Nafsiyah

Meneguhkan Keyakinan Akan Kedatangan Khilafah Akhir Zaman

Daur Peradaban Dunia menunjukkan bahwa periode kehidupan umat berputar dalam pergiliran kepemimpinan. Namun, tiada yang bisa memastikan itu semua terjadi pada masa mendatang, kecuali khabar yang datang dari Sang Pencipta kehidupan, Allah ‘Azza wa Jalla, yang dikabarkan oleh Rasul-Nya yang menerima wahyu agung-Nya. Salah satu era yang dipastikan kehadirannya oleh Ash-Shâdiq al-Mashdûq Rasulullah saw. adalah era kepemimpinan Khilafah.  Hudzaifah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَة عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة

Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).

 

Al-Hafizh al-‘Iraqi dalam Mahajjat al-Qurab menilai hadis ini sahih. Kapan masa Kekhilafahan ini memimpin dunia? Hadis-hadis Nabawi menunjukkan bahwa puncaknya terwujud pada Kekhilafahan al-Mahdi dan Isa bin Maryam sebagai penguasa Islam (Khalifah) pada akhir zaman. Al-Imam Ali al-Qari (w. 1014 H) dalam Mirqât al-Mafâtîh (VIII/3376) menjelaskan, “(Di atas manhaj kenabian), yakni kesempurnaan keadilannya. Yang dimaksud dengan itu adalah: zamannya Isa as. dan al-Mahdi.”

 

Kepastian Kemunculan al-Mahdi

Kemunculan al-Imam al-Mahdi pada akhir zaman merupakan perkara yang dipastikan akhbâr nabawiyyah.  Khabarnya mencapai derajat mutawatir secara makna (mutawâtir ma’nawi). Ia wajib dibenarkan (tashdîq jâzim) sebagai bagian dari akidah islamiyah, akidah ahl al-sunnah wa al-jama’ah. Al-Imam as-Safaraini dalam Ad-Durrah al-Mudhiyyah, dinukil Al-Hafizh Abdullah al-Ghummari al-Hasani (w. 1413 H) dalam Al-Mahdî al-Muntazhar (hlm. 10) bertutur:

وَمَا أُتِىَ في النَّصِ مِن أَشْرَاطٍ * فَكُلُّهُ حَقٌّ بِ لاَ شَطَاطْ

مِنْهَا الإِمَامُ الْخَاتِمُ الْفَصِيْحُ * مُحَمَّدٌ الْمَهْدِيُ وَالْمَسِيْحُ

Tanda-tanda Kiamat yang tertera dalam nas

Semuanya benar tanpa cacat

Di antaranya Imam Penutup yang Fasih

Muhammad al-Mahdî dan al-Masîh

 

Al-Hafizh Abdullah al-Ghummari merinci bahwa hadis-hadis al-Mahdi disepakati kemutawatirannya di antara para huffâzh al-hadîts. Beliau lalu menukil pernyataan Al-Hafizh Abu al-Husain al-Abari bahwa telah jelas kemutawatiran berbagai riwayat dan banyaknya para perawi dari al-Mushthafa saw. tentang kemunculan al-Mahdi. Al-Imam Muhammad bin Hasan al-Isnawi dinukil al-Sayyid Muhammad bin Rasul al-Husaini al-Barzanji (w. 1103 H) dalam Al-Isyâ’ah (hlm. 82) mengutarakan, “Sungguh telah mutawatir berbagai hadis dari Rasulullah terkait al-Mahdi dan bahwa ia adalah ahli bait Rasulullah saw.”

Al-Hafizh Abdullah al-Ghummari pun menggambarkan eksistensi al-Mahdi sebagai khalifah yang memegang tampuk Kekhilafahan selama tujuh, delapan atau sembilan tahun (sebagaimana riwayat):

يتولى الخلافة وهو ابن أربعين سنة، فيمكث فيها سبع أو ثمان أو تسع سنين يعوم فيها الرخاء والعدل وكثرة المال

Al-Mahdi memegang tampuk kepemimpinan Khilafah. Beliau adalah pria berusia 40 tahun. Hidup pada masa itu selama tujuh, delapan atau sembilan tahun. Tersebar di dalamnya kesejahteraan, keadilan dan banyaknya harta benda.

 

Bagaimana sikap kita? Sebagaimana nazham yang dinukil Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H):

وَأَوْجَبَ التَّصْدِيْقَ لِلأَمِيْنِ * في كُلِّ مَا جَاءَ بِهِ فِيْ الدِّيْنِ

(Dia) mewajibkan pembenaran atas al-Amîn (Rasulullah saw.)  dalam setiap hal yang datang dalam perkara agama.

 

Tegaknya Khilafah Sebelum al-Mahdi

Ummu Salamah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

يَكُونُ اخْتِلَافٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ، فَيَأْتِي مَكَّةَ، فَيَسْتَخْرِجُه النَّاسُ مِنْ بَيْتِهِ وَهُوَ كَارِه فَيُبَايِعُونَه بَين الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ، فَيُجَهَّزُ إِلَيْهِ جَيْشٌ مِنَ الشَّامِ، حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْبَيْدَاءِ خُسِفَ بِهِمْ، فَيَأْتِيهِ عَصَائِبُ الْعِرَاقِ وَأَبْدَالُ الشَّامِ، وَيَنْشَأُ رَجُلٌ بِالشَّامِ، وَأَخْوَالُهُ كَلْبٌ فَيُجَهَّزُ إِلَيْهِ جَيْشٌ، فَيَهْزِمُهُمُ اللهُ، فَتَكُونُ الدَّبْرَةُ عَلَيْهِمْ، فَذَلِكَ يَوْمُ كَلْبٍ، الْخَائِبُ : مَنْ خَابَ مِنْ غَنِيمَةِ كَلْبٍ، فَيَسْتَفْتِحُ الْكُنُوزَ، وَيُقِسِّمُ الْأَمْوَالَ، وَيُلْقي الْإِسْلَام بِجِرَانِهِ إِلَى الْأَرْضِ، فَيَعِيشُ بِذَلِكَ سَبْعَ سِنِينَ، أَوْ قَال: تِسْعَ سِنِينَ

