Nafsiyah

Menghapus Jejak-jejak Kesesatan Akhir Zaman

Jejak kesesatan dan kejahatan yang paling dikhawatirkan Rasulullah saw. pada akhir zaman adalah jejak kesesatan pemimpin dan sistem kepemimpinan yang mereka jalankan. Kesesatan pemimpin dengan sistem kepemimpinannya ditunjukkan oleh hadis dari Tsauban ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ

Sungguh yang semata-mata aku khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin yang (sesat) menyesatkan (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

 

Rasulullah saw. dalam hadis ini bahkan menegaskan pengkhususan dan penegasan—ditandai  dengan lafal qashr innamâ—kekhawatirannya atas pemimpin al-mudhillîn. Lafal al-a’immah adalah jamak dari al-imâm. Al-Imam Ali al-Qari (w. 1014 H) dalam Syarh Misykât al-Mashâbîh (VIII/3389) menjelaskan, yakni panutan kaumnya dan pemimpin mereka; juga siapa saja yang menyeru umat agar mengikuti perkataan, perbuatan maupun keyakinan yang seluruhnya terejawantahkan dalam sistem kepemimpinan yang mengabaikan syariah Islam. Dari ‘Abdullah bin Umar ra., Rasulullah saw. bersabda:

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ، وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ، إِلَّا جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

Selama para pemimpin mereka tidak berpegang pada Kitabullah ‘Azza wa Jalla dan tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka Allah menjadikan keburukan berada di tengah-tengah mereka (HR Ibn Majah).

 

Saat ini kepemimpinan yang mengabaikan hukum Allah dan mengundang ragam keburukan adalah sistem kapitalisme-demokrasi dengan ragam dharar yang nyata bagi kehidupan dunia dan akhirat. Ini bertolak dari pertentangan asasi ideologi kapitalisme dan demokrasi dengan Islam, yaitu prinsip demokrasi: kedaulatan rakyat (manusia) dan pilar-pilar kebebasannya.

Legalnya LGBT, miras dan maraknya perjudian di negara-negara Barat penganut sistem demokrasi adalah potret nyata kesesatan person pemimpin dan sistem kepemimpinannya. Berkuasanya oligarki, merebaknya korupsi di negara-negara kapitalis adalah potret kerusakan dan kebobrokan sistem kepemimpinannya, yang lantas disifati sebagai mulk[an] jabriyyat[an]. Dari Hudzaifah ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:

ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً

Kemudian akan ada kekuasaan diktator (HR Ahmad  dan al-Bazzar).

 

Artinya, suatu era kekuasaan pada akhir zaman yang penuh dengan kezhaliman dan permusuhan. Dari Abi Sa’id al-Khudhri ra. berkata, dari Nabi saw. bersabda:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَة حَتَّى تَمْتَلِئَ الأَرْضُ ظُلْمًا وَعُدْوَاً

Hari Kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan (HR Ibn Hibban).

 

Ragam kezaliman dan permusuhan adalah wajah dari kepemimpinan kapitalisme-demokrasi global hari ini. Kezhaliman para rezim atas kaum Muslim Palestina, Rohingya, Suriah, Irak, Uighur adalah bukti nyata. Bahayanya, para pemimpin kesesatan ini pun menjerumuskan umat menyusuri jalan-jalan sukar kesesatan. Tersebarnya paham-paham kufur—sekularisme, demokrasi, kapitalisme, komunisme, pluralisme, liberalisme, dsb.—di negeri-negeri kaum Muslim adalah buktinya. Ini telah dikabarkan jauh-jauh hari Rasulullah saw. Ini tergambar dalam dialog Hudzaifah bin Yaman r.a. dan Rasulullah saw., bahwa di akhir zaman kelak ada keburukan, dan keburukan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَاب جَهَنَّمَ مَنْ أَجَا بَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا

Ya, kaum yang menyeru ke pintu-pintu jahanam. Siapa yang memenuhi seruannya akan terhempas ke dalamnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Lafal du’ât[un] menunjukkan keluasan cakupannya, termasuk dari kalangan pemimpin itu sendiri. Ini diperjelas dengan lafal abwâb. Lafal jamak ini menunjukkan keragaman bentuk penyesatan. Ini karena kalimat du’ât[un] ’alâ abwâb jahannam merupakan kiasan dari akibat “menyeru ke pintu-pintu Jahanam”. Maksudnya adalah sebab “menyerukan penyimpangan akidah dan amal perbuatan”.

 

Menghapus Jejak Kesesatan

Apa solusi menghadapi para pemimpin menyesatkan dan para penyeru Jahanam ini? Rasulullah saw. berpesan:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ

Engkau harus berpegang teguh pada jamaah kaum Muslim dan Imam (pemimpin) mereka.

