Solusi Palestina
Boom! Tanggal 7 Oktober 2023 pergolakan di Palestina meletus. CNN melaporkan bahwa dalam seminggu sejak itu, menurut otoritas kesehatan lokal dan media, setidaknya ada 2.215 warga Palestina dilaporkan tewas, termasuk lebih dari 700 anak-anak. Yang terluka lebih banyak lagi. Lebih dari 8.714 orang terluka. Sebanyak 2.450 di antaranya anak-anak. “Masih sempat terdengar dari tempat saya berdiri. Penuh guncangan. Begitu dahsyat serangannya. Per bom beratnya sekitar 1 ton. Pihak Yahudi pun mengaku telah meluncurkan 6000 roket ke udara. Pembantaian massal genosida masih terus berlanjut,” tutur Muhammad Husein Gaza di suatu TV Nasional (14/10/2023).
Beberapa hari lalu, lewat video yang beredar, saya melihat kondisi dua anak kecil perempuan di Gaza, Palestina. “Kami, tidak punya ayah. Meninggal karena serangan zionis Yahudi. Kami sering kelaparan,” ujar salah seorang di antara mereka.
Anak yang satunya lagi tak bicara apa-apa. Tampak air matanya menetes. Sesekali diseka dengan tangannya yang berdebu. “Apakah anak-anak di tempat lain pernah merasakan tidur seadanya dalam keadaan perutnya lapar? Apakah anak-anak yang punya ayah pernah tidur dalam ketakutan?” tanyanya.
“Sedih melihatnya,” ujar Profesor Riani, teman saya, setelah menyaksikan video tersebut. “Mengapa masih banyak orang yang tidak peduli kepada Muslim di Gaza?” tanya dia.
“Memang. Coba bayangkan kalau dua anak kecil yang ada dalam video itu anak kita. Bagaimana perasaan kita? Jika kedua bocah itu cucu kita, gejolak apa yang ada dalam jiwa kita? Mungkinkah kita berdiam diri?” ucap saya.
“Apakah karena mereka bukan anak kita, bukan cucu kita, bukan saudara kita, bukan tetangga kita, bukan murid kita, bukan siapa-siapa kita, lalu kita tak peduli? Cuwek bebek?” tambah saya.
“Bukankah mereka adalah umat Rasulullah? Bukankah mereka orang-orang hebat yang bertahan mempertahankan negeri Isra-Mi’raj? Bukankah mereka adalah saudara kita? Lupakah kita akan sabda Nabi saw. yang mulia, al-Muslimu akhul-Muslim. Artinya, Muslim itu adalah saudara Muslim yang lain?” kata saya lagi.
Meminjam perkataan Husein Gaza, “Janganlah kalian membantu mereka karena kasihan atau iba. Tapi, bantulah mereka karena ini merupakan kewajiban.” AlLaahu Akbar!
“Tapi, itu ‘kan salah orang Palestina. Mengapa menyerang Israel?” tanya Pak Mukhtar, seorang peserta pengajian. “Mereka yang salah, dong!” tambahnya.
Saya menyampaikan, “Dulu tidak ada yang namanya Negara Israel. Semuanya Palestina. Namun, pada tahun 1948 zionis Yahudi menduduki Palestina. Menjajah mereka. Kini, tersisa Gaza. Luasnya tinggal 365 km persegi.”
“Kalau kita mengikuti perkembangan selama tahun ini, sejak beberapa bulan lalu meningkat kekerasan di sana. Ketegangan terjadi di perbatasan Jalur Gaza dan sekitar Masjil al-Aqsha. Dalam tahun ini tercatat 247 orang Palestina meninggal dan 42 warga Yahudi meninggal. Penambahan pemukiman Yahudi pun terus dilakukan,” tambah saya.
“Jadi, serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas itu tidak terjadi ujug-ujug. Itu bagian dari proses perjuangan melawan penjajah,” tegas saya.
