Muhasabah

Proyek Untuk Oligarki?


Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) telah ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). PSN di PIK 2 ini dikelola oleh perusahaan swasta Agung Sedayu Grup. “Begitu juga PSN di PIK 2 adalah murni anggaran dari kami pihak swasta. Jadi tidak ada satu atau sedikit pun dana APBN masuk pada proyek PSN ini,” ujar Toni, manajemen PIK 2.

Dalam praktiknya, terjadi banyak penyimpangan. “Laut dipagari, sungai ditimbun. NKRI lumpuh. Aparat dan pejabat tak berdaya. Puluhan kilometer laut dipagari, tapi TNI AL diam seribu bahasa. Sungai ditimbun, Pemprov dan Pemkab sama sekali tak berdaya. Nelayan, petani, petambak menderita,” respon tegas jurnalis Edi Mulyadi.

Beberapa waktu lalu, Said Didu mengungkap adanya pagar sepanjang 30,16 km di laut area PSN tersebut. Jarak dari pantai ke pagar tersebut rata-rata 300 meter. Dengan hitungan sederhana, luas laut yang dikapling berarti 300 x 30,16 x 1000= 9.048.000 meter persegi atau 904,8 hektar. Dalam podcast Edi Mulyadi disebutkan, “Minta mereka mencabut sendiri pagar laut. Tangkap dan pidanakan dengan Pasal 106 KUHP tentang makar membawa sebagian/seluruh wilayah negara kepada kekuasaan asing/Cina. Pidananya bisa seumur hidup.”

“Laut seluas 905 hektar diambil oleh swasta,” komentar Arie. Pemuda tanggung itu menambahkan, “Kata medsos, para nelayan kesulitan melaut. Harus muter hingga 10 km untuk mengakses laut. Akses ke pantai menjadi sulit.”

“Daratan dikuasai, lautan dicaplok. Benar-benar tanah dan air sudah tergadai,” pungkasnya.

“Menurut saya, PSN itu merupakan gratifikasi. Pemberian cuma-cuma yang menguntungkan orang lain. Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya melakukan gratifikasi kepada swasta,” komentar Bang Muslim Arbi.

Direktur Gerakan Perubahan Indonesia tersebut menambahkan, “Dia harus ditangkap.” Yang cukup mengherankan adalah diamnya para pejabat dalam menghadapi ini.

Bagaimana hal ini menurut syariah Islam? Sebagai contoh, laut. Laut dalam pandangan syariah Islam termasuk ke dalam milkiyah ‘aammah (kepemilikan umum). Kepemilikan umum merupakan kepemilikan seluruh masyarakat yang dikelola oleh negara untuk kepentingan masyarakat. Barang-barang jenis ini tidak boleh diserahkan oleh negara kepada sekelompok orang (M. Husain Abdullah, Diraasaat fii al-Fikri al-Islaami, hlm. 56).

Rasulullah saw. bersabda, “Masyarakat berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput/hutan dan api/energi.” (HR Abu Dawud). Oleh karena itu, laut termasuk kepemilikan umum sehingga tidak boleh diserahkan kepada swasta. Begitu juga sungai. Tidak boleh diurug oleh swasta. Hutan juga tak boleh dikuasai oleh swasta. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menyatakan, “Dari 1.755 hektare area PSN, sebanyak 1.500 hektar berada di wilayah hutan lindung.”

Sebagaimana dikutip Tempo.co, rencananya, PIK 2 memiliki area taman hijau (green belt) seluas 60 hektare, sistem transportasi terintegrasi inner city bus di seluruh Kawasan, area komersial di tepi laut sepanjang sekitar 4 kilometer, area danau rekreasi dalam setiap cluster dengan total luas puluhan hektare dan memiliki konsep “One Stop Living City”. Lengkap dengan area pusat distrik bisnis seluas 100 hektare, area komersil, sekolah, rumah sakit, universitas, mall dan rekreasi. “Ini berarti kawasan dikuasai swasta,” kata Arie.

Tak aneh jika ada orang mengatakan kejadian pemagaran laut itu sebagai negara dalam negara.

Saya pernah ditanya, apakah ada semacam ‘PSN’ dalam Islam? Saya sampaikan, perlu disepakati dulu apa yang dimaksud dengan PSN. Proyek Strategis Nasional (PSN) merupakan proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah (Pasal 1 Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 52 Tahun 2022). Intinya, proses dari pemerintah, dilakukan oleh pemerintah, untuk kesejahteraan rakyat. Jika ini yang dimaksud, dulu pernah terjadi. Sebagai contoh, pada masa Rasulullah saw., beliau pernah membangun Suuqul Anshar (Pasar Anshar) di Madinah. Posisinya di Tsaqifah Bani Sa’idah. Rasulullah saw. menunjuk Abdurrahman bin ‘Auf untuk membangun pasar tersebut, langsung di bawah pengawasan beliau. Proyek ini dilakukan oleh pemerintah dan dampak positifnya dirasakan oleh masyarakat. Umat Islam yang semula dipersulit oleh kaum Yahudi dalam melakukan bisnis, sejak ada pasar tersebut menjadi mudah. Perekonomian umat Islam pun meningkat, sementara bisnis kaum Yahudi kala itu amblas.

Begitu juga pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Beliau menyisihkan dana dari Baitul Mal, khusus untuk pembangunan jalan sehingga memudahkan akses ke berbagai penjuru Kekhilafahan. Dalam satu riwayat disebutkan Khalifah Umar ra. juga menyediakan 1000 unta agar transportasi antarwilayah semakin mudah, dan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan bisa lebih mudah melakukan perjalanan ke wilayah Syam. Ini juga proyek pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.

Pada masa Kekhilafahan Utsmaniyah dibuat proyek strategis berupa kereta api yang membentang dari Istanbul, Syam dan Hijaz. Jadi, bukan proyek yang dilakukan atau diserahkan kepada oligarki untuk kepentingan oligarki.

“Sekarang itu dari pemerintah, oleh oligarki, untuk oligarki,” Arie berkomentar.

Tidak mengherankan, salah satu putusan Mukernas Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada pertengahan Desember 2024 silam meminta Pemerintah untuk mencabut status PSN dari PIK 2. “MUI meminta kepada Pemerintah untuk mencabut status Program Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) karena banyak mendatangkan kemudharatan bagi masyarakat dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” begitu di antara bunyi putusan tersebut.

Ada pelajaran menarik dari Mesir. Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab, wali (gubernur) Mesir bernama Amru bin ‘Ash berencana untuk membuat sebuah proyek pemerintah daerah berupa pembangunan masjid yang besar untuk kepentingan masyarakat. Di area tersebut ada sebuah gubuk milik orang Yahudi dan tidak mau diambil tanahnya. Sang Wali sudah menawari dengan harga tinggi dan menempuh berbagai upaya. Namun, dia tetap tidak mau. Amru bin ‘Ash pun memaksa dia. Orang Yahudi itu lalu melapor kepada Khalifah Umar di Madinah tentang hal tersebut. Khalifah Umar pun meminta Amru bin ‘Ash untuk menghentikan proyek tersebut dengan mengirim tulang dengan gambar garis lurus dengan pedangnya. Wali Mesir pun menghentikan proyek tersebut segera. “Kalau dulu, orang yang diambil tanahnya bisa mengadu kepada Khalifah. Sekarang umat Islam tak punya tempat mengadu,” ujar Arie.

Ya, umat Islam sekarang ibarat anak ayam kehilangan induknya. WalLahu a’lam. [Muhammad Rahmat Kurnia].

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × five =

Back to top button