplomatik, bantuan kemanusiaan, isolasi zionis Yahudi, pemutusan hubungan ekonomi dan diplomatik, dan penolakan upaya normalisasi hubungan. “Sayang, tidak ada seruan untuk mengerahkan pasukan kaum Muslim dalam rangka berjihad mengenyahkan zionis Yahudi sang penjajah,” ujar saya kepada beberapa tokoh.
“Dalam sejarah, Palestina pernah dibebaskan oleh dua pemimpin umat Islam, yakni Khalifah Umar dan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Kita berharap ada dua tokoh abad ini yang dapat membebaskan Palestina kembali. Palestina hanya bisa dibebaskan dengan jihad dan Khilafah sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Umar,” sikap Direktur Pamong Institute, Wahyudi Al-Marokiy. [Muhammad Rahmat Kurnia]