“Begini saja. Kalau kita punya rumah, lalu diduduki oleh orang lain. Kita hanya diberi secuil di bagian dapur. Dibatasi pula gerak kita. Anak kita dibunuh. Kita yang punya rumah melawan dan berupaya merebut kembali rumah kita itu. Eh, kita dituding melakukan kekerasan. Bahkan dituding teroris. Sebaliknya, si perampas dan perampok itu dibiarkan untuk terus menguasai. Coba, pikir!” Pak Maman berkomentar.
“Itulah yang sedang terjadi di Palestina, khususnya di Gaza,” ujar saya.
“Kalau orang yang melawan penjajah disebut teroris, kalau orang Palestina yang melawan penjajah Yahudi dicap teroris, nanti para pejuang Indonesia yang melawan penjajah Belanda bisa disebut teroris juga,” meminjam ungkapan Ustadz Felix Siauw.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memuji langkah berani Hamas serang Israel. “Hamas tunjukkan taring ke dunia,” ungkapnya.
“Untuk apa juga kita demo. Toh, tidak mendapatkan hasil apa-apa?” Pak Mukhtar berkomentar lagi.
Respon dunia terhadap perlawanan warga Muslim Palestina terjadi di seantero penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, aksi demo bermunculan dimana-mana. “Ada penggiringan opini untuk penyempitan persoalan,” ungkap saya.
“Dulu, masalah Palestina disebut sebagai masalah Kawasan di Timur Tengah. Lalu berubah menjadi ‘itu persoalan dalam negeri Palestina’. Setelah itu, mengerucut lagi, ‘itu persoalan Gaza’. Berikutnya, menyempit lagi, ‘itu masalah politik di Gaza’. Tak berhenti sampai di situ, sekarang dikerutkan lagi, ‘itu persoalan Hamas’. Kemudian berubah lagi, ‘itu masalah kepentingan kelompok Hamas yang tidak ada hubungannya dengan agama,” saya tambahkan.
“Meskipun upaya kita sangat minim, tentu beda antara orang yang bersuara dengan orang yang diam saja. Bukan begitu, Pak Ustadz?” kata Pak Maman.
“Mestinya, serahkan saja kepada PBB. Selesai itu,” Pak Mukhtar mengajukan solusi. “Realitasnya tidak begitu. Puluhan resolusi PBB sudah dibuat, namun tidak dipatuhi dan dibiarkan. Mengapa? Karena di PBB ada negara yang memiliki hak veto, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Cina, Inggris, dan Prancis. Umumnya pro zionis, khususnya Amerika,” Pak Yansen menjelaskan. “Bagaimana mungkin berharap pada PBB?” tanyanya dengan nada tinggi. “Selama ini, tidak bisa itu!” tegasnya.
“Lho, ini bukan, itu bukan. Kita perlu beri solusi, dong. Jangan omdo (omong doang),” Pak Mukhtar menepis.
“Ada gagasan menarik,” ujar saya. “Relokasi pemukim Yahudi itu ke Amerika. Warga AS mayoritas mencintai Israel. AS akan membuka tangan untuk mereka. AS punya banyak tanah untuk menjadi negara bagian ke-51 di sana. Yahudi akan punya negara yang aman di sana. AS tidak perlu lagi menghamburkan uang pajak tiga miliar dolar pertahun untuk keamanan entitas Yahudi. Palestina akan mendapatkan kembali tanah mereka. Timur Tengah akan damai tanpa intervensi asing. Harga minyak akan turun. Inflasi akan turun. Seisi dunia akan gembira,” tambah saya.
“Menarik juga. Tapi, mereka belum tentu mau. Kalau yang berkuasa di dunia tetap negara besar saat ini sulit dilaksanakan itu,” kata Pak Mukhtar.
“Makanya, yang memimpin dunia haruslah umat Islam. Dalam hadis, yang harus memimpin itu khalifah kaum Muslimin,” jawab Pak Maman. WalLaahu a’lam. [Muhammad Rahmat Kurnia]