Akan ada perselisihan di sisi kematian seorang khalifah. Kemudian seorang lelaki dari Bani Hasyim pergi menjauh ke Kota Makkah. Penduduk Makkah pun mendatangi dirinya, seraya meminta dia untuk keluar dari rumahnya, sementara dia tidak mau. Lalu mereka membaiat dia di antara Rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim). Dipersiapkanlah pasukan dari Syam untuk dirinya hingga pasukan tersebut meraih kemenangan di Baida’ (tempat antara Makkah dan Madinah). Para tokoh Syam dan kepala suku dari Irak pun mendatangi dirinya. Lalu mereka pun membaiat dia. Kemudian muncul seorang (musuh) dari Syam, yang paman-pamannya dari suku Kalb. Dia pun mengirimkan pasukan untuk menghadapi mereka hingga Allah memberikan kemenangan atas pasukan dari Syam tersebut, hingga al-Mahdi merebut kembali daerah Syam dari tangan mereka. Itulah suatu hari bagi suku Kalb yang mengalami kekalahan, yaitu bagi orang yang tidak mendapatkan ghanimah Kalb. Al-Mahdi lalu membukakan pembendaharaan-pembendaharaan harta, serta membagi-bagikannya, menyampaikan Islam di wilayah sekitarnya di muka bumi, di tempat ia tinggal seperti itu selama tujuh tahun.”  (atau Rasulullah saw. bersabda), “Selama sembilan tahun.”  (HR ath-Thabarani dan Abu Ya’la al-Maushuli).

 

Pelajaran dari hadis ini:

Pertama, Khilafah akan tegak sebelum Khilafah di bawah tampuk kepemimpinan al-Mahdi. Al-Mahdi adalah sosok khalifah yang dipilih dan dibaiat umat untuk menggantikan khalifah sebelumnya yang wafat.

Kedua, pilihan umat tertuju pada sosok “Al-Mahdi” menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang sudah dikenal di era Kekhilafahan itu sendiri. Tatkala sang Khalifah wafat, al-Mahdi tidak lama kemudian pergi ke Kota Makkah (ditandai huruf fa’ tartîb li al-qarîb), dan dibaiat umat menjadi khalifah di antara Hajar Aswad dan Maqâm Ibrâhiim (fayubâyi’ûnahu bayna al-rukn wa al-maqâm).

Ketiga, pembaiatan al-Mahdi menunjukkan kedudukannya sebagai Kepala Negara (Khalifah), yang memiliki kewenangan dan kekuasaan riil, ditandai petunjuk adanya pasukan perang (jihad), membagi-bagikan harta, serta melakukan penaklukan Konstantinopel dan Roma serta memerangi Dajjal yang dibunuh Isa bin Maryam as.

Keagungan Khilafah pada masanya digambarkan hadis dari Abi Said al-Khudhri ra. yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَمْتَلِيء الأَرْضُ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا، ثُمَّ يَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ أَوْ عِتْرَتِي فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا

Hari Kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. Setelah itu, lahirlah seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahl al-Bait), atau keturunanku sehingga dia memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan  (HR Ibn Hibban).

 

Dalam ilmu balaghah hadis ini mengandung qashr (pengkhususan dan penekanan) akan munculnya era Khilafah al-Mahdi di akhir zaman, ditandai huruf (bermakna penafian) diikuti dengan lafal hattâ (bermakna istitsnâ’). Diikuti dengan penggambaran antara masa penuh kezaliman, permusuhan dan masa penuh keseimbangan dan keadilan. Dalam perspektif ilmu balaghah, ini merupakan seni kata berkebalikan (ath-thibâq) untuk menunjukkan kontras dua keadaan tersebut. Jelasnya, yakni antara masa mulk[an] jabriyyat[an] dan masa Khilâfah ’alâ minhâj al-nubuwwah.

Qisth[an] dalam hadis ini mengisyaratkan keseimbangan hidup, sementara ’adl[an] mengisyaratkan tegaknya hukum Islam di tengah-tengah masyarakat. Kedua kata ini, cukup menunjukkan kedudukan al-Imam al-Mahdi sebagai sosok khalifah yang agung. Ini diperjelas hadis dari Jabir bin Samurah r.a. yang berkata: Rasulullah saw. bersabda:

لَا يَزَالُ الدِّينُ قَائِمًا، حَتَّى يَكُونَ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً مِنْ قُرَيْشٍ

Urusan agama ini senantiasa tegak hingga ada dua belas khalifah. Seluruhnya dari keturunan Quraysyi (HR Muslim, Abu Dawud dan Ahmad).

 

Al-Hafizh as-Suyuthi dalam Târîkh al-Khulafâ’ (hlm. 15) menggolongkan Al-Mahdi sebagai salah satu dari khalifah dalam hadis ini. Mereka yang ikhlas dan benar dalam mempersiapkan tegaknya masa Kekhilafahan, hingga puncaknya pada era al-Imam al-Mahdi, yang menyusun tangga demi tangganya hingga sampai pada puncak tertinggi, tentu akan memperoleh ganjaran dari Allah, in syâ Allâh. [Irfan Abu Naveed]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four − one =

Back to top button