 

Hudzaifah ra. berkata, “Jika tidak ada jamaah dan tidak pula Imam?” Beliau menjawab:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْل شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Tinggalkan semua kelompok itu meski engkau harus menggigit akar pohon sampai kematian mendatangi dirimu dalam keadaan demikian.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Imam (pemimpin) yang Rasulullah saw. sebutkan dalam hadits ini adalah imam yang disifati oleh beliau dalam hadis lainnya, yakni sebagai junnah (perisai) umat, bukan sembarang pemimpin. Tidak. Apalagi pemimpin sesat menyesatkan. Jika tidak didapati adanya Imam (Khalifah), maka solusi menghadapi penyeru kesesatan ini adalah ’uzlah dari mereka, yakni menjauhi dan tidak mengikuti kesesatannya. Bukan ’uzlah dari dakwah dan al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ’an al-munkar. Bukan membiarkan masyarakat disesatkan hingga terjerumus dalam kesesatan. Melainkan wajib berjamaah, bersinergi dalam gerak dakwah meluruskan umat, memperbaiki kerusakan dengan Islam. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

فَطُوبَى لِلْغُرَباءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي

Beruntunglah mereka yang terasing, yakni mereka yang memperbaiki Sunnahku yang telah dirusak oleh manusia setelahku (HR at-Tirmidzi).

 

Kata kerja yushlihûna dengan subjek jamak dalam ayat ini memperjelas bahwa kelompok al-ghurabâ’ ini berjamaah dan berdakwah secara kolektif. Aktivitas tersebut dilakukan secara dinamis dan berkesinambungan. Ini ditandai lafal yushlihûna (al-fi’l al-mudhâri’) yang menunjukkan kesinambungan amal dakwah. Siapakah al-ghurabâ’? Al-Imam al-Munawi al-Qahiri (w. 1031 H) dalam Faydh al-Qadîr (VI/468) menyebutkan golongan al-ghurabâ’: “Mereka adalah kaum yang berpegang pada diin mereka tatkala tersebarnya fitnah. Bagaikan orang yang memegang bara api. Mereka adalah kaum yang terpisah dari suku-suku. Mereka adalah orang-orang yang beriman pada perkara gaib dan lain sebagainya yang tidak sulit bagi orang-orang yang cerdas mengambil dari sumber hadis-hadis.”

Kata al-ghurabâ’ menunjukkan bentuk jamak. Ini mengisyaratkan adanya golongan yang senantiasa membela Islam pada akhir zaman. Mereka adalah golongan yang berpegang teguh pada Islam dan senantiasa berupaya memperbaiki masyarakat dengan Islam. Amal ibadah mereka, aktivitas dakwahnya, perjuangannya dan pembelaannya atas syariah Islam adalah indikator keislamannya, Al-Imam Ibn ‘Aqil, dinukilkan dalam Al-آdâb al-Syar’iyyah (I/237) bertutur:

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَعْلَمَ مَحَلَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ أَهْلِ الزَّمَانِ فَلاَ تَنْظُرُ إِلَى زَحَامِهِمْ فِي أَبْوَابِ الْجَوَامِعِ، وَلا ضَجِيْجِهِمْ فِي الْمَوْقِفِ بلبيك، وَإِنَّمَا اُنْظُرْ إِلَى مُوَاطَأَتِهِمْ أَعْدَاءَ الشَّرِيْعَةِ

Jika Anda ingin mengetahui kedudukan Islam bagi suatu masyarakat, maka janganlah Anda menilainya dari berdesak-desakkannya mereka di pintu-pintu Masjid Jami’; jangan pula dari nyaringnya suara mereka dari tempat ia berpijak mengucapkan talbiyyah, namun semata-mata dilihat dari sejauhmana sikap mereka terhadap musuh-musuh syariah.

 

Golongan inilah yang disifati sebagai kaum Mukmin akhir zaman yang tak pernah menjumpai Rasulullah saw., namun mengimani, mendakwahkan dan membela risalahnya dari berbagai penyimpangan. Dari Abu Sa’id al-Khudri ra. bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, apakah thûbâ (kebaikan) bagi orang yang menjumpai dirimu dan mengimanimu?” Rasulullah saw. bersabda:

طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي وَطُوبَى، ثُم طُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي

“Kebaikan bagi orang yang menjumpai diriku dan mengimaniku; dan kebaikan, kemudian kebaikan bagi orang yang mengimaniku meskipun ia tidak pernah menjumpai diriku.” (HR Ibn Hibban).

 

Beruntunglah mereka yang hidup pada akhir zaman sebagai orang beriman dan aktif menghapus jejak-jejak kesesatan dengan perjuangan menegakkan Islam dalam kehidupan.

WalLaahu a’lam. [Irfan Abu Naveed]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fourteen + 1 =

Back to top button